
PO Bus Berdarah-Darah, Napas Terakhir Sebelum Mudik Dilarang!

Jakarta, CNBC Indonesia - Para perusahaan Otobus (PO) akan menaikkan harga jual tiket bus akan akan melonjak sebelum tanggal pelarangan mudik 6 - 17 Mei 2021. Rencananya kenaikan tarif dari 20% hingga 50%.
Ketua Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) Kurnia Lesani Adnan mengatakan kenaikan harga tiket ini pada dasarnya dilakukan setiap tahun menjelang lebaran yang sudah seizin dari pemerintah. Namun karena sekarang mudik lebaran dilarangm operator bus tetap menaikkan tarif untuk menutup biaya operasional, sebelum 6 Mei 2021.
"Kenaikan tarif umum pada saat H-7 atau H+7 lebaran, tapi karena ada penyetopan operasi 6 - 17 Mei 2021 kenaikan itu kita geser ke depan. Karena untuk pelayanan non ekonomi dilepas ke pasar," katanya kepada CNBC Indonesia, Senin (19/4/2021).
Kurnia mengatakan tidak ada 'ledakan' penumpang yang signifikan pada momen mudik lebaran kali ini, paling tidak naik 60%-70% dari angka penumpang masa pandemi.
Ia memprediksi pada periode 30 April-5 Mei yang menjadi puncak tertinggi arus penumpang, makanya butuh menaikkan harga tarif untuk menutup biaya operasional.
Saat ini pengusaha bus masih dalam kondisi bertahan karena pandemi. Secara cash flow masih macet bahkan sudah ada beberapa angkutan bus yang mengalami kebangkrutan. Kurnia menjelaskan angkutan pariwisata dan bus Antar kota Antar Provinsi yang paling berdampak.
"Load factor turun mencapai 40% masa pandemi" kata Kurnia.
Ketua Organda Adrianto Djokosoetono juga mengakui akan ada peningkatan tarif tiket bus. Hal ini guna memberi kesempatan operator memberi layanan sebelum lebaran dan menutup dua minggu larangan beroperasi.
"Menutup biaya operasional, sifatnya memang kalau angkutan lebaran ini one way, bus tidak bisa langsung balik karena permintaan tidak ada. Selain itu kenaikan tarif juga untuk menutup kebijakan THR," kata Adrianto kepada CNBC Indonesia, Senin (19/4/2021).
Adrianto mengatakan pada dasarnya larangan mudik ini tidak cukup untuk bertahan bagi operator bus. Makanya masih dibutuhkan insentif bantuan langsung seperti kemudahan kredit dengan bunga murah dan paket bantuan langsung tunai untuk karyawan perusahaan angkutan darat.
"Sampai saat ini belum ada insentif untuk industri angkutan darat yang berdampak langsung," kata Adrianto.
Dia menjelaskan angkutan pariwisata belum beroperasi, menuju kebangkrutan. Sementara angkutan kota termasuk taksi juga hanya 50% yang beroperasi.
"Dampak paling parah terjadi pada pelaku usaha angkutan charter pariwisata, mendekati nol pendapatannya. AKAP juga ada yang di bawah 10%," katanya.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bisnis Transportasi Masih 'Berdarah-Darah', Pengusaha Teriak!