Jakarta, CNBC Indonesia - Rencana anggaran modernisasi alutsista Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto yang mencapai Rp 1.750 triliun santer terdengar di kalangan publik.
Rencana itu tertuang dalam rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pemenuhan Kebutuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia Tahun 2020-2024.
Dalam rancangan perpres tersebut, disebutkan bahwa Menteri Pertahanan Prabowo Subianto adalah orang yang merancang kebutuhan Alpalhankam Kemenhan dan TNI.
Terlihat bahwa Menhan Prabowo ambisius dan concern dengan kondisi alutsista Indonesia yang memprihatinkan. Apalagi setelah ada insiden tenggelamnya KRI Nanggala di perairan Bali yang menyita perhatian dunia.
Anggaran tersebut meliputi akuisisi Alpalhankam sebesar US$ 79.099.625.314, pembayaran bunga tetap selama 5 Renstra US$ 13.390.000.000, serta dana kontingensi dan pemeliharaan dan perawatan Alpalhankam US$ 32.505.274.686.
Jika ditotal jumlahnya mencapai US$ 125 trilun atau setara dengan Rp 1,75 kuadriliun dengan asumsi kurs Rp 14.000/US$. Selain lewat APBN, pemenuhan anggaran tersebut rencananya juga menggunakan instrumen utang kepada negara lain.
Terlepas dari nominal anggaran yang fantastis, sektor pertahanan dan keamanan memang memegang peran sentral baik untuk pertumbuhan maupun stabilitas ekonomi. Selama ini anggaran pertahanan Indonesia masih di bawah 1% dari PDB.
Tahun ini anggaran Kementerian Pertahanan mencapai Rp 134,25 triliun. Apabila PDB Indonesia tumbuh 4,5% tahun ini dengan sasaran inflasi 2,5% maka nilai PDB nominal harga berlaku di kisaran Rp 16 kuadriliun. Artinya anggaran Kemenhan hanya 0,84% dari PDB. Jauh dari negara-negara lain yang lebih dari 2% PDB.
Sebagai negara dengan ukuran populasi terbesar ke-4 di dunia yang dihuni lebih dari 270 juta jiwa, lebih dari 17 ribu pulau dan sumberdaya alam yang melimpah membuat pertahanan dan keamanan adalah hal yang krusial.
Apalagi sekarang China semakin mendominasi regional Laut China Selatan (LCS) dengan mengklaim sebagian besar wilayahnya yang juga disebut kaya akan sumber daya alam mulai dari perikanan hingga energi.
Klaim tersebut selain meningkatkan tensi geopolitik di kawasan regional ASEAN dengan Malaysia, Filipina dan Indonesia juga membuat world sheriff Amerika Serikat (AS) ikut turun tangan menerjunkan armada kapal induk ke kawasan LCS dengan tujuan mempertahankan kebebasan navigasi.
Dengan alutsista yang masih seadanya tentu saja Indonesia memiliki bargaining power yang lemah di kawasan. Tentu saja ini tak bisa dibiarkan di tengah tingginya tensi geopolitik global terutama kekuatan barat (AS dan Eropa) dengan China.
Kemunculan hegemoni baru yang menantang kekuatan lama (incumbent power) secara statistik biasanya akan menimbulkan perang. Probabilitasnya terbilang tinggi 75% menurut riset Bridgewater Associates.
Perang fisik memang belum terjadi (semoga tidak). Namun perang dagang, teknologi dan permodalan sudah meletus antara kedua kekuatan dunia. Artinya peningkatan prioritas di sektor pertahanan dan keamanan menunjukkan fokus suatu negara yang pro growth sekaligus pro stability.
Halaman Selanjutnya >> Tantangan Pembiayaan Anggaran untuk Alutsista
Selama ini kalau dilihat dari alokasi anggaran Kemenhan kebanyakan masih digunakan untuk belanja yang sifatnya konsumtif dan belum ke arah yang produktif seperti untuk investasi.
Jika mengacu pada anggaran tahun 2021, alokasi terbesar belanja Kemenhan terbesar adalah untuk program dukungan dan manajemen yang mencapai Rp 79,84 triliun atau setara dengan 55,2% dari total anggaran.
Sementara untuk program modernisasi dan pemeliharaan alutsista serta non-alutsista hanya menyumbang sekitar 29% saja atau sebesar Rp 39 triliun. Sisanya kurang dari 30% untuk kebutuhan lain seperti operasi, latihan dan pendidikan personel.
Skema pembiayaan dengan APBN saja sudah jelas membebani anggaran yang selama ini terus defisit. Apalagi saat pandemi. Defisit fiskal tahun 2020 mencapai 6,09% dan tahun 2021 dipatok di 5,7%.
 Foto: Dok Ist |
Penggunaan utang juga memiliki risikonya di tengah peningkatan rasio utang terhadap PDB yang meningkat tajam dari 30% di tahun 2019 menjadi 38,5% di tahun 2020.
Posisi Indonesia sebagai negara non-blok yang mengusung pandangan politik internasional bebas aktif juga cenderung menjadi tantangan untuk mendapatkan pinjaman dari negara-negara maju beserta transfer ilmu-nya mengingat, kebanyakan kekuatan militer global cenderung mau melakukan hal-hal ini hanya kepada negara yang mau bersekutu.
Melihat tantangan ini bukan berarti peremajaan dan investasi terhadap alutsista menjadi kurang mendesak. Adanya berbagai macam ancaman global justru menunjukkan bahwa Indonesia juga berada di zona rawan yang harus memperkuat pertahanan dan keamanannya.
Halaman Selanjutnya >> Strategi Investasi Alpalhankam 25 tahun
Berdasarkan informasi yang beredar, pemerintah sedang menyusun beberapa strategi pembiayaan investasi alat utama pertahanan. Pertama, persentase anggaran pertahanan terhadap PDB 0,8 persen yang konsisten selama 25 tahun ke depan. Kedua, jumlah anggaran pemenuhan alpalhankam prioritas pada 2020-2024 sebesar USD 125 miliar. Ketiga, mengupayakan sumber pendanaan alternatif untuk mengurangi beban pemenuhan alpalhankam terhadap keuangan negara.
Meskipun angkanya terdengar fantastis, USD 125 miliar untuk membeli alutsista selama 25 tahun itu kecil bahkan cenderung konservatif bila dibandingkan dengan potensi PDB Indonesia selama 25 tahun, yang besarnya bisa mencapai lebih dari Rp 375 ribu triliun, yaitu hanya 0,5 persen. Pemerintah patut dipuji atas formula ini karena menjawab permasalahan yang ada.
Selama ini, belanja pertahanan Indonesia juga terus turun dibandingkan pertumbuhan ekonomi dalam enam tahun terakhir di mana pada 2013 mencapai 0,9 persen dari PDB dan kini 0,78 persen dari PDB. Artinya, dalam masih ada ruang bagi negara untuk membeli alutsista baru. Dan itu artinya Menhan Prabowo sudah menghitung proporsi rencana investasi alutsista secara efektif.
 Foto: Dok Ist |
Bila rancangan Perpres diteken presiden, lantas akan ada titik temu yang pas antara pembangunan infrastruktur, kesejahteraan masyarakat, atau menjaga kemampuan pertahanan dan kedaulatan negara.
Ada beberapa hasil yang kami harapkan dari investasi pertahanan Presiden Joko Widodo dan Menhan Prabowo untuk 25 tahun. Pertama, diharapkan investasi ini bisa mendorong pemenuhan kebutuhan alpalhankam TNI yang dapat dilaksanakan secara lebih cepat, terarah, sinergis, dan menguntungkan.
Kedua, menyelesaikan beberapa persoalan di sektor pertahanan yang menonjol. Ketiga, memudahkan pembangunan suatu sistem alpalhankam TNI sehinggga akan menjadi solusi bagi masalah interoperabilitas. Keempat, berkontribusi terhdap industri pertahanan dalam negeri. Kelima, menyerap banyak lapangan kerja baru dan menggerakan ekonomi nasional.
Persepsi keliru modernisasi alutsista tidak dibutuhkan karena tidak ada perang
Modernisasi alutsista mutlak dibutuhkan. Pemerintah sudah berada di jalur yang tepat dengan rencana investasi pertahanan untuk 25 tahun ini.
Anggapan bahwa modernisasi alutsista tidak dibutuhkan karena tidak ada perang perlu ditepis karena saat ini Indonesia faktanya diliputi berbagai ancaman baik militer maupun nonmiliter.
Tercatat ada 3 jenis ancaman yang ada saat ini menjadi tiga, yaitu ancaman aktual, ancaman potensial, dan ancaman hibrida.
Ancaman aktual militer yang ada saat ini di antaranya: pelanggaran wilayah perbatasan/intervensi asing, separatisme dan pemberontakan bersenjata, terorisme dan radikalisme. Adapun ancaman aktual nonmiliter saat ini di antaranya: ancaman siber, intelijen dan spionase, ancaman psikologikal, bencana alam dan lingkungan, perompakan dan pencurian kekayaan alam.
Selain ancaman aktual, Indonesia juga memiliki ancaman potensial. Ancaman potensial militer di antaranya: perang konvensional atau konflik terbuka (invasi asing) dan ancaman senjata nuklir. Sementara ancaman nonmiliternya adalah krisis ekonomi dan imigran asing.
Di luar ancaman aktual dan ancaman potensial, Indonesia juga dihadapkan dengan ancaman hibrida, yaitu serangan senjata biologis dan wabah penyakit.
 Foto: Dok Ist |
Setidaknya ada beberapa prioritas investasi pertahanan, yaitu pemberdayaan industri pertahanan, peningkatan kemampuan intelijen, peningkatan pengamanan di wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terluar (PPKT), penguatan sistem pertahanan udara nasional (sishanudnas), penguatan satuan komunikasi dan elektronika (satkomlek), peningkatan satuan peluru kendali strategis, pembentukan komponen cadangan, dan penataan komponen pendukung.
Dalam merencanakan pertahanan negara ini, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan Menhan Prabowo, yaitu faktor pertahanan negara yang cepat berubah (volatile), ketidakpastian (uncertainty), kerumitan (complexity), ambiguitas (ambiguity).
Adapun rencana strategis yang perlu segera dicanangkan di antaranya: rakyat yang patriotik, militan dan cinta tanah air, Tentara Nasional yang profesional, patriotik dan militan baik secara teknis, teknologis dan organisatoris, Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan yang efektif dan muktahir, industri pertahanan yang bisa mendukung dan bisa melaksanakan perbaikan, pemeliharaan dan perawatan Alpalhankam, kelompok ilmuwan/saintek/teknologI yang dapat mendukung keperluan manufaktur secara mandiri komponen-komponen pertahanan yang canggih, strategis dan yang tidak mungkin dibeli dari pemasok negara lain, dan kemampuan bangsa dalam memasok pangan untuk rakyat dan tentaranya, terutama karbohidrat dan protein.
TIM RISET CNBC INDONESIA