
Ini Cara PLN Tekan Ongkos Bahan Bakar Biar Nggak 'Boncos'

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemakaian bahan bakar minyak (BBM) untuk pembangkit membuat membuat ongkos produksi PLN menjadi membludak alias 'boncos'. Pasalnya, untuk menghasilkan 1 kilo Watt hour (kWh) listrik, ongkosnya sekitar Rp 3.500-Rp 4.500.
Selain karena harga minyak yang tinggi, hal ini juga dikarenakan lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) ada di daerah terpencil, sehingga ongkos transportasi untuk mengangkut BBM ke lokasi tertinggal, terdepan dan terluar (3T) juga semakin tinggi.
Wakil Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan demi menekan ongkos biar tidak 'boncos', maka perseroan akan melakukan konversi PLTD ke energi baru terbarukan (EBT), disesuaikan dengan kearifan lokal yang ada, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
"Bahwa untuk EBT ini kita harus menggunakan local wisdom, energi apa yang tersedia di lokal tersebut. Yang paling tersedia ini energi surya," paparnya dalam 'Kompas Talks bersama IESR' melalui kanal YouTube, Selasa (02/03/2021).
Namun demikian, Darmawan menyebut, meski mahal, PLTD bisa digunakan sebagai penopang beban dasar (base load), sementara Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) tidak bisa. PLTS menurutnya hanya bisa digunakan sampai sekitar jam 3 sore saja.
Meski demikian, menurutnya bukan berarti tidak ada solusi. Dia mengatakan, ada jalan keluar yang bisa diambil, yakni dengan memanfaatkan energy storage system (ESS), sehingga PLTS bisa beroperasi selama 24 jam. Sayangnya, pemasangan energy storage lebih mahal daripada PLTS.
Dengan memanfaatkan energy storage ini, ongkos akan menjadi sekitar 12-15 sen dolar per kWh, lebih mahal dari energi suryanya yakni 3,6-3,7 sen dolar per kWh. Jika hanya energi suryanya, maka ongkosnya masih lebih murah daripada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang ongkosnya sekitar 5,5-6 sen dolar per kWh.
"Tetapi ke depan energi makin murah. Energi surya tanpa baterai telah mendekati 3,6-3,7 sen dolar per kWh, sedangkan batu bara 5,5 sen-6 sen dolar per kWh," jelasnya.
Meski dengan memanfaatkan ESSĀ atau 'power bank' raksasa ini masih mahal, namun pihaknya optimistis pemakaian PLTS ke depan akan jauh lebih murah, terutama dengan berbagai inovasi yang ada. Melihat ke belakang, harga listrik energi surya pernah mencapai 30 sen dolar per kWh, namun terus menurun sampai di bawah 4 sen dolar per kWh.
"Kita lihat potensi penurunan cost dari energi terbarukan semakin turun, kami yakin EBT ke depannya akan murah daripada fossil fuel," tegasnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article PLN Konversi PLTD ke PLTS di 200 Lokasi, Butuh Duit Rp 100 T!