Simak! Korban PHK Bisa Dapat 'Gaji' Sampai 6 Bulan Lewat JKP

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
08 April 2021 10:24
Ilusttrasi Uang
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Berlakunya UU No. 11 tahun 2020 tentang cipta kerja menelurkan salah satu aturan baru, soal jaminan kehilangan pekerjaan (JKP). Dengan adanya JKP, pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dapat jaminan bantuan setelah PHK. Pekerja masih mendapat 'gaji' maksimal selama 6 bulan setelah kena PHK.

Hal ini tertuang dalam PP No. 37 tahun 2021 tentang penyelenggaraan program JKP yang berlaku 3 Februari 2021 lalu. Pembayaran 'gaji' ini bersumber dari sebagian pemerintah dan uang pekerja sendiri dengan skema iuran.

Seperti apa bantuannya?

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, saat rapat kerja dengan Komisi IX di DPR RI Rabu (7/4/2021), menjelaskan soal manfaat yang diterima oleh pekerja yang tergabung dalam kepersertaan JKP saat kena PHK, yaitu:

1. Uang Tunai
- 45% dari upah untuk 3 bulan pertama
- 25% dari upah untuk 3 bulan berikutnya
- bantuan uang tunai paling lama 6 bulan

2. Akses informasi pasar kerja
- layanan informasi pasar kerja dan atau bimbingan jambatan
- dilakukan oleh pengantar kerja atau petugas antarkerja

3. Pelatihan Kerja
- pelatihan berbasis kompetensi
- dilakukan melalui lembaga pelatihan kerja milik pemerintah, swasta atau perusahaan

Namun untuk mendapatkan manfaat itu, pekerja harus ikut serta dalam JKP yang termasuk salah satu layanan BP Jamsostek. Bagaimana sumber iurannya?

Pada pasal 2 PP 37 tahun 2021 diatur bawah pengusaha wajib mengikutsertakan pekerja sebagai peserta JKP. Selain itu, syarat untuk menjadi peserta adalah sudah diikutsertakan pada program JKN (jaminan kesehatan), JKK (jaminan kematian), JHT (jaminan hari tua), dan JKM (jaminan kematian).

Salah satu yang krusial dari PP ini adalah soal iuran, yang diatur pada pasal 11 ayat 1, bahwa iuran wajib dibayarkan setiap bulan.

"Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 0,46% dari upah bulanan" jelas ayat 2 pasal 11.



Namun, dari kewajiban iuran sebesar 0,46% dari upah, sebagian ditanggung pemerintah melalui APBN dan sebagian lagi oleh iuran dari jaminan lain yang dibayarkan oleh pekerja yaitu adanya pemotongan atau rekomposisi dari iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM).

Beban yang ditanggung pemerintah sebesar 0,22%, sedangkan sisanya dipotong atau rekomposisi dari JKK sebesar 0,14% dan iuran JKM direkomposisi sebesar 0,10% dari upah sebulan.

Sebagai catatan, selain JKP tentunya mekanisme pesangon tetap berlaku dari perusahaan, yang diatur dalam PP No 35 tahun 2021, bisa klik di sini.

Nilainya insentif dalam program JKP akan dibagi menjadi dua besaran, yakni untuk tiga bulan pertama maupun tiga bulan terakhir.

"Uang tunai 45% dari upah untuk 3 bulan pertama, 25% dari upah untuk 3 bulan berikutnya, dan ini diberikan paling lama 6 bulan," kata Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah.

Namun, ada berbagai syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan insentif dari program ini, di antaranya korban PHK harus merupakan Warga Negara Indonesia (WNI) yang telah diikutsertakan dalam program jaminan sosial yang sudah ada.

Untuk perusahaan yang tergolong usaha besar dan usaha menengah maka karyawannya harus mengikuti program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun dan Jaminan Kematian (JKM).

"Sementara untuk usaha kecil dan mikro diberikan kepada karyawan yang diikutsertakan sekurang-kurangnya pada program Jaminan Kesehatan Nasional, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun dan Jaminan Kematian," jelas Ida.

Bukan hanya itu, usia juga menjadi salah satu persyaratan. Korban PHK yang berhak mendapat insentif harus yang belum genap berusia 54 tahun.

"Belum berusia 54 tahun. Mempunyai hubungan kerja dengan pengusaha baik kapasitasnya itu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) maupun Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)," imbuhnya.

Sifat PHK juga menjadi salah satu perhatian. Korban PHK yang menerima bantuan harus sesuai dengan UU Cipta kerja pasal 154A UU No.11 tahun 2020. Jika alasannya karena cacat total tetap, pensiun, meninggal dunia hingga mengundurkan diri tidak masuk ke dalamnya. Selain itu, korban PHK tadi memiliki keinginan untuk bekerja kembali.

"Termasuk pekerja yang memiliki masa iuran paling sedikit 12 bulan dalam 24 bulan, membayar iuran 6 bulan berturut-turut sebelum terjadi PHK," tandasnya.

Untuk upah, program JKP memasang ketentuan batas atas upah sebesar Rp 5 juta. Artinya, bila ada korban PHK yang bergaji di atas itu, nominal dana JKP yang didapatnya cuma bisa mengikuti formula uang tunai dengan batasan gaji maksimal Rp 5 juta.

Dari ketentuan batas atas upah itu, maka pencairan tahap pertama sebesar 45 persen dari upah untuk tiga bulan pertama akan mencapai Rp 2,25 juta. Sementara untuk pencairan tahap kedua sebesar 25 persen untuk tiga bulan berikutnya akan berkisar Rp 1,25 juta, sehingga bila ditotal mencapai Rp 3,5 juta.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular