RI Mau Tiru China-AS: Sukses Lawan Covid, Ekonomi Pulih Cepat

Monica Wareza, CNBC Indonesia
29 April 2021 12:30
Kepala Bappenas Suharso Monoarfa (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menilai Indonesia harus belajar dari China dan Amerika Serikat (AS) dalam penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Penilaian itu disampaikan Suharso saat menjadi pembicara kunci dalam Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat 2021 yang berlangsung secara virtual, Kamis (29/4/2021).

"Pada 2020, kita menghadapi tantangan yang luar biasa beratnya akibat Covid-19. Pertumbuhan ekonomi kita mengalami kontraksi, pengangguran terbuka dan angka kemiskinan juga mengalami peningkatan. Saat kita belajar dari pembelajar, kita lihat ada dua negara besar, ekonomi China dan AS sebagai gambaran saja karena kedua negara ini masing-masing memberikan kontribusi terhadap GDP dunia cukup besar," katanya.

Suharso menjelaskan, China berkontribusi 16,3% terhadap perekonomian global. Saat pandemi Covid-19 baru dimulai, perekonomian China sudah tumbuh positif, tepatnya sejak kuartal II-2020.

"Ini kalau kita lihat adalah kesuksesan mereka mengendalikan virus secara tepat dan kita lihat di grafik yang flat sedemikian rupa dan berlaku selama setahun. Meskipun beberapa lembaga internasional ada yang meragukan data seperti ini karena China kurang terbuka tetapi setidaknya itu pernah disampaikan," ujar Suharso.

Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan itu menjelaskan pertumbuhan ekonomi itu dipicu output industri manufaktur yang menembus 24,4%. Kemudian ada aliran masuk dana asing (FDI) yang tumbuh positif sejak kuartal II-2020. Per kuartal I-2021, FDI yang masuk ke China tumbuh 43,7% dengan penambahan investor baru 10.263 perusahaan.



Kisah sukses China juga tak lepas dari kebijakan pemerintah yang mampu mengundang kepercayaan investor asing hingga pemanfaatan perjanjian perdagangan (bilateral, bebas, perpajakan, hingga peningkatan keterbukaan pasar China). Caranya adalah dengan mengurangi daftar negatif nasional dari 37 menjadi 30 di 2021.

Langkah lain adalah pelebaran defisit anggaran hingga 11,4% terhadap PDB di 2020. Selain itum Bank Sentral China juga menyuntikkan US$ 173 miliar ke pasar keuangan.

Sementara itu, lanjut Suharso, AS yang memberikan kontribusi terhadap PDB dunia sebesar 24,5% menerbitkan stimulus fiskal US$ 1,9 triliun sebagai kebijakan countercyclical. Nominal itu hampir dua kali lipat dari PDB Indonesia.

Menurut Suharso, kebijakan itu sangat berpengaruh terhadap pemulihan ekonomi nasional. Meskipun, lanjut dia, inflasi di AS akan merangkak naik setidaknya tahun depan.

"Dengan demikian kalau kita lihat dari pemulihan kedua negara besar ini, China dan AS, kita lihat kita juga sedikit menikmati dan ditunjukkan dengan ekspor Indonesia. Karena China dan AS adalah mitra dagang utama Indonesia dan pangsa ekspor yang besar sekitar 21,4% dan 11,9%," ujar Suharso.

"Dan pertumbuhan ekspor Indonesia ke China dan AS selama kuartal I-2021 kita liat 63% dan 15,9%. Jadi tumbuh ekspor Indonesia ke China ini sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya ekspor batu bara, produk metal dan olahannya serta CPO," lanjutnya.


(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Lagi! Ini Perusahaan Terbaru China yang Masuk Blacklist Trump

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular