
Duh, 2030 Harga Minyak Drop ke US$ 40/Barel, Migas Game Over?
![[THUMB] Harga Minyak Drop](https://awsimages.detik.net.id/visual/2020/04/21/66f2d703-9b16-4791-8862-6031cc90c168_169.jpeg?w=900&q=80)
Jakarta, CNBC Indonesia - Wood Mackenzie, lembaga konsultan energi, sempat meramal bila harga minyak mentah Brent bisa jatuh ke level US$ 40 per barel pada 2030 mendatang. Selain itu, konsumsi minyak dunia pun diperkirakan akan semakin anjlok karena orang-orang mulai beralih ke energi bersih dan berbasis energi baru terbarukan.
Lantas, apa yang terjadi pada industri migas bila 10 tahun mendatang harga minyak jatuh di kisaran US$ 40 per barel tersebut?
Menurut Widhyawan Prawiraatmadja, pengamat perminyakan dan juga mantan Gubernur OPEC dari Indonesia pada 2015, bila ramalan tersebut menjadi nyata, maka ini bisa menjadi babak akhir bagi industri migas atau "game over".
Namun demikian, dia tetap optimistis bila permintaan migas pada 10 tahun mendatang masih tinggi.
"Kalau sampai terjadi seperti disampaikan sampai US$ 40 per barel, ya akan terjadi game over ya, tapi kebanyakan orang masih anggap ini nggak terjadi," tuturnya dalam webinar SKK Migas, Rabu (28/04/2021).
Dia pun mengatakan proyeksi tersebut sudah diubah menjadi US$ 70 per barel karena adanya sentimen positif. Badan Energi Internasional (International Energy Agency/ IEA) pun menyebut jika kebutuhan minyak akan terus naik setidaknya sampai dengan 2026 mendatang, yakni hingga 106 juta barel per hari (bph).
Menurutnya, masih besarnya permintaan minyak akan berdampak pada penguatan harga hingga beberapa tahun mendatang. Meski demikian, dia menegaskan, tidak ada satu pun yang bisa memastikan berapa harga minyak ke depannya.
"Memang nggak ada yang pasti bisa memperkirakan harga, apalagi ada akselerasi transisi energi, misalnya dari kendaraan berbasis BBM ke kendaraan listrik," ujarnya.
Dia pun menilai masih banyak orang yang berpandangan bahwa minyak akan tetap menjadi komoditas penting hingga beberapa tahun ke depan dan platonya masih akan lama.
Namun demikian, imbuhnya, yang dikhawatirkan di industri ini yaitu ketika setiap produsen gas berlomba-lomba memproduksi gas secara berlebihan karena memiliki kapasitasnya.
"Yang ditakutkan sebenarnya adalah orang berlomba-lomba memproduksi gas secara berlebihan karena mempunyai kapasitas. Kalau kondisi seperti itu kemungkinan harga akan pada kondisi seperti sekarang, antara US$ 40-70 per barel, tapi US$ 50-60 per barel itu base case," jelasnya.
Sekretaris SKK Migas Taslim Z. Yunus pun mengatakan pihaknya berharap agar harga minyak terus naik di atas keekonomian. Apalagi dalam konteks Indonesia, menurutnya target produksi minyak RI sebesar 1 juta barel per hari (bph) dan gas 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) pada 2030 masih relevan dengan proyeksi kebutuhan minyak Indonesia di 2030 seperti yang diperkirakan Dewan Energi Nasional.
"Terkait dengan kebutuhan Indonesia saja dalam perkembangan pembangunan masih perlu energi yang lebih. Kita masih percaya konsumsi masih tinggi karena masih dalam tahap pembangunan," paparnya.
Sebelumnya, laporan Wood Mackenzie belum lama ini memperkirakan bahwa harga Brent akan jatuh ke US$ 40 per barel pada 2030.
Harga minyak Brent akan drop ke level tersebut jika berbagai negara di dunia memegang teguh komitmen untuk mengurangi emisi karbonnya. Hanya saja langkah tersebut cenderung sulit dan tidak dilakukan secara seragam.
Namun dalam laporan risetnya permintaan minyak akan turun tajam setidaknya mulai 2023 nanti. Permintaan akan turun dengan laju 2 juta barel per hari (bph) hingga mencapai 35 juta bph pada 2050. Angka ini setara dengan penurunan emisi karbon sebesar 60% dari level sekarang.
Konsumsi minyak mencapai rekor tertingginya yaitu 100 juta bph pada 2019 dan anjlok signifikan setahun setelahnya akibat pandemi Covid-19. Namun dengan adanya perbaikan prospek ekonomi tahun ini permintaan minyak diramal bakal rebound.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Berisiko Tinggi Alami Tumpahan Minyak dari Kegiatan Migas
