PLTS Bisa Jadi Andalan EBT, Tapi Harus Ada Kepastian Tarif

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
03 June 2021 14:27
Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). (CNBC Indonesia/ Andrean Krtistianto)
Foto: Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). (CNBC Indonesia/ Andrean Krtistianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) bisa menjadi andalan dalam mencapai target bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) 23% pada 2025. Namun demikian, harus ada kepastian tarif untuk mendorong pemanfaatan PLTS di masyarakat.

Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Fraksi PAN Eddy Soeparno. Dia mengatakan, masalah tarif ini menjadi tantangan pengembangan sektor EBT saat ini.

"Soal tarif ini menjadi tantangan, tarif tersebut (PLTS) apakah perlu diregulasi secara khusus, bagaimanapun ini investasinya besar, bahkan banyak merupakan pilot project investor," paparnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Kamis (03/06/2021).

Bagi investor yang sudah menanamkan dananya, maka menurutnya mereka butuh kepastian tingkat pengembalian modal. Dia berpandangan bahwa mekanisme feed-in tariff yang diusulkan untuk PLTS adalah alternatif terbaik.

Oleh karena itu, pihaknya juga masih menunggu pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur tentang tarif energi baru terbarukan, termasuk tarif listrik PLTS.

"Investor yang tanamkan dananya butuh kepastian tingkat pengembalian, ini bergantung pada mekanisme tarif, feed in tariff yang diusulkan adalah alternatif terbaik, kami tunggu Perpres," lanjutnya.

Dia menegaskan, tarif listrik untuk sektor EBT harus bisa diterbitkan segera agar investasi bisa masuk dan calon investor bisa mengetahui tingkat pengembalian dari investasinya.

"Tarif dari sektor EBT diharapkan bisa terbit segera, agar investasi bisa masuk, calon investor tahu tingkat pengembalian dari investasinya," ungkapnya.

Berbicara mengenai EBT, lanjutnya, PLTS menjadi yang paling prospektif saat ini. Terlebih, PLTS menggunakan energi gratis dari matahari yang melimpah di Indonesia timur seperti Bali dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

"Itu bisa dibangun dan setiap pembangunan tersebut akan dilihat dari tahun ke tahun. Dengan kemajuan teknologi, biaya produksi jadi lebih rendah karena panel bisa diproduksi dengan efisiensi yang lebih tinggi," ungkapnya.

Peraturan Presiden (Perpres) mengenai tarif pembelian tenaga listrik yang bersumber dari EBT juga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kepercayaan investor dan pada akhirnya dapat menggairahkan iklim investasi di sektor EBT.

Direktur Eksekutif Institute For Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan Perpres EBT yang tak kunjung rampung membuat kepercayaan investor menjadi turun.

Menurutnya, perusahaan produsen listrik swasta atau Independent Power Producers (IPP) berpandangan bahwa Perpres EBT bisa menggantikan regulasi harga listrik EBT yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Menteri ESDM.

"Perpres tarif EBT ini oleh pelaku usaha (IPP) sebagai instrumen regulasi yang bisa menggantikan regulasi harga EBT yang ada dalam Permen No.50/2017," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (13/01/2021).

Fabby menyebut bahwa pihak swasta berpandangan aturan tarif dalam Permen yang ada saat ini tidak menarik untuk investasi pembangkit dan tidak mudah memperoleh akses pinjaman perbankan (bankable).

Dengan Perpres tarif listrik EBT ini, maka diharapkan bisa meningkatkan akses memperoleh pendanaan (bankability) pada proyek dan meningkatkan daya tarik investasi.

"Sehingga, ini dapat berdampak pada kenaikan kapasitas pembangkit energi terbarukan sebagaimana yang ditargetkan dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN)," jelasnya.

Bocoran Perpres tentang Tarif PLTS

Dalam Rancangan Peraturan Presiden tentang harga listrik energi baru terbarukan, tarif listrik untuk PLTS akan diberlakukan melalui dua skema, antara lain:

- Feed-in Tariff (FiT) staging dua tahap
Tahap pertama berlaku 10 tahun pertama sejak pembangkit listrik beroperasi, dengan pertimbangan faktor lokasi. Ini berlaku untuk PLTS Fotovoltaik berkapasitas sampai dengan 5 mega watt (MW) dan PLTS Fotovoltaik ekspansi untuk kapasitas sampai dengan 5 MW.

- Harga patokan tertinggi (HPT) staging dua tahap
Tahap pertama berlaku pada 10 tahun pertama sejak pembangkit listrik beroperasi dan dengan faktor lokasi. Ini berlaku untuk PLTS Fotovoltaik dan PLTS Fotovoltaik dengan kapasitas pembangkit lebih dari 5 MW.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular