Berat! Ini Sederet Kendala RI Menuju B100

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
05 May 2021 10:10
Launching Bahan Bakar B 30 (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Launching Bahan Bakar B 30 (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Biodiesel menjadi salah satu upaya pemerintah dalam mendorong bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) yang ditargetkan 23% pada tahun 2025 mendatang. Saat ini pencampurannya sudah mencapai Fatty Acid Methyl Esters (FAME) 30% atau dikenal dengan program B30.

Presiden Joko Widodo bertitah agar pemanfaatan biodiesel terus dikembangkan sampai B40, B50, dan B100. Namun untuk menuju ke arah sana kendala utamanya adalah pada harga.

Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto. Menurutnya jika 100% berbasis sawit, maka harga bensin atau diesel ini nantinya bisa mencapai tiga kali lipat dari bensin atau diesel berbasis minyak mentah (fosil), yakni bisa mencapai Rp 20 ribu per liter.

"Pertamina sudah launching D100 (green diesel berbasis minyak sawit 100%) sudah uji coba, produk 100% green fuel dari sawit, avtur dan gasoline (bensin), harga Rp 19 ribu, Rp 20 ribu per liter karena skala kecil," paparnya dalam diskusi daring, Selasa (04/05/2021).

Dengan harga yang cukup tinggi ini, dia mempertanyakan apakah masyarakat akan mampu membelinya. "Apakah masyarakat mampu membeli? apakah pemerintah mampu subsidi?" tanyanya.

Dalam rangka memperbesar skala produksi dan menekan biaya, menurutnya pemerintah juga sedang bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti PT Pertamina (Persero) dengan salah satu kampus negeri, yakni Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk terus mendorong pembangunan katalis merah putih.

"Pertamina sedang bangun pabrik katalis untuk green fuel gasoline," ujarnya.

Lebih lanjut dia mengatakan dari sisi pasokan minyak sawit (CPO) sangatlah cukup. Indonesia memproduksi sekitar 46 juta ton sawit setiap tahunnya. Untuk kebutuhan BBM, dengan realisasi serapan biodiesel (FAME) sekitar 8 juta kl per tahun, maka menurutnya pasokan minyak sawit itu akan sangat cukup.

Pemerintah punya upaya dalam mendukung program ini, mengingat harga bensin dan diesel berbasis sawit ini mahal. Salah satunya yang dilakukan saat ini yaitu dengan adanya insentif atau subsidi biodiesel dari iuran ekspor CPO.

Selain itu, kini tengah dilakukan finalisasi Rancangan UU tentang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT) dan Rancangan Peraturan Presiden terkait tarif EBT.

Meski pemerintah terus berupaya mendorong pemanfaatan EBT, namun menurutnya di dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), penggunaan energi fosil tidak bisa serta merta ditinggalkan.

"Sebenarnya pemerintah sudah punya RUEN ya, di situ dituangkan energy mix ada fosil, ada batu bara, minyak, gas dan EBT," tuturnya.

Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Andriah Feby Misna mengatakan, penyerapan biodiesel atau Fatty Acid Methyl Esters (FAME) sebesar 8,4 juta kilo liter (kl) per tahun.

Dia mengatakan, saat ini grand strategi energi nasional sudah ada dan dilakukan sejumlah penyesuaian, khususnya untuk target biodiesel. Dia menyebut, ada penurunan target biofuel sekitar 15% dari Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) karena memasukkan intervensi seperti mobil listrik.

"Kenapa ini terjadi, karena kita masukkan intervensi seperti mobil listrik. Biofuel nggak hanya biodiesel, tapi juga bio-bio lainnya," jelasnya.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Masih Gak Jelas, Aprobi Pertanyakan Kapan B40 Bakal Jalan?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular