Mas Nadiem Mau Buka Sekolah Tatap Muka, Waspada Risiko Ini!

Lynda Hasibuan, CNBC Indonesia
02 April 2021 09:17
Mendikbud Nadiem Makarim (Tangkapan Layar Youtube Cerdas Berkarakter Kemdikbud RI)
Foto: Mendikbud Nadiem Makarim (Tangkapan Layar Youtube Cerdas Berkarakter Kemdikbud RI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim dikabarkan akan kembali membuka sekolah tatap muka di masa pandemi Covid-19. Pembelajaran tatap muka di sekolah ditargetkan pada Juli 2021 di mana vaksinasi guru dan tenaga pendidik telah selesai pada akhir Juni 2021.

Terkait hal ini, pendiri Lapor Covid-19 Irma Hutabarat menilai argumen Nadiem Makarim yang membandingkan Indonesia dengan negara-negara di Asia terkait pembukaan sekolah tidak masuk akal.

Irma mengatakan kebijakan pembukaan sekolah di Indonesia tidak bisa disamakan dengan negara lain yang memiliki jumlah kasus Covid-19 lebih sedikit dan mitigasi penanggulangan wabah yang dinilai lebih baik.

"Seharusnya mas menterinya ditanya. Negara-negara lain tingkat penularannya gimana mas menteri? Kalau kita lihat di Asia Tenggara, Indonesia ranking satu dalam hal kasus," tuturnya, dilansir CNNIndonesia.com, dikutip Jumat (2/4).

Pernyataan Irma itu sesuai dengan catatan Center For Strategic & International Studies (CSIS), organisasi riset nonprofit global asal Amerika Serikat.

Mengutip situs resmi CSIS, Indonesia berada pada urutan pertama dengan kasus covid-19 terbanyak di Asia Tenggara. Hingga hari ini, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mencatat kasus corona di Indonesia mencapai 1.517.854 kasus.

Indonesia juga menempati urutan pertama dengan kasus meninggal karena Covid-19 terbanyak. Kasus meninggal di Indonesia saat ini mencapai 41.054 orang.

Jika dibandingkan dengan negara di Asia Pasifik, Indonesia menempati jumlah kasus terbanyak kedua setelah India berdasarkan catatan Statista, perusahaan asal Jerman yang bergerak di bidang data.

Dengan laju kasus yang lebih rendah dan mitigasi yang dinilai membuahkan hasil, maka Irma menganggap wajar negara-negara lain mulai membuka sekolah. Namun menurutnya bukan berarti Indonesia harus mengekor.

"Ini logikanya enggak masuk akal. Public health surveillance lemah, sekolah mau dibuka. Lalu dibandingkan dengan negara-negara lain yang memiliki public health surveillance sangat kuat," tuturnya.

Irma berpendapat kebijakan pembukaan sekolah ini dilakukan terburu-buru. Ia menilai seharusnya sebelum sekolah dibuka, pemerintah memastikan dulu mitigasi dan pengendalian kasus Covid-19 sudah baik.

Menurutnya, vaksinasi tidak bisa dijadikan satu-satunya antisipasi penularan virus. Penerapan protokol kesehatan pun, kata dia, tidak bisa dijamin bisa diterapkan dengan ketat di dalam dan luar lingkungan sekolah.

"Gimana kemudian sekolah menjamin siswa, guru dan semua staf kependidikan berangkat dari lingkungan yang minim penularan? Bagaimana cara memastikan mereka di luar lingkungan sekolah taat protokol kesehatan?," tuturnya.

Irma menyebut DKI Jakarta sebagai salah satu contoh. Beberapa hari lalu, ia mengaku mendapat undangan dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta untuk membahas pembukaan sekolah. Diketahui, DKI tengah mempersiapkan uji coba pembelajaran tatap muka terbatas.

Sementara, lanjut Irma, laju kasus di DKI Jakarta belum terkendali. Tingkat positivity rate di DKI dalam sepekan terakhir mencapai 11,1%. WHO menetapkan pandemi baru bisa dinilai terkendali jika tingkat positivity rate di bawah 5%.

Kondisi seperti ini, menurut Irma, seharusnya dijadikan pertimbangan. Ia mengatakan langkah utama yang seyogyanya dilakukan pemerintah sebelum membuka sekolah ada mengendalikan kasus sembari mendorong vaksinasi.

"Daerah di mana guru, murid, semua staf sekolah tinggal itu harus dipastikan terkendali dulu. Setidaknya itu," tambah Irma.

Sebelumnya, pemerintah melalui SKB 4 Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19 mewajibkan sekolah mulai melakukan pembelajaran tatap muka setelah vaksinasi guru dan tenaga kependidikan.

Mendikbud Nadiem Makarim mengatakan kebijakan itu diambil karena sekolah yang berani melakukan tatap muka sejauh ini masih sedikit, yakni hanya 22 persen dari keseluruhan jumlah sekolah. Dia membandingkan dengan negara Asia Pasifik lain yang sudah membuka sekolah.

"Dari semua 23 negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik, 85 persen dari semua negara tersebut sudah buka sekolahnya. Kita tertinggal, kita dalam 15 persen," kata dia, Kamis (18/3).


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Reshuffle Kabinet: Jadi Tokoh Ini yang Bakal Gantikan Nadiem?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular