Jakarta, CNBC Indonesia - Junta militer Myanmar, memberlakukan darurat militer di dua kota padat penduduk di Myanmar. Ini terjadi pasca demonstrasi paling mematikan terjadi, di mana 39 orang tewas karena aksi represif aparat.
Media yang dikelola pemerintah mengumumkan bahwa Hlaingthaya di Yangon dan kota tetangga Shwepyitha akan ditempatkan di bawah darurat militer. Wilayah itu menjadi pusat industri di negeri Burma, di mana sejumlah investasi China berada.
"Junta memberikan kekuasaan administratif dan peradilan darurat militer kepada komandan regional Yangon ... untuk melakukan keamanan, menjaga aturan hukum dan ketenangan dengan lebih efektif," kata seorang penyiar di TV yang dikelola pemerintah dikutip dari AFP, Senin (15/3/2021).
Tentara dan polisi dalam beberapa pekan terakhir melakukan tindakan keras ke demonstran. Bukan hanya gas air mata, peluru karet dan tajam ditembakkan untuk memadamkan protes.
Di Hlaingthaya, pendemo juga bentrok dengan aparat, Minggu. Demo makin panas saat pabrik-pabrik China dibakar di pusat kota.
Tak hanya darurat militer, junta juga mematikan data seluler Myanmar secara nasional. Dikutip dari sejumlah media di Twitter, konektivitas internet melalui data seluler telah dipadamkan secara nasional.
Halaman 2>>>
Data seluler di Myanmar, diputus Senin siang waktu setempat. Masyarakat tidak dapat berkomunikasi dan berselancar di internet pada siang hari, meski masih biisa menggunakan WiFi.
"Terlepas dari pemulihan konektivitas internet yang dapat diamati di Myanmar, analisis jaringan seluler mengungkapkan bahwa jaringan seluler tetap dinonaktifkan secara nasional," tulis NetBlocks, yang melacak gangguan Internet, melalui Twitter.
"Sumber informasi Sebagian besar pengguna mengandalkan ponsel untuk pekerjaan sehari-hari, dan saat melakukan protes."
May Wong, koresponden senior media Channel News Asia, yang berada di Myanmar juga menuliskan hal yang sama.
"Saya diberitahu banyak daerah di Yangon, Myanmar tidak dapat mengakses data melalui layanan seluler," tulisnya melalui akun @MayWongCNA.
"Layar yang berbeda menunjukkan berbagai Telco dengan sinyal rendah atau tanpa sinyal. Banyak yang bergantung pada WiFi rumah sekarang. Selama protes, banyak yang telah menayangkan video langsung kekerasan dari lapangan #WhatsHappeningInMyanmar."
Salah satu warganet Myanmar di Twitter membenarkan hal ini. Melalui akun @EmilyThida, dikatakan akibat diputusnya data seluler, masyarakat di daerah pedesaan kehilangan koneksi ke dunia luar.
"Internet seluler sekarang terputus untuk waktu yang tidak terbatas. Kebanyakan orang di daerah pedesaan sekarang kehilangan koneksi karena kebanyakan dari mereka tidak memiliki FTTH (WiFi). Kami membutuhkan lebih banyak media di luar sana karena mereka tidak dapat menyiarkan lagi #WhatsHappeningInMyanmar #Mar15Coup," tulisnya.
Laporan NetBlocks sebelumnya menuliskan internet di Myanmar telah dihentikan selama 29 malam berturut-turut, tepat satu bulan setelah militer memperkenalkan siklus pemadaman internet setiap malam.
Pada Minggu (14/3/2021), data jaringan menunjukkan konektivitas runtuh hingga 13% dari level biasa sejak pukul 1 pagi. Namun, konektivitas internet kembali pulih pada Senin pukul 06.30 pagi waktu setempat.
Pemulihan internet kali ini juga lebih cepat, dengan durasi pemadaman 5,5 jam. Menurut NetBlocks, pemulihan internet biasanya dimulai dari pukul 09.00 pagi.