Internasional

Biden Sebut Pembantaian Armenia 1915 Genosida, Ini Faktanya

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
25 April 2021 21:40
Demo Warga Armenia terhadap gencatna Senjata
Foto: Demo terhadap kesepakatan untuk menghentikan pertempuran atas wilayah Nagorno-Karabakh, di Lapangan Kebebasan di Yerevan, Armenia, Rabu, 11 November 2020. (AP / Dmitri Lovetsky)

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden menyatakan bahwa pembantaian orang Armenia di Kekaisaran Ottoman (Kekaisaran Utsmaniyah), pada 1915 lalu sebagai genosida. Hal ini disampaikan pada Sabtu (24/4/2021), memenuhi janji kampanye yang sempat diungkapkannya saat Pilpres AS, melawan pesaingnya dulu, Donald Trump.

"Setiap tahun pada hari ini, kami mengingat kehidupan semua orang yang meninggal dalam genosida Armenia era Ottoman dan berkomitmen kembali untuk mencegah kekejaman seperti itu terjadi lagi," kata Biden.

Pernyataan ini cukup mengejutkan, mengingat presiden AS sebelumnya seperti Barack Obama dan Donald Trump, menolak frase genosida karena dinilai akan merusak hubungan diplomasi Amerika dengan Turki.

Merespons pernyataan Biden, Kementerian luar negeri Turki memanggil Duta Besar AS David Satterfield untuk menyatakan ketidaksenangannya, sebab pernyataan Biden itu dinilai telah menyebabkan 'luka dalam hubungan yang sulit diperbaiki'.

Mengutip Reuters, berikut fakta yang perlu diketahui mengenai pembantaian Armenia pada April 1915.

Pertama, disebutkan bahwa pada tahun 1894-1896 puluhan ribu orang Armenia yang memeluk Kristen dan tinggal di Anatolia Timur yang sekarang menjadi Turki Timur, dibantai oleh Kekaisaran Ottoman, terutama etnis Kurdi.

Sementara, pada 1896, ribuan lainnya juga dilaporkan tewas di Konstantinopel, sekarang menjadi Istanbul usai tentara Armenia berusaha merebut wilayah yang dikuasai Ottoman.

Kemudian, saat Perang Dunia I, Kekaisaran Ottoman melawan pasukan Rusia di Anatolia timur, sehingga kondisi itu membuat banyak orang Armenia membentuk kelompok partisan untuk membantu tentara Rusia yang menyerang Ottoman.

Puncaknya, pada 24 April 1915, Kekaisaran Ottoman menangkap satu persatu warga Armenia dan membunuh mereka dalam pembersihan etnis.

Lalu pada Mei 1915, komandan Ottoman memulai deportasi massal orang-orang Armenia dari Anatolia timur. Ribuan orang yang diusir dari wilayahnya pergi ke wilayah selatan menuju Suriah dan Mesopotamia.

Saat itu, saksi hidup orang Armenia mengatakan sekitar 1,5 juta orang tewas dalam pembantaian itu atau meninggal akibat kelaparan dan kelelahan di padang pasir.

NEXT: Turki Membantah

Pemerintah Turki pun membantah pernyataan Biden secara sepihak ini.

Adapun Republik Turki yang dideklarasikan di Ankara pada tahun 1923 setelah kekaisaran Ottoman runtuh. Republik Turki juga kerap membantah adanya "usaha sistematis" untuk memusnahkan orang-orang Armenia pada pembantaian massal 1915 silam itu.

Mereka menyatakan, bahwa ribuan orang Turki dan Armenia tewas dalam peperangan antaretnis ketika kekaisaran Ottoman mulai runtuh.

Republik Turki juga menyebut jutaan jiwa melayang itu imbas peperangan dalam invasi Rusia selama Perang Dunia I. Turki dan Armenia memutuskan untuk mengubur sejarah permusuhan kelam dengan menandatangani perjanjian damai atau ratifikasi pada tahun 2019.

Isi perjanjian itu juga menyerukan pembentukan komisi ahli internasional untuk mempelajari pembantaian tahun 1915, yang menurut Armenia harus dinyatakan sebagai genosida.

Akhirnya kedua setuju untuk menjalin hubungan diplomatik dan membuka perbatasan negara mereka, serta bersedia tunduk pada persetujuan parlemen dari kesepakatan itu.

Namun tak berselang lama, otoritas di kota Yerevan dan Ankara saling menuduh satu sama lain telah menyunting perjanjian itu, sehingga dalam enam bulan ratifikasi itu ditangguhkan.

Selanjutnya pada 2018, Armenia membatalkan ratifikasi itu usai Turki diketahui mendukung Azerbaijan dalam sengketa di wilayah Nagorno-Karabakh.

Respons Negara Lain

Beberapa negara telah resmi menyatakan bahwa pembantaian di Armenia pada 1915 merupakan sebuah tindakan genosida. Pengakuan dari lintas negara itu menjadikan kemenangan besar bagi Armenia dan diasporanya yang ekstensif.

Presiden Prancis Emmanuel Macron dan majelis rendah parlemen Italia secara resmi menyatakan pada 2019 bahwa peristiwa pembantaian jutaan orang itu merupakan genosida. Macron memutuskan bahwa 24 April harus menjadi hari peringatan tahunan pembantaian Armenia.

Pada tahun yang sama, pada momen Kongres AS beberapa pihak mengeluarkan resolusi yang mengatakan bahwa negeri Paman Sam itu harus memperingati pembunuhan itu sebagai genosida.

Dalam catatan sejarah versi umum disebutkan bahwa pembantaian Armenia adalah pemusnahan oleh Kekaisaran Utsmaniyah terhadap penduduk minoritas Armenia di di kawasan yang kini menjadi Republik Turki, pada 24 April 1915.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular