
Pengusaha Teriak Tak Dapat Harga Gas Murah Jokowi, Kok Bisa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyebutkan bahwa belum semua industri menikmati harga gas US$ 6 per MMBTU seperti yang telah diinstruksikan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Hal tersebut diungkapkan Wakomtap Industri Hulu dan Petrokimia Kadin Indonesia Achmad Widjaja. Achmad pun menuturkan bahwa Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita telah menerima laporan dari PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) bahwa PGN sulit mendapatkan suplai gas untuk disalurkan ke industri.
Padahal, Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2020 Tentang Penetapan Harga Gas Bumi sudah mengamanatkan bahwa tujuh sektor industri harus mendapat harga gas paling tinggi US$ 6 per MMBTU. Harga tersebut merupakan harga di titik serah pengguna gas bumi (plant gate).
Tujuh sektor industri tersebut adalah industri pupuk, industri petrokimia, industri oleochemical, industri baja, industri keramik, industri kaca, serta industri sarung tangan karet.
"Tujuh industri itu ternyata dibuatkan Kepmen ESDM No. 89 tahun 2020 dan Permen ESDM No. 8 tahun 2020. Di perjalanan, kenapa si Permen Kepmen tersebut mewajibkan PT-PT, masa Kepmen, Keputusan Menteri cantumin industri, PT A B C D, itu nggak jadi kewajiban," tutur Achamd kepada CNBC Indonesia, Kamis (22/4/21).
Dalam Kepmen ESDM No. 89 tahun 2020 Tentang Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu Di Bidang Industri, memang menyebutkan nama-nama perusahaan yang berhak mendapatkan harga gas maksimal US$ 6 per MMBTU. Artinya, perusahaan yang di luar daftar tersebut, maka perusahaan itu tidak bisa menikmati harga gas US$ 6 per MMBTU tersebut.
Padahal, imbuhnya, di Perpes 121 tahun 2020 sudah jelas menyebut bahwa industri di tujuh sektor harus kebagian harga gas murah.
Usut punya usut, lanjutnya, nama yang mendapat harga gas maksimal US$ 6 per MMBTU tersebut merupakan rekomendasi dari Asosiasi di setiap sektor. Ketika Asosiasi tidak mencantumkan rekomendasi beberapa nama perusahaan akibat satu dan lain hal, misalnya saja seperti tidak membayar iuran anggota, maka hak perusahaan tersebut yang bahkan sudah dijamin oleh Perpres bakal hilang.
Namun, keputusan pemberian harga maksimal US$ 6 per MMBTU untuk gas industri ada di tangan pemerintah, utamanya di Kementerian ESDM yang mengeluarkan aturan. Sayang, tidak adanya koordinasi yang jelas, sehingga saat Kepmen tersebut keluar, menurutnya banyak industri tidak mendapatkan haknya.
"Akhirnya banyak yang ketinggalan. Presiden kan kasih tujuh sektor industri itu kan semua, nggak pilih kasih, nggak tebang pilih. Kok pakai data Asosiasi? Boleh pegang data Asosiasi, tapi keputusannya harus semua industri yang mendapat. Kenapa nggak pegang datanya PGN (Perusahaan Gas Negara)? sebagai pelanggan, kan semua industri sudah tercatat," tuturnya.
Menurutnya, PGN seharusnya menggunakan nama-nama dari data pelanggannya sebagai acuan. Dengan cara ini, maka tidak ada perusahaan atau pabrik yang terlewat untuk mendapatkan haknya. Apalagi, lanjutnya, sudah ada arahan yang jelas dari Presiden.
"Sebagai pembantu Presiden wajib mengikuti arahan Presiden, kok ini malah ada industri yang dapat, ada yang nggak dapat, dunia usaha kecewa," lanjutnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jos! 13 Industri Baru Bakal Dapat Gas Murah 6 Dolar Per MMBTU