Minyak US$ 40/Barel, Migas Game Over? Begini Respons Industri

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
30 April 2021 20:06
Produksi gas WK Mahakam (Dok. Pertamina Hulu Mahakam (PHM))
Foto: Produksi gas WK Mahakam (Dok. Pertamina Hulu Mahakam (PHM))

Jakarta, CNBC Indonesia - Wood Mackenzie, lembaga konsultan energi global, sempat meramal harga minyak mentah Brent bakal jatuh ke US$ 40 per barel pada 10 tahun mendatang. Melihat proyeksi ini, perusahaan hulu minyak dan gas bumi (migas) pun ancang-ancang menyiapkan strategi.

Whisnu Bahriansyah, Corporate Secretary PT Pertamina Hulu Energi, Subholding Upstream Pertamina, mengatakan anjloknya harga minyak bisa berdampak pada sektor internal dan eksternal di tubuh Pertamina.

"Dampak internal berupa tantangan keekonomian dan budget reserves (cadangan), sedangkan dampak eksternal bergantung kepada demand (permintaan)," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (30/04/2021).

Untuk bisa menyelesaikan berbagai tantangan, baik internal dan eksternal, maka perlu dilakukan beberapa strategi, antara lain evaluasi dan memprioritaskan rencana kerja yang berdampak langsung dan tidak langsung terhadap produksi.

"Cost optimization (optimalisasi biaya) dan peningkatan sinergi antar anak perusahaan Pertamina juga harus dilakukan," tuturnya.

Sementara itu, Hilmi Panigoro, Presiden Direktur PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), mengatakan dirinya tidak sepenuhnya sependapat dengan ramalan Wood Mackenzie yang memproyeksikan harga minyak bisa anjlok ke US$ 40 per barel. Akan tetapi, dia juga tidak menampik jika proyeksi tersebut mungkin saja terjadi.

Menghadapi hal tersebut, menurutnya kunci sukses yang paling penting dari dari bisnis komoditas adalah "cost leadership". Menurutnya, "cost leadership" menjadi langkah Medco dalam menghadapi kemungkinan harga minyak yang rendah.

"Kami saat ini terus berusaha untuk mempertahankan lifting cost (ongkos lifting) di bawah US$ 10 per barrel oil equivalent (BOE). Sambil tetap menjaga Health, Safety and Environment (HSE), produktivitas dan penambahan cadangan migas," jelasnya.

Sebelumnya, pengamat energi Widhyawan Prawiraatmadja mengatakan, jika ramalan tersebut menjadi kenyataan, maka ini akan menjadi "game over" atau masa berakhirnya industri migas dunia.

Namun demikian, dia tetap optimistis bila permintaan migas pada 10 tahun mendatang masih tinggi.

"Kalau sampai terjadi seperti disampaikan sampai US$ 40 per barel, ya akan terjadi game over ya, tapi kebanyakan orang masih anggap ini nggak terjadi," tuturnya dalam webinar SKK Migas, Rabu (28/04/2021).


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Minyak Tembus US$ 60/Barel Bisa Dorong Investasi Migas

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular