Harga Biodiesel Lebih Mahal, Perlukah Sampai B100?

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
05 May 2021 11:03
Laboratorium pengembangan B40 milik ESDM. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Laboratorium pengembangan B40 milik ESDM. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah terus mendorong pemanfaatan biodiesel, tidak berhenti di pencampuran Fatty Acid Methyl Esters (FAME) 30% atau dikenal dengan program B30, tapi akan berkembang menjadi B40, B50, sampai B100 yang 100% berbasis minyak sawit.

Melalui program B30 ini, kini PT Pertamina (Persero) sudah tidak lagi impor solar. Namun sayangnya, harga masih menjadi kendala dalam pengembangan biodiesel ini.

Hal tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto.

Dia mengatakan, kini Pertamina tengah melakukan uji coba green diesel (D100) atau diesel berbasis 100% minyak sawit yang diolah langsung di kilang perseroan seperti di Kilang Plaju dan Dumai.

"Pertamina uji coba D100, uji coba Kilang Plaju, Dumai dari sawit tapi kendala adalah harga," ungkapnya dalam diskusi daring, Selasa (04/05/2021).

Menurutnya, jika 100% berbasis sawit, maka harga bensin atau diesel ini nantinya bisa mencapai tiga kali lipat dari bensin atau diesel berbasis minyak mentah (fosil), yakni bisa mencapai Rp 20 ribu per liter.

"Pertamina sudah launching D100 (green diesel berbasis minyak sawit 100%) sudah uji coba, produk 100% green fuel dari sawit, avtur dan gasoline (bensin), harga Rp 19 ribu, Rp 20 ribu per liter karena skala kecil," paparnya.

Dengan lebih mahalnya harga bahan bakar berbasis minyak sawit ini, apakah perlu dikembangkan menjadi B40, B50 dan bahkan sampai B100 sebagaimana dititahkan Presiden Joko Widodo?

Djoko mengatakan, upaya mengejar B40, B50 sampai B100 terus dilakukan.

Namun menurutnya, jika tujuan utamanya adalah tidak lagi impor, maka dengan B30 saja sudah tidak lagi impor.

"Boleh saya sampaikan di sini, tapi ini bukan kebijakan pemerintah, bahwa B30 saja sudah cukup kalau tujuannya hentikan impor," ungkapnya.

Namun demikian, yang penting saat ini yaitu bagaimana mengurangi impor bensin. Bila biodiesel dengan program B30 bisa mengurangi dan bahkan menghentikan impor solar, maka pekerjaan rumah saat ini yaitu bagaimana mengurangi impor bensin.

"Lebih baik fokus stop impor BBM, sekarang pekerjaan rumah kita adalah stop impor bensin. Upayanya apa di dalam strategi, kita produksi bensin dari sawit misalnya," jelasnya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mobil Listrik Berkembang, Masih Perlukah Biofuel?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular