
Pembebasan Bea Masuk Batam, Industri Baja Minta Diawasi Ketat

Jakarta, CNBC Indonesia - Guru Besar Hukum Internasional UI Rektor Universitas Jenderal A Yani, Hikmahanto Juwana memiliki tanda tanya besar terkait dengan pembebasan bea masuk yang justru dikecualikan di kawasan ekonomi khusus (KEK) tepatnya di Batam, Kepulauan Riau.
"Kenapa ini dikecualikan kalau di kawasan KEK atau dalam hal ini penyelenggaraan kawasan perdagangan bebas. Kenapa pemerintah melakukan itu?," ujarnya beberapa waktu lalu.
Menurutnya, KEK adalah pelabuhan bebas yang masih termasuk wilayah NKRI. Namun, dari sisi perpajakan ada hal-hal yang berbeda. Di Batam misalnya, dari segi pengelolaan tanah berbeda dengan wilayah lain. Idenya perpajakan berbeda mengundang investor datang dan memanfaatkan KEK atau pelabuhan khusus.
"Yang jadi persoalan, ketika melihat PP yang baru nomor 40," ujarnya.
Hal tersebut diantaranya terkait dengan bea masuk. Selanjutnya dia juga menyoroti PP 41/2021 yang juga membahas pembebasan bea masuk. Pasal tersebut digarisbawahi terkait konteks WTO, yang membahas bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan atau pembalasan dalam rangka trade remedies.
"Trade remedies merupakan kewenangan suatu Negara dan apabila ada pelaku usaha dari negara lain yang melakukan perdagangan curang, itulah yang disebut dumping," jelasnya.
Bicara mengenai bea masuk antidumping, imbalan, tindakan pengamanan atau pembalasan dalam trade remedies, kewenangan atau hak negara ada pelaku usaha dari negara lain, awalnya pelaku usaha dari suatu negara masuk ke negara yang dituju dengan harga murah. Alasannya supaya di negara dituju konsumen akan membeli barang yang murah ini.
"Bagus, tapi yang diinginkan oleh mereka yang menjual secara murah yakni ingin mematikan industri dalam negeri. Ini unfair trade," tegasnya.
Direktur Eksekutif The Indonesian Iron & Steel Industry Association (IISIA), Widodo Setiadarmadji juga angkat bicara. IISIA melihat adanya permasalahan yang dihadapi industri baja khususnya terkait dengan Penerbitan PP No. 41 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja.
Impor baja khususnya produk pelat yang membanjiri Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Kawasan Bebas) Batam terjadi akibat pembebasan bea masuk, di mana di dalamnya termasuk bea masuk antidumping (BMAD), bea masuk imbalan (BMI), bea masuk pengamanan perdagangan (BMTP) dan bea masuk pembalasan.
"Sejak 2015, impor di Kawasan Bebas Batam terus naik, hal ini yang menjadi kekhawatiran rekan-rekan industri baja di Indonesia, terutama produsen baja untuk galangan kapal. Diberlakukannya PP No. 41 Tahun 2021 pada Februari 2021 berpotensi menambah porsi impor di Batam," jelas Widodo.
Pemerintah telah mengenakan BMAD terhadap pelat baja asal Tiongkok, Singapura, dan Ukraina sejak 2012 (diperpanjang 3 kali hingga berlaku sampai 2024), namun pengenaan BMAD ini tidak dapat dikenakan di Kawasan Bebas Batam karena terbentur dengan PP No. 10 Tahun 2012 yang kemudian diperbarui dengan PP No. 41 Tahun 2021.
Data dari BPS menyebutkan bahwa dari tahun 2015, impor pelat baja di Batam mengalami kenaikan seiring dengan meningkatnya permintaan kebutuhan baja di Batam dari 107.000 ton di 2015 menjadi 400.000 ton di 2019.
Porsi produk baja domestik hanya mampu mengisi 96.000 ton di 2019 di mana selebihnya 76% baja impor menguasai pangsa pasar Batam dengan total 304.000 ton dari total keseluruhan kebutuhan baja. "Sementara dari jumlah baja yang diimpor di 2019, 68%-nya merupakan baja yang berasal dari negara yang melakukan dumping," lanjut Widodo.
Widodo mengatakan, dumping adalah praktik yang tidak diperbolehkan oleh hukum dagang internasional. Masuknya baja impor ke Kawasan Bebas Batam harus tetap diawasi agar tidak keluar produknya untuk kembali dijual di wilayah Indonesia.
Pengendalian importasi produk baja dapat dilakukan dengan tidak memberikan rekomendasi / Pertek untuk produk besi baja yang bisa diproduksi oleh produsen dalam negeri. Pemeritah juga wajib meningkatkan pengawasan dan pemeriksaan barang impor khususnya produk baja impor paduan dari Tiongkok. Semoga pemerintah kembali mengkaji peraturan PP no 41 tahun 2021 sebagai bentuk keberpihakan kepada industri baja nasional.
(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article PP Ciptaker Jadi Stimulus Bagi Industri Baja Nasional
