Harga Batubara Cs Melonjak, Indonesia Siap Masuk Masa Jaya?

Lidya Julita Sembiring & Maikel Jefriando, CNBC Indonesia
19 May 2021 13:38
Pekerja melakukan bongkar muat batu bara di Terminal Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (23/2/2021). Pemerintah telah mengeluarkan peraturan turunan dari Undang-Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Adapun salah satunya Peraturan Pemerintah yang diterbitkan yaitu Peraturan Pemerintah No.25 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral.  (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Bongkar Muat Batu Bara di Terminal Tanjung Priok. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Lonjakan harga komoditas terjadi sejak awal 2021 cukup mencengangkan. Banyak yang beranggapan boom commodity seperti 2008 silam kembali terulang. Apa benar?

Dendi Ramdani, Head of Industry and Regional Research Bank Mandiri menjelaskan, secara umum fenomena sekarang hampir mirip ketika krisis finansial 2008. Tapi ada dua hal yang patut dicermati melihat lebih jauh mengenai kenaikan harga komoditas.

Pertama adalah posisi permintaan dan penawaran. Ia mengakui ada beberapa komoditas alami peningkatan permintaan, seperti batubara dan nikel. Tapi ada juga yang produksinya terganggu seperti crude palm oil (CPO) akibat kondisi di Malaysia dan Australia.


Kedua adalah faktor stimulus negara maju. Dibandingkan dengan 2008, stimulus AS sekarang lebih besar tiga kali lipat. Ini mendorong banjirnya likuiditas dan mengalir ke komoditas.

"Tapi kalau disimpulkan super boom commodity ya saya kira tidak, ini karena likuiditas dolar banyak," ungkapnya dalam paparan virtual, Rabu (19/5/2021).

Dendi menambahkan, kondisi China juga berbeda dibandingkan 13 tahun lalu. Ekonomi China lagi tumbuh tingi-tingginya dan membutuhkan banyak sekali komoditas. Namun sekarang peningkatan permintaannya tidak lagi besar.

"Secara real demand sebetulnya nggak terlalu besar untuk angkat harga semakin tinggi batu bara di atas 100 ya," jelasnya.

Dalam risetnya, Dendi memperkirakan kenaikan harga komoditas hanya akan berlangsung hingga 2022. Selanjutnya dunia akan memasuki periode normalisasi, sehingga harga komoditas juga terpengaruh.

"Mungkin harga akan terus naik sampai 2022. Kemudian mungkin turun lebih rendah karena ada normalisasi," tegas Dendi.

Komoditas Dok. Bank MandiriFoto: KLIK VIEW IMAGE UNTUK MEMPERBESAR (Dok Bank Mandiri)


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pakar: Ekspor Meningkat, Supply Batu Bara RI Masih Aman

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular