Ancaman Ekonomi Mengintai Tahun Depan & Strategi Pemerintah

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
07 June 2021 07:30
Deputi BI dan Wagub Tinjau Penukaran Uang Receh

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi Covid-19 masih menjadi momok yang harus diwaspadai pemerintah dan otoritas dalam mengambil kebijakan. Sejumlah ancaman di tahun depan tak bisa dihindari, tapi strategi menghadapinya juga sudah dipersiapkan.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan kunci pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun ini akan bergantung pada data-data perekonomian pada kuartal kedua. Ditargetkan pada kuartal II-2021, pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 7%.



Adapun pada tahun ini pemerintah mematok angka pertumbuhan ekonomi pada rentah 4,5% hingga 5,5%. Jika tidak mencapai angka pertumbuhan 7%, bukan tidak mungkin target pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun tidak tercapai.

"Jadi kalau enggak ketemu angka 7%, untuk mengejar ke pertumbuhan ekonomi tahun 2021 juga bisa menjadi tidak tercapai meskipun kita ada ketidakpastian ekonomi global, ada ketidakpastian pandemi," ujar Jokowi saat membuka peresmian rapat koordinasi pengawasan intern pemerintah tahun 2021 di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, seperti dikutip Senin (7/6/2021).

Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan perekonomian Indonesia diprediksi akan mengalami beberapa gelombang ancaman di tahun depan. Salah satunya adalah fenomena Taper Tantrum, yang dikhawatirkan mulai terjadi seiring dengan rencana pengetatan kebijakan bank sentral.

Oleh karenanya, beberapa instrumen sedang disiapkan pemerintah dalam mengantisipasi hal itu.

"Kita pernah belajar dari fenomena terdahulu seperti taper tantrum di tahun 2013, di mana ekspektasi normalisasi kebijakan moneter AS dapat mendorong pembalikan arus modal dari negara berkembang," jelas Sri Mulyani.


Hal senada juga diungkapkan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo juga mewaspadai adanya tapering off atau pengurangan stimulus berupa pembelian surat berharga di pasar surat utang yang dilakukan oleh Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed.

"Di pasar keuangan memang terjadi kenaikan US Treasury yield karena stimulus fiskal yang besar US$ 1,9 triliun. Ketidakpastian ini masih berlangsung meskipun sudah sedikit mereda karena kejelasan arah The Fed yang tahun ini belum akan melakukan tapering," jelas Perry.

"Namun tahun depan, kita masih memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan bahwa The Fed akan mulai mengubah kebijakan moneternya, mulai mengurangi intervensi likuiditas bahkan melakukan lakukan pengetatan dan kenaikan suku bunga," kata Perry melanjutkan.

Halaman 2>>

Di tengah ketidakpastian karena krisis pandemi Covid-19 ini, ada hal lain selain taper tantrum yang juga harus diwaspadai oleh RI, yakni ancaman geopolitik. Hal tersebut diungkapkan langsung oleh Ekonom Senior & Rektor UI, Ari Kuncoro.

Mengantisipasi taper tantrum ini, menurut Ari Indonesia harus menekan defisit neraca berjalan, salah satunya melalui peningkatan produksi barang substitusi di dalam negeri. Diharapkan upaya ini bisa memperbaiki sektor riil dan mengurangi tekanan fluktuasi Rupiah.

Ari memandang kekhawatiran pasar terkait kenaikan inflasi AS yang akan mendorong terjadinya taper tantrum belum akan terjadi dan akan dilakukan secara perlahan. Selain ancaman taper tantrum, ancaman geopolitik juga harus diwaspadai oleh pemerintah.

"Sebenarnya yang agak rawan itu bukan dari ekonomi, justru dari geopolitik. Terutama persaingan Amerika Serikat dan China. Jadi ini kita berharap akan terjadi peredaan ketegangan," ujar Ari dikutip Senin (7/6/2021).

Karena, lanjut Ari bagaimana juga rantai pasok atau supply chain dunia masih bergantung dari dua negara tersebut. Saat ini distribusi rantai pasok saja sudah 'amburadul' karena pandemi, ke depan diharapkan ketegangan AS dan China kian mereda.

Inflasi yang tinggi mencapai 4,2% di AS, menurut Ari juga salah satunya disebabkan karena perang dagang dengan China. "Jadi perusahaan-perusahaan di AS tidak bisa secara bebas lagi mengimpor kebutuhan-kebutuhan dari China, harus lewat perjanjian, dan sebagainya," jelas Ari.

Oleh karena itu, menurut Ari, Indonesia harus bisa bertahan dari sisi pertanian. Industri harus dikuatkan dan pariwisata domestik juga harus digalakkan.

"Jadi (perang dagang) antara AS dan Tiongkok China itu harus diwaspadai. Jadi, tantangan bagi kita harus siap kalau situasi itu terjadi kita harus lebih mandiri," ujarnya.

"Untuk jaga-jaga saja. Syukur-syukur tidak terjadi, tapi siapa yang tau. Jadi lebih mirip perang dingin, kita harapkan jangan jadi perang panas," kata Ari melanjutkan.

Halaman 3>>

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu mengungkapkan perkembangan global terus menjadi perhatian pemerintah. Termasuk, peningkatan inflasi di Amerika Serikat (AS) yang bisa berujung pada kenaikan tingkat suku bunga dari Bank Sentral AS The Fed.

Febrio mengungkapkan bahwa kenaikan inflasi di AS saat ini sudah mulai menimbulkan kekhawatiran para pelaku ekonomi. Banyak yang beranggapan Bank Sentral AS mulai memikirkan kenaikan suku bunga acuan, seiring pulihnya ekonomi negara adidaya tersebut.

"Inflasi di AS ini terus menguat dan ekspektasi inflasi ini yang kita waspadai dapat dan sudah mulai menunjukan kekhawatiran di pasar," ujar Febrio dalam video conference, dikutip Senin (7/6/2021).

"Meski belakangan ini mulai membaik bahwa dikhawatirkan ekspektasi inflasi ini akan mendorong The Fed untuk mulai menaikkan tingkat suku bunga. Nah ini risiko yang harus diwaspadai," kata Febrio melanjutkan.

Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Hidayat Amir juga mengatakan bahwa fenomena taper tantrum seperti yang terjadi pada 2013 menjadi pengalaman penting. Pihaknya kini menyiapkan antisipasi.

Terbaik saat ini, kata Hidayat, adalah menciptakan kebijakan yang terukur, forward looking. Serta memberikan sinyal kepada publik. Bentuk sinyalnya adalah menyiapkan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2022, proyeksi yang akan terjadi dan merespon kebijakannya.

Melihat tren aktivitas ekonomi saat ini, kata Hidayat kuartal II-2021 diperkirakan sudah bergerak ke arah pertumbuhan ekonomi yang positif, walaupun masih ada ketidakpastian.

"Ini sudah tiga minggu, mudah-mudahan gak ada sesuatu yang luar biasa. Kalau ada kejadian luar biasa, cerita bisa berubah. Ekonomi akan terus kita jalankan dan reform akan kita lakukan dengan baik," tuturnya.

Berikut KEM PPKF 2022:

- Pertumbuhan ekonomi 5,2%-5,8%
- Inflasi 2%-4%
- Tingkat bunga SUN 10 tahun 6,32 - 7,27%
- Rupiah Rp 13.900/US$ - Rp 15.000/US$
- ICP US$ 55 - US$ 65 per barrel
- Lifting minyak bumi 686 ribu barel per hari - 726 ribu barel per hari
- Lifting gas 1,03 juta barel setara minyak per hari - 1.1 juta barel setara minyak per hari.

"Ini masih akan kita bahas, dalam proses pembahasan ini. Defisit APBN 2022 yang ditetapkan 4,51% sampai 4,85% itu rentang yang realistik," ujar Amir lagi.



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular