
Mirisnya Alutsista RI yang Renta & Minimnya Dukungan Anggaran

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia berduka. Sebanyak 53 prajurit kebanggaan yang menjaga kedaulatan negara harus gugur di kapal selam yang sudah cukup lama menjaga perairan RI.
Adalah KRI Nanggala-402. Kapal selam berjuluk 'Monster Bawah Laut' ini diproduksi Howaldtswerke, Jerman sempat hilang kontak atau submiss sampai akhirnya dinyatakan tenggelam atau 'subsunk'.
Titik keberadaan kapal tersebut diketahui berdasarkan kontak bawah air yang dilakukan oleh KRI Rigel dibantu kapal milik Singapura MV Swift Rescue.
KRI Nanggala-402 ditemukan ada di kedalaman 838 meter dalam kondisi terbelah menjadi 3 bagian dan seluruh awak dinyatakan gugur.
Kapal ini dibuat pada 1977. Dan didatangkan sejak 1981 silam ke Indonesia. Selama 40 tahun lebih kapal selam berbobot 1.395 ton ini mengarungi lautan Indonesia.
![]() |
Periode 40 tahun bukanlah waktu yang sebentar. Umur dari kapal selam ini cukup tua.
Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Yudo Margono dalam sebuah konferensi persnya mengatakan KRI Nanggala, yang selesai dibangun 44 tahun silam di Jerman, masih dalam keadaan baik dan telah menerima surat kelaikan sebelum digunakan berlatih.
Yudo Margono mengatakan kapal itu sudah beberapa kali digunakan untuk menembakkan torpedo. Dan KRI Nanggala-402 disebut pernah menjalani pengecekan atau overhaul di Korea Selatan selama dua tahun, pada 2012.
Dalam artikel di BBC, Riefqi Muna, Co-founder dan peneliti dari Research and Operations on Technology & Society (ROOTS), menyebut peristiwa ini seharusnya membuat Indonesia lebih ketat dalam menggunakan alutsista yang tua.
"Dalam 10 tahun terakhir ini, ada kasus-kasus yang berkaitan dengan alutsista yang sudah tua dan berisiko kecelakaan, hilangnya prajurit TNI. Perlu ada safety rule yang strict demi kehati-hatian," kata Rieqfy.
Halaman Selanjutnya >> Alutsista, Berapa Besar Sih Anggarannya?
Menteri Pertahanan saat ini, Prabowo Subianto pada kesempatan Kamis pekan lalu sempat menyinggung soal alutsista.
"Presiden pernah memerintahkan saya 1 tahun lalu untuk bersama-sama pimpinan TNI menyusun suatu masterplan, rencana induk, yang beliau menghendaki suatu rencana induk 25 tahun yang memberi pada kita suatu totalitas kemampuan pertahanan," kata Prabowo.
Menarik memang untuk melihat seberapa serius pemerintah untuk memprioritaskan alutsista. Salah satunya melalui alokasi anggaran.
Data Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm atau SIPRI baru saja merilis anggaran pertahanan internasional pada 2020 tercatat US$ 1.981 triliun dan ternyata mengalami kenaikan 2,6% dibandingkan 2019.
Ternyata di kala pandemi negara-negara masih fokus mendorong belanja pertahanannya. Lima negara terbesar adalah Amerika Serikat, Cina, India, Rusia dan Inggris. Kelima negara mewakili sekitar 62 persen anggaran belanja militer di seluruh dunia. Terutama China mencatatkan kenaikan berturut-turut dalam 26 tahun terakhir.
"Kita bisa katakan bahwa pandemi tidak berdampak signifikan terhadap anggaran belanja pertahanan pada tahun 2020," kata Diego Lopes da Silva, peneliti di program anggaran militer dan persenjataan di SIPRI.
Amerika Serikat menjadi nomor satu dalam alokasi anggaran militernya. Negara Paman Sam tersebut merupakan negara dengan anggaran militer terbesar di dunia.
Pada 2020, AS mengalokasikan anggaran militer US$ 778 miliar, atau meningkat sebanyak 4,4% dari 2019. Ini merupakan tahun ketiga, di mana AS menambah anggaran pertahanan tahunannya, terutama di masa kepresidenan Donald Trump.
Adapun belanja pertahanan China yang terbesar kedua di dunia, diperkirakan mencapai US$ 252 miliar pada 2020 siilam. Menurut SIPRI, sejak 2011, anggaran militer China meroket sebesar 76%, sebagai bagian dari upaya Beijing memodernisasi sistem persenjataannya.
Sedikit mundur, data SIPRI pada 2019 kemarin AS masih mengalokasikan anggaran pertahanan sekitar 3,4% terhadap PDB. Sementara Arab masih yang paling besar jika dibandingkan terhadap PDB-nya yakni mencapai 8,6% PDB. Sementara India sekitar 2,7% PDB.
Halaman Selanjutnya >> Anggaran Alutsista Indonesia, 'Cuma Sekadar Syarat'
Melihat lebih jauh ke dalam APBN, belanja Kemenhan termasuk belanja kementerian yang terbesar dalam 10 tahun terakhir.
Pada 2021, Kemenhan mendapatkan alokasi pagu belanja sebesar Rp 136,99 triliun.
Namun, tidak semua untuk Alutsista. Kemenhan mengalokasikan pengadaan alutsista sebesar Rp 9,3 triliun. Kemenhan berencana melakukan modernisasi serta pemeliharaan dan perawatan alutsista untuk TNI AD sebesar Rp 2,65 triliun, TNI AL Rp 3,75 triliun, dan TNI AU Rp 1,19 triliun.
Walaupun anggarannya termasuk besar, sayangnya untuk alutsista ini Indonesia hanya mengalokasikan belanja militer 0,7% terhadap PDB. Sementara jika melihat Singapura, negara tersebut mengalokasikan 3,2% dari PDB anggaran militer.
Pengamat Militer ISESS Khairul Fahmi melihat anggaran militer Indonesia memang kurang untuk menjawab kebutuhan TNI. Sehingga agenda prioritas peremajaan alutsista yang bermacam-macam seperti kapal laut atau selam, tapi juga ada pesawat, drone juga persenjataan lainnya.
"Artinya peremajaan harus dilakukan dengan skala prioritas terukur karena anggaran terbatas. Sementara antara dari anggaran kementerian pertahanan Rp 136 triliun itu tidak semua digunakan untuk membeli persenjataan, 50% anggarannya digunakan untuk kebutuhan di luar persenjataan," kata Khairul.
Belum lagi dengan permasalahan orientasi kebijakan, dalam arti sinkronisasi pembelian dan integrasi. Khairul mencontohkan tiap pergantian pemerintahan agenda pembelian senjata juga berbeda.
"Intinya pembelian harus jelas jangan tidak berkesinambungan antara era (pemerintah), road map yang disusun harus jelas dan tidak diubah ubah berdasarkan kepentingan," jelasnya.
Halaman Selanjutnya >> Geber Terus Upaya Memenuhi Minimum Esential Force
CNN Indonesia menulis, upaya modernisasi alutsista sebenarnya sudah dipetakan melalui Minimum Essential Force (MEF) atau Kebutuhan Pokok Minimum yang dicanangkan pemerintah sejak 2007.
MEF dibagi ke beberapa tahap dengan jenjang waktu lima tahun. Tahap I dimulai pada 2010-2014, tahap II 2015-2019, dan tahap III 2020-2024. Harapannya MEF sudah dipenuhi 100 persen pada 2024.
Namun, Pusat Kajian Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mendapati capaian MEF tahap II masih mandek. Seharusnya, pada 2019 MEF sudah mencapai target 75,54 persen. Realitasnya, MEF yang dipenuhi baru 63,19 persen.
Progres pemenuhan target MEF sepanjang tahap II bisa dibilang minim. Pada 2014, MEF berada pada 54,97 persen. Artinya, dalam kurun waktu lima tahun pemenuhan alutsista hanya meningkat 8,22 persen.
DPR mendapati capaian MEF paling rendah di TNI Angkatan Udara. Pemenuhan alutsista di TNI AU hanya 45,19 persen. Sementara TNI Angkatan Darat 78,82 persen, dan TNI Angkatan Laut 67,57 persen.
Analisis DPR pada 2020 juga mencatat sebelum MEF, TNI AU memiliki 211 pesawat, 17 radal dan 20 penangkis serangan udara (PSU). Hingga MEF tahap II rampung, penambahan alutsista di TNI AU hanya 56 pesawat, 3 radar dan 4 PSU. Ini jauh dari realisasi yang dilakukan TNI AD dan TNI AL.
Masih mengutip dokumen yang sama, dengan jumlah penduduk sekitar 262,7 juta, Indonesia memiliki 400 ribu personel militer dan 400 ribu personel cadangan. Sementara, anggaran pertahanan yang dikerahkan rata-rata mencapai US$7.600 juta atau Rp110,4 triliun per tahun.
Anggaran pertahanan Indonesia kalah jauh dari Singapura yang hanya berpenduduk 5,9 juta jiwa, namun memiliki 72.500 personel militer aktif, 312.500 personel cadangan, dan anggaran militer US$11.200 juta atau Rp162,7 triliun.
Sudah anggarannya terbatas, mayoritas anggaran pertahanan di Indonesia dipakai untuk belanja pegawai. Contohnya pada 2020, Indonesia menganggarkan Rp127,35 triliun untuk bidang pertahanan.
Anggaran sebesar itu 41,6 persennya dipakai untuk belanja pegawai, 32,9 persen untuk belanja barang, dan 25,4 persen untuk belanja modal. Sementara, anggaran untuk program modernisasi alutsista dialokasikan khusus sebesar Rp10,86 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat mengatakan pembelian alutsista yang belakangan digeber Prabowo Subianto belakangan ini dinilai sebagai salah satu hal yang penting.
Menurut Sri Mulyani pembelian alutsista yang menghabiskan dana cukup besar ini merupakan salah satu hal penting yang dilakukan dan telah diperhitungkan secara matang.
Dia mengatakan seluruh pembelanjaan yang dilakukan oleh kementerian dan lembaga pemerintahan terus diperhatikan agar tidak ada penyelewengan dalam penggunaannya. Perhatian ini jadi prioritas agar tidak bocor, tidak dikorupsi, tepat sasaran dan tepat kualitas.
Sri Mulyani pernah bilang anggaran yang diplot untuk kementerian Pertahanan (kemhan) tahun ini sebetulnya cukup besar. Mencapai Rp 137,3 triliun. "Kedua terbesar," ucapnya, 29 September 2020 lalu.
Sebagaimana kementerian lain, akibat Covid-19, kemhan juga terkena imbas refocusing anggaran. Sri Mulyani menyunatnya lagi sebesar Rp 6,28 triliun dari pagu anggaran Rp 137,3 triliun.
Juru Bicara Menteri Pertahanan, Dahnil Anzar Simanjuntak mengakui, secara akumulatif, anggaran yang diplot untuk Kemhan memang lebih besar dari kementerian lain. Namun, asal tahu saja, duit sebanyak itu ternyata masih harus dibagi lagi untuk 5 unit Organisasi (UP) yakni Kemhan, Mabes TNI, Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan udara.
"Jadi dari total anggaran 2021 kurang lebih 136 Triliun itu terbagi ke 5 unit organisasi tersebut. Lebih dari 44 persennya sudah digunakan untuk belanja rutin prajurit dan pegawai," kata Dahnil kepada CNBC Indonesia.
Ia melanjutkan, persentase untuk belanja alutsista sendiri dari jumlah tersebut sebesar kurang lebih 10 persen.
Segitulah uang yang ada untuk modernisasi alutsista.
Kejadian KRI Nanggala menjadi hal yang sangat serius jika bicara soal alutsista dan MEF. Jika pemerintah ingin serius, minimal MEF ini haruslah dipenuhi.
(dru)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rafale dan Ambisi Jokowi - Prabowo Geber Alutsista RI