
Biden 'Mendidih' karena Myanmar, Lempar 2 Bom Sanksi ke Junta

Jakarta, CNBC Indonesia - Meningkatnya eskalasi kekerasan yang dilakukan pihak militer kepada demonstran anti-kudeta di Myanmar telah membuat Amerika Serikat (AS) berang. Akibatnya negara yang dipimpin Presiden Joe Biden itu mengambil beberapa langkah-langkah serius untuk menghambat militer negeri seribu pagoda.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price mengatakan bahwa Washington akan mengambil tindakan lebih lanjut dalam menanggapi meningkatnya kekerasan setelah kudeta, yang menggulingkan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi.
Salah satu langkah yang diambil Washington adalah menetapkan pembatasan perdagangan di Kementerian Pertahanan Myanmar, Kementerian Dalam Negeri, dan konglomerat militer MEC dan MEHL, yang berlaku efektif pada 8 Maret, menurut pengajuan pendaftaran federal.
Pejabat AS juga dilaporkan membekukan dana sekitar US$ 1 miliar (Rp 14 triliun) yang sebelumnya ingin dipindahkan junta militer Myanmar dari Federal Reserve Bank of New York.
Selain AS, Uni Eropa (UE) juga menangguhkan dukungan untuk proyek-proyek pembangunan untuk menghindari pemberian bantuan keuangan kepada militer, kata para pejabat pada hari Kamis (4/3/2021). Dukungan dalam beberapa tahun terakhir telah melibatkan lebih dari 200 juta euro (Rp 3 triliun) dalam beberapa program
Langkah ini diambil setelah dikabarkan banyaknya korban tewas berjatuhan pada aksi hari Rabu (3/3/2021). Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan 38 orang telah tewas selama demonstrasi lusa, jauh lebih banyak dalam satu hari daripada 23 orang yang diyakini telah tewas hingga 1 Maret.
Kepala hak asasi manusia PBB Michelle Bachelet menuntut pasukan keamanan menghentikan apa yang dia sebut sebagai "tindakan keras kejam terhadap pengunjuk rasa damai". Bachelet mengatakan lebih dari 1.700 orang telah ditangkap, termasuk 29 wartawan.
Namun, utusan khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener mengatakan bahwa ia telah memperingatkan wakil kepala militer Soe Win. Dan dalam kesempatan itu, pihak militer masih menunjukan keperkasaannya.
"Jawabannya adalah: 'Kami terbiasa dengan sanksi, dan kami selamat'," katanya kepada wartawan di New York.
"Ketika saya juga memperingatkan mereka akan masuk (ke) isolasi, jawabannya adalah: 'Kita harus belajar berjalan hanya dengan sedikit teman'."
Myanmar berada dalam kekacauan sejak 1 Februari ketika militer melancarkan kudeta dan menahan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi, mengakhiri era demokrasi selama satu dekade terakhir dan memicu protes massa setiap hari.
Militer melakukan hal ini karena mereka merasa pemilu yang dimenangkan kubu Suu Kyi pada November lalu adalah pemilu yang penuh kecurangan. Maka itu, militer menyatakan keadaan darurat selama setahun ke depan dan mengambil alih kekuasaan. Selain itu mereka berjanji akan mengadakan pemilu ulang.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Biden Murka, Myanmar Resmi Kena Sanksi
