Internasional

Cerita Lengkap Biden Sebut Putin Pembunuh hingga Reaksi Rusia

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
18 March 2021 11:38
Presiden terpilih Joe Biden. (AP/Evan Vucci)
Foto: Presiden terpilih Joe Biden. (AP/Evan Vucci)

Jakarta, CNBC Indonesia - Hubungan antara Amerika Serikat (AS) dan Rusia kembali memanas. Komentar Presiden AS Joe Biden yang mengiyakan Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai pembunuh menjadi soal.

Pernyataan itu dilontarkannya pada sebuah wawancara dengan ABC News, yang tayang Rabu (17/3/2021). Wartawan waktu itu menanyakan mengenai laporan terbaru intelijen AS bahwa Putin mencampuri pemilihan presiden AS 2020 lalu.

"Putin akan membayar harga atas gangguan tersebut," ujarnya dalam perbincangan tersebut, dikutip Yahoo News, dari Bloomberg, Kamis (18/3/2021).

"Saya mengenal Anda (Putin) dan Anda mengenal saya. Jika saya memastikan ini (campur tangan dalam pemilu) terjadi, maka bersiaplah."

Ia pun mengiyakan saat sang pembawa acara, Chief Anchor ABC George Stephanopoulos, bertanya apakah menurutnya Putin adalah "pembunuh". Putin sebelumnya dituding Barat terkait upaya meracuni Alexei Navalny, politisi anti-Kremlin.

"Ya," katanya tanpa menjelaskan lebih detil.

Halaman 2>>>

Sebelumnya laporan yang berjudul "Ancaman Asing terhadap Pemilu Federal AS 2020" diirilis Dewan Intelijen Nasional AS (DNI). Dalam laporan itu, Putin dikatakan memegang peranan dalam hal membuat disinformasi untuk menjatuhkan Biden dan memenangkan Donald Trump.

Dikutip CNBC International, laporan itu secara khusus mengatakan bahwa Putin "mengatur lingkup kegiatan" Adriy Derkach. Ia seorang legislator Ukraina yang memainkan peran penting dalam kegiatan pengaruh pemilu terkait Rusia.

Derkach memiliki hubungan dengan intelijen Rusia. Ia diketahui telah bertemu dengan Rudy Giuliani, pengacara pribadi Trump, yang selama berbulan-bulan melontarkan tuduhan aktivitas ilegal Biden dan putranya Hunter Biden.

Putin memang sejak lama dikabarkan terlibat dalam pemenangan Trump. Sebagian pihak menilai presiden yang juga mantan anggota intelijen itu merasa Trump tidak pernah mengacak-acak Rusia pada saat kepemimpinannya dan lebih mengarahkan fokus AS pada China.

Halaman 3>>>

Biden memang tiidak menjelaskan detil, mengapa ia mengiyakan saat pembawa acara ABC meminta ketegasannya soal apakah Putin seorang 'pembunuh'. Namun, ini dikaitkan dengan percobaan pembunuhan seorang kritikus Kremlin, Alexei Navalny.

Navalny dilarikan kerumah sakit pada 20 Agustus 2020, dalam perjalanan dari Tomsk ke Moskow. Pada saat itu rumah sakit Rusia mengataka bahwa ada sesuatu yang dicampurkan kedalam minuman yang ia konsumsi.

Selang empat hari kemudian, Navalvy dievakuasi ke Jerman untuk perawatan lebih lanjut. Pada bulan September 2020, pemerintah Jerman mengatakan bahwa pembangkang Rusia berusia 44 tahun itu diracuni dengan "agen saraf kimiawi".

Hal tersebut menggambarkan laporan toksikologi sebagai "bukti tegas" bahwa ada keterlibatan Rusia dalam perstiwa itu. Sebab, racun itu merupakan jenis dari Novichok yang pernah dikembangkan oleh Uni Soviet.

Melihat temuan itu, Washington menyatakan bahwa mereka sangat prihatin dengan kapasitas pemerintah Rusia yang mampu melakukan hal-hal semacam itu. Pejabat AS di era Biden menyampaikan kekhawatiran.

"Itu tetap mengejutkan saya, betapa prihatin, dan mungkin bahkan takut, pemerintah Rusia tampaknya satu orang, Tuan Navalny," kata Menteri Luar Negeri (Menlu) Anthony Blinken kepada wartawan dalam sebuah jumpa pers.

"Secara keseluruhan, seperti yang dikatakan presiden, kami meninjau semua tindakan ini yang menjadi perhatian mendalam bagi kami apakah itu perlakuan terhadap Tuan Navalny dan khususnya penggunaan senjata kimia dalam upaya untuk membunuhnya," tambah diplomat tertinggi negara itu.

Navalny sendiri ditangkap pada awal 17 Januari lalu setelah kembali ke Moskow dari Jerman. Otoritas Rusia telah mengeluarkan surat perintah penangkapan Navalny, mengklaim bahwa dia telah melanggar persyaratan hukuman tiga setengah tahun yang ditangguhkan yang ia terima pada tahun 2014 karena tuduhan penggelapan.

Penangkapannya ini disambut oleh demo besar-besaran oleh beberapa pihak masyarakat di Rusia. Tercatat ada lima ribu orang diamankan pada saat mereka berdemonstrasi didepan tempat Navalny ditahan.

Halaman 4>>

Melihat hal ini, Rusia pun meradang. Presiden Rusia Vladimir Putin memanggil pulang duta besar Rusia untuk AS guna berkonsultasi pada Rabu (17/3/2021).

Pernyataan Biden bisa mendorong krisis diplomatik besar pertama untuk masa setelah era Trump. Meski Rusia menanggapi dengan memanggil pulang utusannya, tetapi Kremlin menekankan bahwa mereka ingin mencegah "kerusakan" dalam hubungan.

"Duta Besar Rusia di Washington, Anatoly Antonov, telah diundang untuk datang ke Moskow untuk konsultasi yang dilakukan dengan tujuan menganalisis apa yang harus dilakukan dan ke mana harus pergi dalam konteks hubungan dengan Amerika Serikat," kata kementerian luar negeri Rusia sebagaimana dikutip AFP.

"Tanggung jawab atas penurunan lebih lanjut hubungan Rusia-Amerika sepenuhnya ada pada Amerika Serikat," kata Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov.

Halaman 5>>>

Sementara itu, di saat bersamaan dengan wawancara Biden, Gedung Putih akan memberlakukan sanksi bagi Rusia. Ini berupa pengetatan pembatasan ekspor sebagai hukuman atas keracunan Navalny.

Ekspor yang diperketat khusunya teknologi persenjataan dan aviasi. Sanksi-sanksi tambahan juga mungkin akan diberikan lagi.

"Departemen berkomitmen untuk mencegah Rusia mengakses teknologi sensitif AS yang mungkin dialihkan ke aktivitas senjata kimianya yang berbahaya," kata Gedung Putih.

"Penggunaan senjata kimia Kremlin untuk membungkam lawan politik dan mengintimidasi orang lain menunjukkan ketidakpedulian yang mencolok terhadap norma-norma internasional," tulis Menteri Keuangan Janet Yellen dalam sebuah pernyataan.

"Kami bergabung dengan Uni Eropa dalam mengutuk keracunan Alexei Navalny serta penangkapan dan pemenjaraannya oleh pemerintah Rusia," tambahnya.

Menteri Luar Negeri Antony Blinken menulis dalam pernyataan terpisah bahwa sanksi tersebut akan "mengirimkan sinyal yang jelas" ke Rusia bahwa penggunaan senjata kimia dan pelanggaran hak asasi manusia membawa konsekuensi yang berat.

"Setiap penggunaan senjata kimia tidak dapat diterima dan melanggar norma internasional," tulis Blinken.



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular