Abaikan Harta Karun Energi Terbesar Ke-2 Dunia, Ini Kata ESDM

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
03 March 2021 12:30
Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) Sokoria sebanyak 5 MW/Gustidha Budiartie
Foto: Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) Sokoria sebanyak 5 MW/Gustidha Budiartie

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia memiliki sumber energi melimpah, bahkan ada salah satu sumber energinya yang menduduki posisi terbesar kedua di dunia. Sumber energi ini yaitu panas bumi. Sumber daya panas bumi Indonesia menempati posisi kedua terbesar dunia setelah Amerika Serikat.

Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sumber daya panas bumi Indonesia hingga akhir 2020 mencapai 23.965,5 mega watt (MW), setelah Amerika Serikat yang mencapai 30.000 MW.

Namun demikian, dari sisi pemanfaatan, kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Indonesia baru mencapai 2.130,7 MW. Artinya, pemanfaatannya baru 8,9% dari sumber daya yang ada.

Sejumlah pihak, baik anggota Dewan Energi Nasional maupun Asosiasi Panas Bumi Indonesia menuturkan disparitas antara harga jual listrik pengembang dan harga yang bisa diterima PLN membuat pengembangan PLTP menjadi tersendat. Pasalnya, PLN selaku pelaku tunggal pembeli listrik panas bumi lebih memilih pembelian listrik dari sumber pembangkit lain yang harganya lebih murah.

Lantas, bagaimana peran pemerintah di sini? Apakah pemerintah hanya berdiam diri sehingga terus mengabaikan harta karun energi yang berada di Tanah Air sendiri?

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM mengatakan bahwa kini pemerintah memberikan insentif berupa dana eksplorasi, sehingga bisa turut mengurangi risiko pengeboran pengembang panas bumi.

Tak hanya itu, menurutnya pemerintah juga ikut melakukan pengeboran eksplorasi panas bumi mulai tahun ini.

Berdasarkan data Badan Geologi Kementerian ESDM, pemerintah akan mengebor panas bumi di dua lokasi, yaitu wilayah kerja panas bumi (WKP) Cisolok, Sukabumi, Jawa Barat, dan WKP Nagekeo, Nusa Tenggara Timur.

"Dengan menurunnya risiko, ini juga akan menurunkan financial cost, yang pada akhirnya akan menurunkan biaya pembangkitan listriknya," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (03/03/2021).

Dengan upaya menurunkan biaya, maka menurutnya perihal harga ke depannya tidak akan lagi menjadi masalah.

"Jadi, tidak selalu harganya yang dipermasalahkan," ujarnya.

Dia mengatakan, tahun ini pemerintah menargetkan adanya tambahan PLTP yang akan beroperasi dengan total kapasitas 196 MW.

"Tahun ini akan ada COD (Commercial Operation Date) dengan total kapasitas 196 MW, jadi masih berjalan terus proyek panas bumi," imbuhnya.

Perlu diketahui, tambahan kapasitas PLTP pada tahun ini ada yang merupakan proyek yang seharusnya beroperasi pada tahun lalu. Namun karena tahun lalu dilanda pandemi Covid-19, sehingga target operasi mundur menjadi 2021 ini.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, kapasitas terpasang PLTP pada 2020 mencapai 2.130,7 MW, tidak berubah dari kapasitas terpasang pada 2019. Bila 196 MW beroperasi tahun ini, berarti total kapasitas terpasang PLTP hingga 2021 ini akan meningkat menjadi 2.326,7 MW.

Tiga proyek PLTP yang operasionalnya tertunda menjadi tahun ini memiliki kapasitas sebesar 140 MW, antara lain PLTP Rantau Dedap di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan berkapasitas 90 MW dioperasikan PT Supreme Energy Rantau Dedap. Lalu, PLTP Sorik Marapi Unit 2 berkapasitas 45 MW di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara yang dioperasikan PT Sorik Marapi Geothermal Power, serta PLTP Sokoria Unit 1 sebesar 5 MW di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur yang dioperasikan oleh PT Sokoria Geothermal Indonesia.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bisnis Geothermal di Indonesia Menjanjikan Nggak Ya?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular