
Membayangkan Tanpa Barang Impor, Seperti Apa Ekonomi RI?

Sepanjang pandemi Covid-19, Fithra mengatakan surplus perdagangan menyentuh US$ 21,74 miliar, tertinggi sejak tahun 2012. Surplus terjadi bukan hanya karena mandeknya impor selama pandemi, tapi kata Fithra juga ditolong oleh naiknya kinerja ekspor.
Menurut Fithra aktivitas impor juga bukan merupakan hal yang paling mengkhawatirkan sepanjang tahun 2020.
"Pantauan mesin Artificial Intelligence kami dari puluhan juta data poin, juga menunjukkan bahwa impor bukan merupakan hal yang paling mengkhawatirkan sepanjang tahun 2020, dan tampaknya posisi perdagangan internasional sepanjang tahun 2021 juga masih akan melaju dengan tren yang cukup baik," tuturnya.
Terhitung ada 37 kasus hambatan perdagangan yang berasal dari 14 negara terhadap produk-produk ekspor Indonesia selama pandemi. Ketika ditakuti dan dihambat, menurut Fithra Indonesia sudah berada pada jalur yang tepat.
Fithra memandang, benci asing yang dilontarkan oleh Presiden Jokowi adalah bentuk ekspresi kegelisahan. Namun, saat ini keadaan sudah bergerak ke wilayah yang lebih positif. Jika terlalu keras, dikhawatirkan Indonesia akan ketinggalan 'gerbong' lagi.
"Benci adalah kata yang terlalu keras, meski saya paham kegelisahan Presiden namun para penasihat dan juga pembuat naskah harus bisa melakukan moderasi. Di dunia yang serba terhubung, satu kata bisa sangat menghancurkan," tuturnya.
"Benci bahkan bisa menghadirkan retaliasi yang juga bisa jadi lebih keras dari negara partner, yang pada gilirannya menghambat usaha-usaha ekspansi perdagangan dan undangan untuk berinvestasi di Indonesia," kata Fithra melanjutkan.
Beberapa waktu lalu dalam Rakornas Kementerian Perdagangan 2021, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi melaporkan, kinerja perdagangan nasional 2020 masih mampu memberikan kontribusi sebesar Rp 1.995,4 triliun atau setara 12,93% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Berdasarkan pendekatan pengeluaran nilai total barang dan jasa yang diperdagangkan yang dicerminkan oleh nilai konsumsi masyarakat dalam negeri memberi kontribusi sebesar 58,97% dalam pendapatan nasional, ditambah dengan kontribusi ekspor barang dan jasa sebesar 17,17% dan impor sebesar 16,2%.
Dari surplus neraca perdagangan yang menyentuh US$ 21,7 miliar, sebanyak 81,2% dari total ekspor Indonesia dalam bentuk barang industri primer dan produk manufaktur.
"Hal yang dapat menjadi catatan menggembirakan 81,2% dari total ekspor Indonesia adalah dalam bentuk barang industri primer dan produk manufaktur," ujarnya dalam Peresmian Pembukaan Rapat Kerja Nasional Kementerian Perdagangan, Kamis (4/3/2021).
"Ini menunjukkan transformasi nyata bahwa Indonesia telah menjadi kekuatan industri dan tidak lagi hanya mengekspor barang mentah dan barang setengah jadi," kata Lutfi melanjutkan.
(mij/mij)[Gambas:Video CNBC]