Positivity Rate 4%, Malaysia Lockdown! RI yang 11% Apa Kabar?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
11 May 2021 14:15
Rapid Test Antigen dan PCR di Shelter Kalayang Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta
Foto: Antrean calon penumpang pesawat yang akan melakukan Rapid Test Antigen dan PCR di Shelter Kalayang Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta, Senin (21/12/2020). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Tahun lalu, pemerintah meminta warga untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri dengan #dirumahaja. Jangan mudik, karena pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) sedang ganas-ganasnya.

Setahun kemudian, situasi serupa masih terjadi. Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi melarang masyarakat untuk berlebaran di kampung halaman karena pandemi belum berakhir.

Akan tetapi, meski sudah dijaga cukup ketat, tetap masih ada orang-orang yang berhasil lolos dari penyaringan dan melanjutkan perjalanan ke udik. Pemerintah pun melakukan uji (test) kepada para pemudik dan hasilnya cukup mencengangkan.

"Pengetatan (larangan mudik) oleh Polri di 381 lokasi dan Operasi Ketupat. Jumlah pemudik random testing dari 6.742, konfirmasi positif 4.123 orang," ungkap Airlangga Hartarto, Menko Perekonomian yang juga Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, kemarin.

Angka itu tentu sangat mengkhawatirkan. Dari 6.742 orang yang diuji, lebih dari 61% ternyata positif mengidap virus yang awalnya mewabah di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China itu.

Perlu diingat bahwa uji itu dilakukan secara acak, hanya 'mencomot' sebagian orang, tidak semua. Jika seluruh pemudik diuji, maka sangat mungkin angka positif yang keluar bakal jauh lebih tinggi.

Halaman Selanjutnya --> Berapa Positivity Rate Indonesia?

Rasio kasus positif terhadap jumlah tes atau positivity rate adalah indikator penting untuk mengukur penyebaran virus corona. Semakin tinggi angkanya, maka virus sudah semakin luas. Atau bisa juga diartikan virus lebih mudah menular ketimbang sebelumnya.

Mengutip catatan Our World in Data, positivity rate Indonesia per 6 Mei 2021 adalah 11%. Naik dibandingkan hari sebelumnya yang sebesar 10,8%.

Akan tetapi, ada kabar baik karena positivity rate berada dalam tren turun. Dalam 14 hari terakhir, rata-rata positivity rate ada di 11,65% per hari. Sedikit lebih rendah ketimbang rerata 14 hari sebelumnya yaitu 11,72%.

Positivity rate adalah salah satu data yang akan menentukan kebijakan pemerintah dalam penanggulangan pandemi. Misalnya di Malaysia, di mana pemerintahan Perdana Menteri Muhyiddin Yassin kembali memberlakukan kebijakan karantina wilayah alias lockdown yang dalam 'kearifan lokal' disebut Movement Control Order (MCO).

Dalam MCO kal ini, pemerintah Negeri Harimau Malaya melarang masyarakat untuk melakukan perjalanan antar-kota dan antar-negara bagian. Kumpul saat Hari Raya pun tidak diperbolehkan.

Pemerintah Malaysia merasa perkembangan pandemi di negaranya sudah mencemaskan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat jumlah pasien positif corona per 10 Mei 2021 adalah 440.667 orang. Bertambah 3.733 orang dari hari sebelumnya.

Dalam 14 hari terakhir, rata-rata pasien positif bertambah 3.410 orang per hari. Melonjak dibandingkan rerata 14 hari sebelumnya yakni 2.292 orang per hari.

Bagaimana kondisi positivity rate di Malaysia? Apakah lebih tinggi ketimbang Indonesia sampai-sampai membuat pemerintah memutuskan lockdown?

Per 6 Mei 2021, Our World in Data mencatat positivity rate Malaysia adalah 4,7%. Sama seperti hari sebelumnya.

Walau lebih rendah ketimbang Indonesia, tetapi ada tendensi positivity rate di Malaysia dala tren meningkat. Dalam 14 hari terakhir, rata-rata positivity rate adalah 4,3% per hari, jauh lebih tinggi ketimbang rerata 14 hari sebelumnya yakni 3,3% per hari.

"Malaysia tengah menghadapi gelombang ketiga serangan Covid-19 yang bisa memicu krisis nasional," tegas PM Muhyiddin, sebagaimana diwartakan Reuters.

Seperti halnya di berbagai negara, yang namanya lockdown tentu berdampak hebat terhadap kegiatan ekonomi. Ramadan dan Idul Fitri di Malaysia adalah puncak konsumsi masyarakat, persis dengan di Indonesia. Namun sejak tahun lalu, semuanya berubah.

"Saya bekerja di industri makanan. Satu hari tempat saya dibuka, besoknya harus tutup," keluh Mohd Rezuan, seorang pekerja restoran di Kuala Lumpur yang kini sepi pembeli, seperti dikutip dari Reuters.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular