dr Reisa: Pandemi Covid-19 Bukan Hanya Bicara Angka

rah, CNBC Indonesia
08 June 2021 14:15
Reisa Broto Asmoro - Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas
Foto: Reisa Broto Asmoro - Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas

Jakarta, CNBC Indonesia - Juru Bicara Pemerintah untuk Covid-19 dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru dr Reisa Broto Asmoro mengatakan setelah satu tahun pandemi Covid-19 virus ini bukan hanya soal angka melainkan telah masuk ke semua sendi kehidupan kita secara dramatis. Covid-19 mengubah hidup secara drastis dan memberikan tantangan baru yang sebelumnya tidak pernah diperkirakan.

"Wabah ini telah merenggut para dokter, perawat, dan puluhan tenaga kesehatan terbaik kita yang berjuang tanpa lelah di garis depan untuk menyelamatkan nyawa orang lain. Ratusan dari mereka telah gugur, sebagiannya adalah kolega saya dan guru saya, sesama dokter. Kehilangan yang luar biasa yang sampai saat ini masih saya rasakan," kata Reisa dalam siaran resminya, Selasa (08/06/2021).

Dia menambahkan gugurnya tenaga kesehatan hyga menjadi kerugian negara. Untuk menjadi dokter di Indonesia, seseorang harus menghabiskan setidaknya enam tahun belajar. Belum lagi serangkaian Pendidikan spesialis, pasca sarjana, berbagai kursus, dan pemenuhan kualifikasi akademik lainnya yang harus mereka lalui untuk dapat disebut ahli di bidangnya. Reisa menegaskan mencetak dokter-dokter berikutnya bukanlah perjalanan singkat.

"Minggu ini menandai tahun pertama pengabdian saya sebagai juru bicara penanganan dan vaksinasi Covid-19 untuk pemerintah. Kasus pertama dan kedua Covid-19 di Indonesia ini memicu perdebatan tentang bagaimana masyarakat harus menanggapi kejujuran dan keberanian orang yang secara terbuka menyatakan status kesehatan mereka," kata dia.

Covid-19 telah mengubah hidup mereka, terutama bagaimana privasi mereka terganggu. Namun stigmatisasi terhadap pasien Covid-19 tidak berumur lama. Saat ini banyak orang malah saling membantu dan mendukung tetangga mereka, bahkan menyemangati orang-orang yang mereka tidak kenal sebelumnya, yang sedang melalui masa isolasi untuk sembuh dari infeksi.


Dia mengatakan saat ini banyak inisiatif berdasarkan solidaritas tinggi, menulari berbagai kelompok di seluruh Indonesia, menular cepat sebagai virus yang baik. Mereka saling membantu bukan saja pasien Covid-19, tetapi juga membantu mereka yang terkena dampak krisis ekonomi.

Inisiatif Desa Tangguh dan Jogo Tonggo adalah contoh virus baik yang menular, dan menginspirasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat berskala Mikro (PPKM Mikro) yang saat ini di 34 provinsi.

"Semangat yang sama untuk saling peduli dan mengawasi, atau bahkan saling merawat anggota masyarakat membutuhkan telah meluas di seluruh pelosok negeri. Tentunya, pemerintah terus mencari cara untuk mencegah lebih banyak kematian dan memastikan masyarakat semakin aman dari ancaman virus corona ini," kata dia.

Saat ini kapasitas pengujian sampel telah meningkat dari 10 ribu menjadi lebih dari 50.000 sampel setiap hari. Jumlah laboratorium telah berkembang menjadi sekitar 800 laboratorium di seluruh negeri. Peningkatan ini menjadi bagian dari 3T (Testing,Tracing and Treatment) yang ditekankan Presiden Joko Widodo sejak awal pandemi.

Peningkatan ini dimungkinkan dengan dukungan dari puluhan ribu tracers atau petugas pelacak kasus yang merupakan gabungan dari tenaga Kesehatan, dan polisi dan prajurit TNI. Ribuan relawan juga direkrut dan dilatih untuk mendukung tracing, dan berbagai tugas yang biasa diemban tenaga Kesehatan. Mereka bertugas mulai dari penyedia layanan kesehatan tingkat terendah, seperti puskesmas sampai dengan di rumah sakit-rumah sakit rujukan.

Pandemi Covid-19 menurutnya juga telah mengambil alih hampir 90% dari layanan yang disediakan oleh fasilitas kesehatan. Laporan terbaru menunjukkan bahwa penanganan pandemi menambah sekitar 40% beban kerja dan jam operasional Puskesmas di seluruh Indonesia.

"Setelah pemerintah mengamati arus mudik dan arus balik, rumah sakit kembali diminta untuk meningkatkan kapasitas mereka dengan menambah jumlah bangsal isolasi dan tempat tidur di ruang gawat darurat mereka," pungkasnya.

Sejak Januari 2021, pemerintah memiliki hampir 1.000 rumah sakit rujukan, 10 kali lebih banyak daripada kondisi di fase awal pandemi. Selain rumah sakit, Kementerian Kesehatan telah menambah lebih dari 8.500 tenaga kesehatan untuk memperkuat pelayan Kesehatan saat ini. Pasukan tambahan ini terdiri dari dokter umum , spesialis, perawat dan staf pendukung lainnya.

"Angka-angka yang bisa berubah dalam semalam. Namun harus juga diingat bahwa pandemi tidak hanya mempengaruhi mereka yang tertular. Mereka yang berdiam diri di rumah, rajin memakai masker dan cuci tangan pakai sabun sesuai anjuran juga tetap terdampak," ujarnya.

Kesulitan ekonomi juga melanda keluarga Indonesia akibat pandemi ini, ditambah dengan tantangan psikologis baru membantu anak-anak belajar online sambil berkerja secara daring. Dengan segala keterbatasan akses ke sekolah dan perubahan pola perilaku hidup, termasuk berubahnya pola asupan gizi, anak-anak dan populasi rentan lainnya juga dihadapkan dengan risiko kesehatan lainnya di luar Covid-19.

Reisa mengatakan sebelum pandemi, banyak rumah tangga Indonesia mampu membeli cukup protein dan nutrisi penting lainnya untuk anak-anak mereka. Namun saat para orang tua, pencari nafkah utama, harus tinggal di rumah sementara atau gajinya dipotong karena kehadiran di tempat kerja lebih sedikit, menu harian yang tersedia setiap waktu di masa lalu, tampaknya menjadi kemewahan pada saat ini.

Selain itu, Puskesmas juga harus menyesuaikan jam operasional dan beban pekerjaannya, cakupan program imunisasi dasar rutin dengan tambahan asupan gizi untuk bayi baru lahir dan balita melorot drastis. Kondisi tersebut dapat menimbulkan masalah kesehatan di kemudian hari. Rumah sakit pun banyak dihindari karena orang tua takut mendekati fasilitas tempat penderita Covid-19 dirawat. Banyak anak Indonesia yang tingkat kesehatannya saat ini tidak terpantau dengan baik.

"Maka, risiko peningkatan kasus anak dengan gizi buruk, stunting dan masalah kesehatan mental akan bermunculan apabila kita biarkan. Kabar baiknya adalah orang Indonesia terbukti tangguh dalam menghadapi krisis," kata Reisa.


Reisa mencontohkan beberapa bukti gotong royong di tengah pandemi seperti yang dilakukan Ika Dewi Maharani, warga Surabaya, menjadi supir ambulans perempuan pertama yang mengantar pasien ke Wisma Atlet. Di Padang, Sumatera Barat, Dr Andani Eka Putra, kepala penelitian penyakit menular dan diagnostik Universitas Andalas menggunakan tabungan pribadinya sebesar Rp 850 juta untuk membangun laboratorium pengujian sampel Covid-19. Dia membuka pintu labnya dan menyediakan pengujian sampel secara gratis.

Memasuki bulan keenam sejak program vaksinasi digulirkan, masyarakat Indonesia mengantre di pos dan sentra vaksinasi. Tidak hanya mengantre untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk mendampingi lansia, guru, dan tokoh agama divaksinasi. Mobil, bus, ojek online, dan bahkan becak, digunakan untuk mengangkut lansia menemui petugas vaksinasi.

"Masyarakat Indonesia adalah salah satu yang beruntung. Lebih dari 90 juta dosis Coronavac dari Sinovac , AstraZeneca dari Covax dan Sinopharm telah mendarat di bandara Soekarno Hatta dan sudah disuntikkan ke lebih dari dua puluh juta orang Indonesia," ujarnya.

Selain itu, berbagai perguruan tinggi berkomitmen mengembangkan Vaksin Merah Putih dalam rangka menguatkan kemandirian. Para ilmuwan dari Lembaga Molekuler Eijkman, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Airlangga, Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Padjajaran kini tengah berlomba mengembangkan vaksin produksi Indonesia.


(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Begini Strategi Terbaru Pemerintah Kendalikan Covid-19

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular