Gagah-gagahan di Laut China Selatan Vs Kondisi Alutsista RI

Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
13 May 2021 13:55
Laut China Selatan
Foto: AP/

Jakarta, CNBC Indonesia - Masih ramai diperbincangkan musibah KRI Nanggala 402 yang membuka tabir alutsista Indonesia memang memprihatinkan. Menteri Pertahanan Prabowo Subianto pun angkat bicara. Ia berharap peremajaan alat utama sistem persenjataan (alutsista) dapat segera dilakukan.

Anggaran alutsista Kemenhan memang minim. Untuk pagu anggaran 2021, pemerintah mengalokasikan Rp 134.254 triliun untuk Kemhan, naik 14,12 persen dibandingkan pagu tahun lalu. Anggaran Kemenhan tahun ini sekaligus menjadi yang terbesar satu dekade terakhir. Namun, mayoritas anggaran Kemhan 2021 ini dialokasikan untuk program dukungan manajemen. Jumlahnya mencapai Rp 74,983 triliun atau 55,2 persen dari total anggaran.

Adapun alokasi untuk program modernisasi alutsista, non-alutsista, dan sarana serta prasarana pertahanan menyusul dengan nilai Rp 39,02 triliun atau 29,06 persen dari total anggaran. Sisanya untuk kebutuhan lain berupa operasi, latihan, dan pendidikan.

Keterbatasan mata anggaran untuk modernisasi alutsista ini akan berdampak pula pada proses maintenance alutsista (perawatan rutin dan berkala) dan kesiapan tempur TNI dalam menjaga kedaulatan negara.

Ekonom CORE Piter Abdullah mengatakan Indonesia saat ini memang membutuhkan TNI dengan alutsista yg memadai khususnya untuk menjaga laut dan udara. "Tapi itu hendaknya dibangun bersamaan dengan kita membangun ekonomi kita. Semakin cepat kita mampu membangun ekonomi, semakin cepat kita bisa membangun TNI dan alat pertahanan," kata Piter kepada CNBC Indonesia.

"Itu sebabnya kita butuh investasi," imbuhnya.

Meski demikian, belakangan berhembus kabar bahwa pemerintah tengah merancang Perpres masterplan modernisasi alutsista selama 25 tahun yang dilakukan dengan skema pinjaman luar negeri dengan jumlah kurang lebih Rp 1.760 triliun.

Angka itu pertama kali diungkapkan oleh Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (purn) TB Hasanuddin dalam wawancaranya di sebuah stasiun televisi beberapa waktu lalu.

Masterplan itu sendiri adalah terjemahan Prabowo atas perintah dari Presiden Joko Widodo yang meminta adanya perencanaan pengadaan alutsista selama 25 tahun sejak awal Prabowo menjabat sebagai Menhan di 2019.

Meski masih sekadar rancangan, hal ini sudah cukup bisa menjadi angin segar bagi sistem pertahanan negara yang selama ini sulit maju lantaran keterbatasan anggaran.

Bila melihat jumlahnya, angka tersebut memang terdengar fantastis. Namun, bila dibandingkan dengan angka PDB Indonesia tahun 2020 yang sebesar Rp 15.434,2 triliun saja, angka yang kabarnya direncanakan oleh pemerintah untuk masterplan alutsista selama 25 tahun itu hanya 11.4 persen.

Terlebih bila angka Rp 15.434,2 triliun tersebut dikalikan 25 tahun sebagai asumsi, maka persentase jumlah yang direncanakan tersebut dari PDB akan semakin kecil lagi, yaitu hanya 0.7 persen setiap tahunnya.

Bila rancangan Perpres ini disetujui oleh Presiden, maka setidaknya Indonesia akan memiliki anggaran pertahanan sekitar 1.5 persen dari PDB setiap tahunnya. Dengan asumsi 0.7 persen yang bersumber dari pinjaman luar negeri dan 0.78 persen dari APBN yang reguler.

Di tengah mirisnya anggaran alutsista RI, ancaman datang dari luar. China, masih ngotot punya hak dan kedaulatan di laut Natuna. Mereka berkeras menganggap laut Natuna masuk dalam perairan Laut China Selatan.

Beberapa kali pun kapal China masuk perairan Indonesia di Natuna, bila tidak memiliki pertahanan yang kuat, Indonesia tidak memiliki posisi tawar dalam menghadapi China.

Piter menegaskan konflik Laut China Selatan memang harus diseriusi. Namun menurutnya, Indonesia pun tidak sendiri menghadapinya.

"Permasalahan di Natuna bukan tidak prioritas tetapi dalam hal ini kita tak sendiri. China berhadapan dengan banyak negara. China diyakini tidak akan gegabah. Karena dia bisa berhadapan dengan dunia termasuk Amerika," tegas Piter.

Belum lagi kemungkinan akan terjadinya perang di kawasan Asia Pasifik yang melibatkan China dan Australia semakin menguat. Ini terjadi pasca Australia membatalkan program kerja sama pendanaan negara bagiannya dengan China, melalui konsep Belt and Road Initiative (jalur sutra).

Australia dikabarkan akan meningkatkan kapasitas pangkalan militer di ujung utara Negeri Kanguru dan memperluas latihan bersama dengan pasukan Amerika Serikat.

Sementara China dikabarkan tengah memantau aktivitas sejumlah negara yang tergabung dalam Kemitraan Strategis Kompeherensif (CSP), sebuah kemitraan yang dibuat Australia dengan sejumlah negara, yaitu Amerika, Jepang, Vietnam, India, dan Indonesia.

Melihat ancaman-ancaman yang ada di depan mata, sudah saatnya Indonesia memiliki pertahanan dan keamanan yang kuat. Tragedi KRI Nanggala-402 sudah sepantasnya menjadi pembelajaran bagi pemerintah untuk lebih fokus pada agenda modernisasi alat utama sistem pertahanan.

Anggaran pertahanan rutin saat ini yang 0,8 persen dari PDB dan tanpa investasi dan pengorganisiran belanja alutsista, pertahanan Indonesia akan sulit maju. Hal ini kemudian akan juga berpengaruh pada ekonomi dan posisi tawar Indonesia.


(roy/roy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Alutsista RI Rentan & Anggaran Minim, Salah Prabowo?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular