
Benarkah Harga Bikin Harta Karun Energi RI Ini Tak Tersentuh?

Jakarta, CNBC Indonesia - Panas bumi merupakan salah satu sumber 'harta karun' energi negara ini. Bagaimana tidak, sumber dayanya menduduki peringkat kedua terbesar di dunia, satu peringkat di bawah Amerika Serikat.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), hingga akhir 2020, Indonesia tercatat memiliki sumber daya panas bumi terbesar kedua di dunia yakni mencapai 23.965,5 mega watt (MW), di bawah Amerika Serikat yang memiliki sumber daya sebesar 30.000 MW.
Namun sayangnya, pemanfaatan panas bumi menjadi sumber pembangkit listrik masih minim, yakni baru mencapai 2.130,7 MW atau 8,9% dari total sumber daya yang ada.
Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Priyandaru Effendi mengatakan, harga menjadi masalah utama dalam pengembangan panas bumi di Tanah Air.
"Dari segi pengembangan, kita berbenah mencari solusinya. Masalah utama adalah harga," paparnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Senin (01/03/2021).
Menurutnya, terjadi disparitas harga antara harga jual listrik dari pengembang yang sesuai dengan keekonomian proyek dengan harga beli yang disanggupi PT PLN (Persero) selaku satu-satunya pembeli listrik PLTP.
Dia mengatakan, harga listrik dari pembangkit listrik panas bumi masih cukup tinggi yakni sekitar 10 sen dolar per kilo Watt hour (kWh). Sementara PLN akan membeli listrik dengan mempertimbangkan sumber energi lainnya yang memiliki harga lebih murah.
"Masalahnya adalah harga yang affordable (terjangkau). PLN single buyer, kita harus melakukan upaya supaya kompetitif dengan pembangkit listrik lainnya," jelasnya.
Menurutnya, masih tingginya harga panas bumi karena adanya kegiatan eksplorasi panas bumi. Sementara dalam melakukan eksplorasi, pengembang tidak selalu sukses, bahkan secara statistik menurutnya tingkat kegagalannya mencapai 50%.
"Kita mencoba mencari terobosan, cost (biaya) bisa ditekan ke bawah karena disparitas harga masih terjadi," ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan salah satu anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha. Dia mengatakan, faktor utama yang dihadapi dalam mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) adalah masalah harga.
Menurutnya, harga listrik panas bumi dianggap masih tinggi dan bahkan kalah saing dengan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Apalagi, lanjutnya, kini harga listrik PLTS ada yang menyentuh 5 sen dolar per kWh.
Selain soal harga, Satya juga menyebut sulit berkembangnya proyek panas bumi di Tanah Air ini karena kebanyakan sumber panas bumi ini berada di lokasi terpencil, sehingga jauh dari sumber konsumen.
Untuk itu, menurutnya perlu adanya terobosan untuk menumbuhkan industri di sekitarnya agar bisa menyerap listrik.
"Ini menjadi pekerjaan rumah yang perlu penajaman, perlu regulasi yang menjawab ini," ujarnya.
Meski harga listrik panas bumi tinggi, namun PLTP memiliki kelebihan dibandingkan dengan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) lainnya seperti pembangkit listrik tenaga angin dan surya, yakni tidak tersendat oleh pasokan pada periode atau waktu tertentu.
Misalnya saja, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), pasokan listriknya tergantung pada siang hari dan panas matahari.
"Panas bumi tidak seperti yang lain, tidak tersendat oleh pasokan," tegasnya.
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berupaya meningkatkan iklim investasi sektor panas bumi ini dengan cara ikut berbagi risiko dengan investor melalui turut melakukan pengeboran eksplorasi panas bumi.
Menteri ESDM Arifin Tasrif sempat mengatakan, demi menarik investasi geothermal, pemerintah akan menyediakan insentif fiskal, pengecualian bea masuk, dan lainnya.
Demi mengurangi risiko eksplorasi investor, pemerintah juga sudah memperkenalkan skema di mana eksplorasi dilakukan oleh pemerintah dengan turut melaksanakan kegiatan pengeboran.
"Untuk mengurangi risiko eksplorasi, pemerintah memperkenalkan sistem development geothermal, yakni pengeboran oleh pemerintah di mana eksplorasi dilakukan oleh pemerintah," tutur Arifin, Selasa, (08/09/2020).
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bisnis Geothermal di Indonesia Menjanjikan Nggak Ya?