
Rentetan Insiden Penerbangan, Awas RI Bisa Kena Blokir Lagi!

Jakarta, CNBC Indonesia - Di awal tahun 2021 ini Indonesia cukup mencatatkan banyak insiden dan kecelakaan pesawat. Ada kekhawatiran penerbangan dari maskapai Indonesia kembali diblokir oleh Uni Eropa seperti yang terjadi di 2007 - 2016 lalu.
Pengamat Transportasi dan Kebijakan Publik, Agus Pambagio menilai rentetan kecelakaan maupun insiden pesawat 2020-2021 belakangan ini berpotensi penerbangan Indonesia kembali diblokir oleh Uni Eropa.
"Banyak accident dan insiden selama 2020 hingga sekarang. Penerbangan Indonesia dapat kembali di-ban oleh Uni Eropa dan Amerika Serikat seperti 2007 - 2016," jelasnya dalam unggahan Instagram, dikutip Senin, (5/4/2021) saat merespons tertabraknya moncong pesawat Batik Air dengan bus di Bandara Soetta pekan lalu.
Pengamat Penerbangan Arista Indonesia Aviation Center (AIAC) Arista Atmadjati mengatakan Indonesia belum akan di-banned dari kejadian minor. Terhitung baru kecelakaan besar yang terjadi yakni Sriwijaya SJ 182 pada Januari lalu hingga memakan korban jiwa.
"Dibanding kecelakaan major Indonesia masih kecil secara statistik hitunganya kalau frekuensi terbang tiap hari mencapai 2.000 penerbangan setiap hari dikali setahun, itu kita masih drop 50%," kata Arista kepada CNBC Indonesia, Selasa (6/4/2021).
Namun, Arista belum bisa memastikan apa maskpai banyak yang memotong biaya Maintenance, Repair, & Overhoul (MRO), yang jelas dari sisi keuangan banyak menorehkan rapor minus dari tahun 2020. Akibat minimnya mobilitas masyarakat.
"Jadi apakah dia memotong biaya perawatan saya tidak berani memastikan, tapi logika kalau duitnya minus. Itu domain dari inspektor dari perhubungan melakukan cek secara rutin. Titip pesan ini ke inspektor perhubungan gimana selama pandemik, pengecekanya," jelas Arista.
Arista menanggapi banyaknya kecelakaan pesawat saat ini masih berkaitan dengan perawatan pesawat. Apalagi dimasa pandemi ini maskapai harus tetap menjaga kualitas keamanan dengan perawatan pesawat yang sesuai protokol.
"Pandemi sudah satu tahun, artinya memang duit maskapai masih berdarah, ini fakta di lapangan yang belum diumumkan, ini hanya logika artinya biaya maintenance tergerus apa tidak itu pertanyaan besar?," jelas Arista.
"Misalkan seperti Sriwijaya itu sempat diparkirkan selama 9 bulan, nggak terbang, artinya bagaimana penyimpanan pesawat. Itu harus tertutup di hangar kalau terlalu lama ada partikel debu yang masuk mempengaruhi daya dorong mesin," lanjutnya
Masalahnya Indonesia jumlah hangar di Indonesia Masih sedikit. Banyak pesawat yang hanya diparkirkan lama dan tidak terbang di apron dan menurut Arista itu cukup beresiko.
Makanya perlu dilakukan penguatan dalam pengawasan pesawat. Seperti penambahan inspektor atau auditor, Arista menambahkan saat ini jumlah auditor yang melakukan audit safety masih kurang jumlahnya.
Menilik laman International Civil Aviation Organization (ICAO) atau organisasi penerbangan sipil international data rata kecelakaan pesawat komersial kian membaik tiga tahun terakhir, yang ditunjukkan pola menurun dari grafik, di bawah rata-rata kecelakaan dunia.
Data kecelakaan pesawat komersial menunjukkan paling tinggi terjadi di di 2010 dimana terdapat 10 kecelakaan, lalu mulai menurun hingga pada 2016 kembali naik dengan enam kecelakaan, lalu berangsur baik hingga 2020. Tapi tingkat kematian paling tinggi dari kecelakaan pesawat komersial terjadi pada 2018 lalu dengan 189 kematian lalu di 2021 terdapat 62 kematian dari ke
Tapi dari penelusuran CNBC Indonesia, setelah kecelakaan Sriwijaya Air SJ - 182 Jakarta - Pontianak lalu, ada beberapa insiden pesawat yang terjadi. walaupun tidak memakan korban jiwa.
Mulai dari 17 Februari lalu Garuda Indonesia GA 642 mengalami rusak mesin saat terbang dari Makassar menuju Gorontalo. Sehingga pesawat itu harus kembali ke Bandara Makassar return to base (RTB).
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 'Kiamat' Kursi Pesawat Nyata, Maskapai Siapkan Skenario Ini