Rusia Kecam Sanksi Negara Barat Hingga Jepang Soal Myanmar!

Tommy Sorongan, CNBC Indonesia
06 April 2021 16:17
A tourist boat passes the Kremlin in Moscow, Russia, Friday, July 10, 2020, with the Grand Kremlin Palace, center, the Ivan the Great Bell Tower, center right, and Vodovzvodnaya Tower, center left in the background. The first Russian monument to become part of UNESCO world heritage 30 years ago, Moscow’s Kremlin Museums struggle to finance restoration works amid coronavirus outbreak and move freeze most of the projects until the next year. Previously the most visited sight in Russia’s capital, with almost 3 million visitors in 2019, Kremlin Museums have seen almost ten-fold decrease of tourists. (AP Photo/Pavel Golovkin)
Foto: Grand Kremlin Palace, Rusia (AP Photo/Pavel Golovkin)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rusia mengatakan pada Selasa (6/4/2021) bahwa pihaknya menentang sanksi yang diterapkan negara-negara Barat, Jepang, dan organisasi internasional lainnya terhadap junta militer di Myanmar. Moskow memperingatkan bahwa tindakan hukuman dapat memicu perang saudara skala besar di negara itu.

"Jalan menuju ancaman dan tekanan termasuk penggunaan sanksi terhadap pemerintah Myanmar saat ini tidak memiliki masa depan dan sangat berbahaya," ucap juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia sebagaimana dikutip AFP.

Kebijakan semacam itu akan mendorong orang Burma menuju konflik sipil yang parah.

Rusia sendiri telah berusaha untuk mengembangkan hubungan dengan junta militer dan Wakil Menteri Pertahanan Rusia Alexander Fomin bergabung dalam parade tahunan bulan lalu yang memamerkan kehebatan militer Myanmar.

Ketika rezim mengadakan parade untuk Hari Angkatan Bersenjata pada 27 Maret lalu, lebih dari seratus orang terbunuh oleh aksi militer Myanmar.

Pada parade tersebut, Rusia memamerkan peralatannya termasuk tank T-72, jet tempur MiG-29, dan helikopter Mi-24.

Kekuatan internasional telah berusaha untuk menambah tekanan pada militer dengan mencapai kepentingan bisnisnya yang luas, termasuk perdagangan giok dan ruby yang juga menjadi tulang punggung ekonomi negara itu.

Namun sejauh ini baik sanksi maupun seruan untuk menahan diri tidak menunjukkan tanda-tanda keberhasilan untuk menahan junta.

Minggu lalu Dewan Keamanan PBB dengan suara bulat "menyatakan keprihatinan yang mendalam atas situasi yang memburuk dengan cepat."

Myanmar berada dalam kekacauan sejak kudeta 1 Februari menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dan menggagalkan eksperimen negara itu dengan demokrasi.

Menurut kelompok pemantau lokal, lebih dari 550 orang telah tewas dalam kerusuhan anti kudeta.

Keadaan diperparah dengan pernyataan beberapa milisi etnis bersenjata di negara itu yang siap berperang melawan junta yang dianggap telah sewenang-wenang membunuh warga sipil yang menginginkan demokrasi di negara itu. Hal ini memunculkan kekhawatiran bahwa perang saudara sebentar lagi akan terjadi.


(dru)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rusia Bela Myanmar dari Ancaman Sanksi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular