Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah daerah buka suara terkait penyebab lambatnya belanja daerah yang dananya bersumber dari Dana Alokasi Khusu (DAK) yang ditransfer oleh pemerintah pusat.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Semarang Bunyamin mengatakan bahwa lambatnya respon pemerintah daerah dalam membelanjakan anggarannya, karena daerah tidak pernah mendapati adanya petunjuk pelaksana (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) dalam penggunaan DAK.
"Kesulitan-kesulitan daerah itu cenderung kami tidak dapati juklak dan juknis penggunaan DAK secara tepat, yang bersinergis pada saat perencanaan. Sehingga kalau ini bisa diambil kebijakan yang lebih cepat akan membantu pemda," ujarnya dalam acara Musrenbangnas 2021 secara virtual, Selasa (4/5/2021).
"Terutama saat harus menindaklanjuti dengan pola pembangunan yang relatif lama termasuk proses pelaksanaannya," kata Bunyamin melanjutkan.
Hal tersebut langsung direspon oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Astera Primanto. Dia mengakui bahwa sampai saat ini aturan mengenai juklak dan juknis penggunaan DAK untuk pemerintah daerah belum rampung diselesaikan oleh kementeriannya.
Kendati demikian, kata Astera pihaknya akan terus melakukan percepatan untuk bisa memperbaharui juklak dan juknis yang tidak mengikuti perkembangan zaman. Diharapkan juknis dan juklak penggunaan DAK bisa selesai di tahun depan.
"Kalau kita lihat dari tahun ke tahun, 2018, 2019, 2020 juknis yang agak ketinggalan ini sudah semakin kecil atau sedikit. Jadi, ini merupakan progress yang luar biasa. Kami akan terus mengupayakan agar juknis semakin cepat di tahun 2022," jelas Astera dalam kesempatan yang sama.
Halaman 2>>
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah berulang kali menyinggung pemda yang hanya menyimpan dana APBD di bank. Bukan hanya Jokowi, tapi juga Menteri Keuangan Sri Mulyani hingga Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Pasalnya apabila uang daerah tersebut cepat diedarkan kepada masyarakat di daerah asal dapat membuat ekonomi Indonesia cepat pulih.
"Kita percepat belanja pemerintah terutama berbagai bentuk bantuan sosial padat karya serta mendorong belanja masyarakat," ujarnya dalam pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2021 di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (4/5/2021).
"Demand side diperbesar. Kemarin saya sudah ingatkan di akhir Maret 2021 di perbankan masih ada uang APBD provinsi dan kabupaten/kota Rp 182 triliun yang seharusnya itu segera dibelanjakan untuk perbesar sisi permintaan sisi konsumsi," jelas Jokowi.
Belanja pemerintah sangat dibutuhkan karena dunia usaha tertekan akibat Covid-19 sejak tahun lalu sehingga tidak mampu mendorong perekonomian. Sampai dengan kuartal I-2021, ekonomi Indonesia diperkirakan masih resesi. Pembalikan baru akan terjadi di kuartal II-2021.
"Ekonomi mulai pulih dan tumbuh positif di kuartal II," kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa pada kesempatan yang sama.
Sri Mulyani yang juga dalam kesempatan yang sama, menyebut bahwa dana APBD yang mengendap di bank mencapai Rp 247,5 triliun pada Oktober 2020, naik signifikan dibanding Juni 2020 yang sebesar Rp 196,2 triliun.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu bahkan mengisyaratkan uang mampet pemda berujung pada resesi ekonomi. Diketahui, pertumbuhan ekonomi Indonesia merosot tajam pada Kuartal III dan IV 2020. Tercatat, pertumbuhan ekonomi minus 3,49% di Kuartal III-2020 dan minus 2,19% di Kuartal IV-2020.
"Jadi instrumen fiskal yang seharusnya melakukan countercyclical kemudian mampet atau tidak berjalan waktu ditransfer ke APBD, karena berhenti dan kemudian terjadi lag atau dalam hal ini jeda."
"Kekuatan untuk mendorong ekonomi kembali, terutama pada kuartal III dan IV tahun lalu terlihat sangat menurun karena pemerintah daerah tidak melakukan eksekusi secepat dan se-tepat yang diharapkan," jelas Sri Mulyani.
Bahkan Mendagri Tito Karnavian meminta Sri Mulyani untuk menahan dana transfer ke daerah sampai simpanan pemerintah daerah di bank dibelanjakan.
Dana daerah tersebut, kata Tito akan ditransfer lagi ketika simpanan di bank sudah mulai berkurang. Hal ini bisa menghindari tumpukan dana dan di sisi lain masyarakat juga terbantu atas program pemerintah daerah tersebut.
"Kalau kita lihat ada yang tidak bergerak dananya, saya akan minta ke Menkeu saran kami kita gunakan transfer berbasis kinerja, kalau kinerja enggak bergerak, transfer ditahan dulu sampai dibelanjakan. Kalau kinerja enggak bergerak, transfer ditahan dulu sampai dibelanjakan, kalau sudah mendekati berkurang baru transfer," jelas Tito.