
Negara Lain Sudah Mulai Inflasi, RI Malah Terancam Deflasi!

Sebenarnya jika berbicara soal likuiditas di perekonomian cenderung berlimpah. Dalam laporan Tinjauan Kebijakan Moneter Bank Indonesia, pertumbuhan besaran moneter M1 dan M2 pada Desember 2020 tetap tinggi, yaitu sebesar 18,5% (yoy) dan 12,4% (yoy).
Pasokan uang beredar dalam arti luas (M2) terhadap output perekonomian akhir tahun lalu mencapai 44,7% PDB, jauh lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya yang hanya 38,8% PDB saja. Selain karena adanya kontraksi pada output perekonomian injeksi likuiditas lewat stimulus juga memiliki peranan.
Bahkan rasio tersebut jauh lebih tinggi dibanding proporsi M2 dalam hampir 20 tahun terakhir yang hanya 40% PDB. Namun di saat yang sama kecepatan uang berpindah tangan (money velocity) justru mengalami penurunan.
Rasio money velocity 2020 hanya sebesar 2,24 kali. Tahun sebelumnya bahkan mencapai 2,58 kali. Sementara rata-ratanya sejak 2002 adalah sebesar 2,47 kali. Artinya roda ekonomi memang belum berputar seperti sebelum pandemi.
Masyarakat yang memiliki akses terhadap layanan keuangan cenderung menabung dan menahan diri dalam berbelanja. Sementara fungsi intermediasi perbankan juga melambat. Hal ini tercermin dari penyaluran kredit yang ikut melambat. Akhirnya uang tadi mengendap di rekening bank.
Sebenarnya bank juga tidak bisa agresif dalam menyalurkan kredit mengingat permintaannya pun terganggu. Masyarakat maupun pelaku usaha masih menunggu suku bunga untuk terus turun dan berbagai insentif lain serta perbaikan kondisi yang nyata sebelum belanja atau berekspansi.
Melihat angka pengangguran dan kemiskinan yang tinggi dengan mobilitas yang masih terbatas kemungkinan besar inflasi masih akan tetap rendah. Kalaupun berada di sasaran target BI ada di zona bawah yaitu di angka 2%.
Namun ada hal yang perlu diwaspadai. Kenaikan harga minyak mentah berpotensi menyebabkan fenomena imported inflation di Indonesia yang notabene sebagai net oil importer.
Harga minyak sudah melesat lebih dari 30% sepanjang tahun ini. Bahkan harga minyak sudah pulih dari inflasi. Harga minyak mentah Brent kini sudah berada di US$ 70/barel.
Kenaikan harga minyak akan memicu inflasi di Indonesia jika suatu kondisi terpenuhi. Kondisi yang paling utama adalah membaiknya mobilitas sehingga kebutuhan bahan bakar akan kembali terdongkrak.
Apabila program vaksinasi mampu meningkatkan optimisme masyarakat sehingga mobilitas terpantau naik, impor minyak dan turunannya akan kembali naik. Kenaikan harga akan membuat biaya impor ikut naik. Neraca dagang bisa tekor, transaksi berjalan kembali bocor dan rupiah pun bisa longsor.
Mengingat minyak adalah input utama bagi berbagai aktivitas perekonomian, harga barang-barang berpotensi naik. Namun ingat, ini terjadi jika vaksinasi benar-benar bisa membuat mobilitas kembali bangkit. Selama itu belum terjadi, inflasi kemungkinan masih akan rendah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]