
Intip Realisasi APBN Terkini! Apakah Mengkhawatirkan?

Saat dunia usaha dan rumah tangga tidak bisa diandalkan untuk menggerakkan ekonomi, pemerintah yang harus berada di tengah panggung. Pemerintah melalui anggaran negara harus menjadi lokomotif, garda terdepan dalam menumbuhkan ekonomi.
Dengan sumber daya yang ada, pemerintah wajib memberikan berbagai dukungan ke dunia usaha dan rumah tangga. Apakah itu keringanan pajak, bantuan sosial, dan sebagainya.
Kapasitas anggaran negara memang besar. Namun bukan berarti tidak ada batasnya.
Apalagi ekonomi yang lesu berarti setoran pajak pun begitu. Sebab, setoran pajak adalah cerminan dari aktivitas ekonomi. Pajak dibayarkan kala terjadi tambahan penghasilan (Pajak Penghasilan/PPh) atau transaksi (Pajak Pertambahan Nilai/PPN). Saat ekonomi menciut, otomatis penerimaan pajak juga mengkerut.
Namun pemerintah wajib, kudu, harus memberikan stimulus agar rakyat bisa tetap bertahan hidup. Tanpa modal dari setoran pajak yang memadai, mau tidak mau anggaran negara harus berpaling ke utang sebagai sumber pembiayaan.
Untuk kasus Indonesia, mohon maaf, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kini benar-benar bergantung kepada utang. Per Februari 2021, total penerimaan negara adalah Rp 219,2 triliun. Sementara pembiayaan utang mencapai Rp 273 triliun. Utang kini lebih besar ketimbang pajak.
![]() |
Oleh karena itu, masalah belum selesai bahkan saat pandemi berhasil dienyahkan. Negara-negara di dunia, termasuk Indonesia, akan menghadapi tantangan baru yaitu gunungan utang.
Pada 2020, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 39,36%. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan rasio ini akan membengkak menjadi 41,83% pada 2021. Pada 2025, angkanya diperkirakan sebesar 43,07%.
Halaman Selanjutnya --> Jangan Pinjam dari Luar Negeri, Bahaya!
(aji/aji)