
Fenomena Eksportir Ramai-Ramai 'Teriak', Ada Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Kelangkaan layanan pengapalan dan biaya kontainer kembali menyusahkan industri UMKM yang berbasis ekspor. Salah satunya adalah eksportir furnitur.
Ketua Presidium Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur mengatakan ekspor furnitur termasuk produk yang memakan tempat saat akan dikirim. Dengan kondisi sekarang dimana ruang kontainer itu sedikit turut memberatkan kegiatan ekspor furniture dan mebel Indonesia.
"Ruang kontainer langka, memicu harga pengiriman tinggi dan fantastis, naiknya berkali-kali lipat untuk tujuan Amerika," jelasnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (8/6/2021).
Dari semenjak awal tahun lalu, banyak pengusaha yang menunda pengiriman ekspor. Padahal 95% anggota HIMKI berorientasi pada pasar ekspor.
"Banyak yang menunda pengiriman karena perihal buyer berat untuk bayar ongkos kirim, perusahaan saya sendiri beberapa kali mengirim lewat udara. Beberapa kasus lewat laut itu rumit dan lambat," jelasnya.
Dia menjelaskan kontrak pembelian biasanya dilakukan 3 - 6 bulan sebelum pembelian. Nah ekspor yang saat ini dilakukan hanya berdasarkan kontrak yang dibuat sebelumnya. Saat ini belum ada kontrak baru, walaupun permintaan tetap tinggi di pasar Amerika.
Abdul menjelaskan penundaan jadwal kapal juga sering terjadi, begitu juga dengan penundaan dari pembeli. Akibatnya barang harus menginap di pelabuhan. Membuat ongkos pengiriman semakin semakin mahal karena harus menginap di pelabuhan, yang dibebankan kepada pembeli. Sehingga banyak terjadi penundaan pengiriman.
Jumlah kapal yang tersedia sedikit, membuat pelaku usaha berebut mendapatkan ruang dalam kontainer pengiriman. Belum lagi harus bersaing dengan sektor usaha lain, berat karena produk furniture yang memakan banyak ruang.
"Solusi harus dicari secepat mungkin terutama pemerintah soal kelangkaan ruang kapal ini, sebelumnya pandemi banyak kapal, tapi sekarang kapal yang bolak balik dengan muatan penuh jarang," jelasnya, walaupun belum bisa membeberkan berapa nilai kerugian.
Dengan adanya pandemi tentu semakin menekan UMKM yang bergerak pada industri mebel. Abdul mengatakan 70% anggotanya berbasis UMKM, hanya 30% yang menengah besar. Saat ditanya, Abdul menjelaskan kondisinya UMKM furniture kecil saat ini masih memprihatinkan.
"Ya megap-megap semua, ada permasalahan pengiriman kontainer, ditambah pandemi, kerugian pasti ada terutama yang modalnya kurang," jelasnya.
Sebelumnya Ketua Umum Asosiasi Logistik Forwarder Indonesia (ALFI), Yukki N. Hanafi menyebut rentang kenaikan ongkos kirim kontainer 200%-300%. Khususnya untuk kontainer berukuran 40 kaki, ke Australia, Eropa, Timur Tengah, juga Amerika Serikat.
Kontainer langka dalam hal ini bukan bentuk fisik yang sulit untuk didapatkan. Melainkan, pergerakan volume barang yang tidak seimbang, aktivitas ekspor impor. Sehingga kapal tidak mau bergerak akibat sedikitnya barang yang dikirim. Kapal akan merugi jika mengangkut volume barang yang lebih sedikit, efeknya pada kenaikan harga biaya kontainer.
Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia, Mahendra Rianto mengatakan eksportir yang paling terdampak adalah eksportir kecil seperti UMKM, biaya logistik bisa lebih mahal dibandingkan harga jual produknya.
"Harga per kontainer melebihi Rp 50 juta yang biasanya di bawah Rp 20 juta, naiknya gila-gilaan membuat kita sulit ekspor," jelasnya
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Dia 'Bintang' Produk Ekspor yang Diramal Berjaya di 2021