
Drama Pipa Cisem Belum Usai, Kini ESDM-BPH Migas Beda Arah

Jakarta, CNBC Indonesia - Proyek Pipa Transmisi Gas Ruas Cirebon-Semarang telah mangkrak selama 15 tahun. Sejak dilelang pada 2006 dan ditunjuk pemenang lelang kepada PT Rekayasa Industri (Rekind), namun sayangnya hingga kini proyek pipa ini tak kunjung ada bentuknya karena belum ada kemajuan sama sekali.
Bahkan ujungnya, Rekind yang seharusnya membangun pipa ini malah menyatakan mundur dari proyek ini pada Oktober 2020 lalu.
Setelah Rekind menyatakan mundur pun masih ada isu lain yang menyebabkan proyek ini masih terlantar. Badan Pengatur Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menginginkan agar proyek ini jatuh kepada pemenang kedua saat lelang dilakukan pada 2006 lalu, yakni PT Bakrie and Brothers Tbk (BNBR).
Namun nyatanya, harapan BPH Migas itu dipupuskan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam surat keputusannya yang ditujukan kepada BPH Migas pada 1 April 2021 yakni surat Nomor T-133/MG.04/MEM.M/2021 menyatakan bahwa "Sesuai Pasal 3 dan Pasal 4 PP No. 36 Tahun 2004 bahwasannya untuk membangun pipa gas bumi ruas transmisi Cirebon-Semarang dilaksanakan dengan skema APBN."
Merespons Surat Keputusan Menteri ESDM tersebut, Kepala BPH Migas M. Fanshurullah Asa pun angkat suara. Dia menegaskan, Peraturan Presiden (Perpres) No.79 tahun 2020 telah menyebutkan bahwa pengerjaan proyek ini tidak dengan dana APBN.
"Sampai hari ini BPH Migas belum mencabut keputusan Kepala BPH Migas yang setara dengan lembaga negara karena wewenang pengusahaan gas bumi di BPH Migas," ungkapnya saat ditemui di sela-sela acara 'Public Hearing Penetapan Tarif Gas Bumi', Kamis (22/04/2021).
Bahkan dia menyebut pihaknya akan mengirimkan surat secara langsung kepada Presiden Joko Widodo terkait keberlanjutan proyek pipa ini. Menurutnya, ini merupakan keputusan bersama hasil sidang Komite BPH Migas.
"Sidang Komite sudah sampaikan akan buat langsung surat kepada Presiden. Kita nggak akan jawab surat Menteri ESDM karena BPH Migas bertanggung jawab kepada Presiden," ungkapnya saat ditemui di sela-sela acara 'Public Hearing Penetapan Tarif Gas Bumi', Kamis (22/04/2021).
Setelah melaporkan ke Presiden, menurutnya apapun keputusan dari Presiden, BPH Migas akan siap melaksanakannya.
"Kami akan lapor kepada Presiden, apapun keputusan Presiden 1.000% kita tunduk dan patuh," tegasnya.
Meski demikian, dia menegaskan, jika PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) sebagai pemenang lelang kedua adalah keputusan kolektif komite mengacu kepada peraturan.
Dia mengatakan, BNBR sudah mengajukan performance bond sekitar US$ 1 juta lebih atau setara dengan Rp 14,5 miliar. Dan uang jaminan ini, imbuhnya, sudah diterima BPH Migas pada 15 April lalu.
"BNBR sudah mengajukan pembayaran kepada BPH Migas performance bond 1 juta dolar sekian, setara Rp 14,5 miliar, sudah masuk ke BPH Migas 15 April," ungkapnya.
Selain itu, imbuhnya, berdasarkan Peraturan Presiden No.79 tahun 2020 tentang Proyek Strategis Nasional, proyek pendanaan Pipa Cisem bukan berasal dari APBN maupun BUMN, melainkan swasta.
"Di dalam Perpres No 79 tahun 2020 tentang proyek strategis nasional, di sana jelas di dalam Perpres itu Pipa Cisem itu alokasi penggunaan anggaran bukan APBN bukan BUMN tapi dana swasta," tegasnya.
Terlepas dari perbedaan arah pandangan antara internal lembaga pemerintah, proyek pipa transmisi Cirebon-Semarang ini tentunya sangat dinanti oleh warga, utamanya warga Jawa Tengah.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pun sempat mengeluhkan sulitnya memperoleh akses gas untuk industri di wilayahnya, padahal pasokan gas dan pasar melimpah. Namun sayangnya, ketiadaan pipa, terutama pipa transmisi ini membuat daerah sulit mendapatkan akses gas.
Padahal, lanjutnya, Jateng diapit oleh dua ruas pipa transmisi yakni Pipa Cirebon-Semarang dan Pipa Gresik-Semarang. Pipa Gresem ini sudah dibangun PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), namun sampai kini Pipa Cisem belum juga terbangun.
Keluhan Ganjar amat lah wajar. Bagaimana tidak, direncanakan dibangun sejak 2006, namun nyatanya hingga kini proyek pipa transmisi ini sama sekali belum berwujud.
Berdasarkan Rencana Induk tahun 2006, BPH Migas telah melelang ruas transmisi yang salah satunya adalah ruas Cirebon-Semarang. PT Rekayasa Industri (Rekind) ditetapkan sebagai pemenang lelang berdasarkan SK Kepala BPH Migas nomor 035/Kpts/PL/BPH Migas/Kom/III/2006 tanggal 21 Maret 2006 dengan spesifikasi penawaran lelang adalah diameter 28", panjang 255 km, kapasitas desain 350-500 juta kaki kubik per hari (MMSCFD).
Biaya angkut (toll fee) ditetapkan BPH Migas sebesar US$ 0,36 per MMBTU pada 2006. Namun, PT Rekind menyatakan sudah tidak layaknya biaya angkut tersebut untuk diterapkan saat ini, maka perusahaan menyatakan mundur dari proyek ini.
"Karena keekonomiannya sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini. Harga toll fee US$ 0,36 per MMBTU yang kami tawarkan di tahun 2006, 14 tahun lalu, sudah sangat tidak feasible untuk dijalankan," tutur SVP Corporate Secretary & Legal Rekind Edy Sutrisman kepada CNBC Indonesia pada Rabu (14/10/2020).
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Beda Pendapat dengan ESDM, BPH Migas Ngadu ke Jokowi Soal Ini
