
Ini Kata Pengusaha Listrik Soal Susahnya Garap Proyek EBT

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah dan PT PLN (Persero) akan mempensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) mulai 2025 mendatang. Proyek baru PLTU juga sudah diharamkan masuk ke dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2021-2030.
Sebagai gantinya, pemerintah akan mendorong proyek pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT). Namun pengembangan pembangkit listrik berbasis EBT bukan berarti mudah dilakukan dan tanpa kendala.
Ketua umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) Arthur Simatupang membeberkan soal susahnya membangun pembangkit listrik berbasis EBT di Tanah Air.
Dalam wawancara bersama CNBC Indonesia pada pekan lalu, dia menyebutkan sejumlah masalah klasik saat menggarap proyek EBT di Indonesia, antara lain pembebasan lahan, birokrasi, dan regulasi.
"Masalah klasik seperti pembebasan lahan dan perlu dipangkasnya birokrasi dan regulasi ini jadi bagian yang sebabkan terkendalanya peningkatan porsi EBT," jelasnya.
Dalam mencari jalan keluar masalah ini, menurutnya diperlukan koordinasi dari semua pemangku kepentingan, baik pemerintah, pelaku usaha, dan instansi terkait.
"Sama-sama bisa akselerasi dalam hal regulasi agar harga bisa ditekan. Tentu pelaku usaha minat naikkan investasi ini secara lebih masif dan kompetitif," ujarnya.
Faktor harga listrik EBT yang belum terjangkau menurutnya juga menjadi faktor di mana porsi EBT belum bisa besar.
Lebih lanjut dia mengatakan, pihaknya saat ini masih menunggu disahkannya Rancangan Peraturan Presiden tentang tarif listrik EBT. Menurutnya, regulasi ini akan menentukan harga jual listrik dengan PLN.
"Kami juga sedang tunggu sekarang, yang saya dengar di Perpres EBT itu sudah ada tarif yang berbasis feed in tariff, harga sesuai tingkat keekonomian suatu proyek," tuturnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Baru Diresmikan, Intip Pabrik Hidrogen Hijau Milik PLN