Ada Skema Baru Tarif Panas Bumi, Pengusaha: Tak Menarik!

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
29 April 2021 13:10
Foto: "PLN gandeng PGE garap PLTP ulubelu lampung dan pltp lahendong sulawesi utara". Doc PLN.

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah tengah merancang skema baru tarif listrik panas bumi yang akan diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres). Namun sayangnya, usulan baru pemerintah tentang skema tarif listrik panas bumi ini sepertinya tak lantas membuat pelaku usaha atau pengembang listrik panas bumi di Tanah Air puas. Bahkan, pengembang listrik panas bumi menilai skema baru yang ditawarkan pemerintah ini masih kurang menarik.

Dalam rancangan skema baru tarif panas bumi ini, pemerintah akan menerapkan skema harga patokan tertinggi (ceiling price) yang dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama, selama 10 tahun pertama harga listrik panas bumi akan mempertimbangkan faktor lokasi dan pada tahap kedua setelah 10 tahun pertama sejak beroperasi, tarif listrik akan turun.

Menanggapi hal ini, Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Priyandaru Effendi mengatakan, parameter utama dari tarif adalah pengembalian nilai proyek yang adil, sesuai dengan risiko yang dihadapi oleh pengembang.

"Soal tarif, parameter utamanya adalah project return yang fair, sesuai dengan risiko yang diambil oleh pengembang," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (29/04/2021).

Dia menjelaskan, ada tiga skema tarif panas bumi, pertama eskalasi, lalu flat (mendatar/ tidak berubah), dan step down sebagaimana yang diusulkan oleh pemerintah saat ini.

Bagi pengembang, imbuhnya, apapun skema yang diambil, asal memenuhi keekonomian proyek, pasti akan menarik.

"Walaupun tentu saja yang paling ideal adalah skema eskalasi, yaitu kecil di depan dan besar di belakang. Ini akan menyesuaikan dengan purchasing power (daya beli) dari masyarakat," jelasnya.

Menurutnya, skema yang diusulkan pemerintah saat ini kurang menarik karena tarif di awal rendah, lalu pada tahun ke 11 pun akan diturunkan.

"Kalau skema yang diusulkan sekarang kurang menarik karena tarif di depan rendah, terus di tahun ke-11 diturunkan, sehingga jauh dari keekonomian proyek yang diharapkan oleh pengembang," tegasnya.

Sebelumnya, usulan mengenai skema tarif baru panas bumi disampaikan oleh Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Harris.

"Harga geothermal menggunakan ceiling price, harga dibagi dua tahap. 10 tahun pertama mempertimbangkan faktor lokasi," jelasnya dengan menambahkan setelah 10 tahun pertama itu tarif listriknya akan turun.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, harga patokan tertinggi pada tahap pertama atau 10 tahun pertama PLTP ini berlaku untuk semua kapasitas dengan mempertimbangkan faktor lokasi.

Faktor lokasi maksudnya mempertimbangkan tingkat kesulitan implementasi proyek berdasarkan wilayah. Selain itu, ketentuan harga pembelian tenaga listrik akan dievaluasi paling lama tiga tahun.

Adapun untuk pelaksanaan pembelian tenaga listrik, akan ada penunjukan langsung untuk ekspansi PLTP maupun kelebihan pasokan (excess power). Selain itu, penunjukan langsung berupa penugasan juga diterapkan pada pembelian tenaga listrik dari PLTP.

Adapun periode kontrak jual beli listrik bisa mencapai hingga 30 tahun dan transaksi dilakukan dalam rupiah dengan nilai tukar JISDOR.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Mau Garap Harta Karun Energi di Cianjur, Apa Itu?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular