PPN di RI Paling Rendah, Ada Benernya, Tapi....

Tirta, CNBC Indonesia
12 May 2021 17:25
Infografis: Utang LN Nyaris Rp 6.200 T, Apa Benar RI Terancam Bangkrut?
Foto: Infografis/Utang LN Nyaris Rp 6.200 T, Apa Benar RI Terancam Bangkrut?/Arie Pratama

Dalam mengelola ekonomi makro, defisit adalah hal lumrah terjadi yang menunjukkan bahwa kebijakan fiskal sedang ekspansif. Namun selain ekspansinya ke arah mana, hal yang perlu diperhatikan juga adalah seberapa besar defisitnya dan bagaimana perkembangannya dari waktu ke waktu. 

Pemerintah tak bisa membiarkan begitu saja defisit terus membengkak. Defisit yang bengkak ini akan ditambal dengan utang. Semakin banyak utang memang tidak menjamin akan langsung menimbulkan risiko gagal bayar (default). 

Ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan seperti bagaimanakah utang itu dikelola mulai dari rata-rata bunga, tenor jatuh tempo, porsi utang dalam mata uang domestik atau valas, utang terhadap pendapatan nasional, pertumbuhan utang, bunga dan juga pendapatan nasional hingga masih banyak lagi. 

Walaupun indikator debt to GDP tidak bisa menggambarkan utang Indonesia secara komprehensif, tetapi dari peningkatannya yang pesat dalam lima tahun terakhir sudah menunjukkan bahwa pemerintah saat ini menimbun utang. 

Untuk saat ini rata-rata waktu jatuh tempo utang RI masih cukup panjang sehingga dalam waktu dekat masih bisa bernapas. Namun dalam kondisi defisit fiskal yang besar seperti ini risiko pembalikan modal akibat risiko ketidakpastian kebijakan moneter The Fed juga turut membayangi kebijakan pembiayaan pemerintah. 

Saat inflasi di AS naik dan The Fed naikkan suku bunga, maka easy money yang selama ini terparkir di negara berkembang bisa balik kampung. Appetite pasar memburu surat utang pemerintah menjadi surut. Ini risiko yang pastinya sudah dihitung pemerintah. 

Untuk itu pendapatan harus digenjot. PPN akan dinaikkan. Namun dampaknya akan seperti apa jika PPN dinaikkan? PPN sendiri adalah pajak yang dikenakan berdasarkan transaksi. Artinya harus ada konsumsi dulu dari pelaku ekonomi agar pajak ini dapat dikenakan. 

Menariknya konsumsi terutama rumah tangga merupakan tulang punggung ekonomi. Untuk saat ini daya beli masyarakat masih lesu. peningkatan tarif PPN yang tidak tepat hanya akan membuat konsumsi makin tak bergairah. Hal ini harus diwaspadai. Apalagi jika dilihat penambahannya hanya 3% dari total anggaran pemerintah. 

Inflasi inti yang terus menurun menjadi cerminan bahwa daya beli masyarakat sendiri sedang kurang 'fit', sehingga kebijakan peningkatan PPN ini perlu dikaji lebih dalam lagi. Apabila memungkinkan untuk tidak single tariff bisa dilakukan juga untuk memilih sektor-sektor mana yang lebih cocok untuk dipungut lebih. 

(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular