Pak Jokowi Dengerin Teriakan Pengusaha Mal, Hidupnya Kritis!

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
22 April 2021 10:40
Ilustrasi Mal Pondok Indah. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Mal Pondok Indah. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemilik mal mengeluhkan tingkat kunjungan mal yang sepi, hingga sudah kehabisan akal untuk bertahan di masa pandemi. Mau tidak mau efisiensi dilakukan untuk menyambung nafas supaya tetap bisa memberikan layanan.

Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Perbelanjaan Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja mengakui dari tahun lalu memang tidak ada jalan lain untuk pusat belanja melakukan efisiensi. Dia tidak menampik efisiensi sudah dilakukan, dan memangkas berbagai lini operasi.

"Efisiensi sudah dilakukan satu tahun lebih tidak ada lagi yang bisa dilakukan. Penghematan maksimal juga sebesar 30% , kondisi ini menyulitkan, daya beli juga masih lesu," katanya kepada CNBC Indonesia, Rabu (21/4/2021).

Belum lagi pusat belanja juga harus memberikan keringanan kepada penyewa tenant, yang menyebabkan pendapatan menipis. Melihat penyewa tenan juga kewalahan untuk membayar uang sewa karena turunya omset.

"Karena harus dibantu dari sewa maupun service charge, kondisi ini akan berlangsung hingga akhir tahun nanti," jelasnya.

Alphonzus menjelaskan efisiensi itu ada batasnya. Tidak semua pos pengeluaran bisa dipangkas seperti karyawan tidak bisa dikurangkan karena masih harus melakukan pelayanan, lalu gaji juga belum tentu semua dikurangi.

Tapi pemilahan juga efisiensi dilakukan secara skala prioritas. Menurut Alphonzus aspek safety dan hygiene saat ini menjadi prioritas untuk dilakukan.

"Walaupun ada juga pusat belanja yang punya dana cadangan banyak jadi bisa melakukan pekerjaan normal, tapi yang menipis harus melakukan efisiensi," jelasnya

Hal ini pula yang menyebabkan banyak mal yang terlihat kusam. Menurut Alphonzus aspek keindahan itu bukan prioritas, dan hal ini masuk dalam aspek yang ditunda oleh pengelola mal.

"Banyak pengelola yang menunda pekerjaan tersebut, keindahan dan pengembangan ditunda karena harus prioritas ke safety dan hygiene, makanya mal terlihat kusam. Mungkin yang harusnya di cat 1 - 2 tahun sekali kini jadi ditunda," katanya.

Alphonzus menjelaskan tingkat kunjungan mal juga masih dibawah 50%, walaupun lebih baik dibanding awal 2020 yang hanya 20%. Imbas dari pelonggaran pembatasan mobilitas masyarakat melalui PPKM Mikro.

Secara garis besar sepanjang tahun masih diprediksi masih berat, akibat dari vaksinasi masyarakat yang baru dimulai pada kuartal 3 atau 4 nanti karena ada penundaan pengiriman. "Ini semua tergantung dari tingkat vaksinasi masyarakat umum, kalau tidak belum akan normal," katanya.

Walaupun pada momen lebaran ini diprediksi bisa naik 30%-40% tingkat kunjungan mal atau dua kali lipat dari lebaran tahun lalu. Karena adanya larangan mudik sehingga masyarakat perkotaan mengisi hari libur dengan mengunjungi mal.

Alphonzus, membenarkan kalau banyak toko yang tutup dari tahun lalu hingga sekarang. Dari catatan APPBI, tingkat okupansi hanya 60%-70% secara rata - rata nasional di tahun ini.

"Dari tahun 2020 tingkat okupansi keterisian mal oleh tenan turun 10%- 20%, kondisi ini berlanjut di tahun ini. hingga sekarang tenan hanya mengisi 60% - 70%. Penyewa banyak yang menunda atau membatalkan usaha baru karena memilih menunggu situasi ekonomi, sehingga investasi saat ini belum jelas," jelasnya.

Alphonzus menjelaskan penutupan ritel juga karena akumulasi buruknya kinerja dari tahun sebelum pandemi yang menguras daya tahan pelaku usaha. Akhirnya memutuskan untuk menutup sementara atau selamanya. Seperti yang terjadi di beberapa gerai supermarket hingga gerai pakaian.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular