
Pembeli Listrik Cuma PLN Bikin Harta Karun Energi RI Macet?

Jakarta, CNBC Indonesia - Berbeda dengan produksi minyak dan gas bumi (migas) yang memiliki opsi beberapa pembeli, namun tidak untuk salah satu jenis energi baru terbarukan (EBT) ini, khususnya untuk sektor ketenagalistrikan yang menganut monopsoni atau hanya punya pembeli tunggal yakni PT PLN (Persero).
Dengan pembeli tunggal oleh PLN, ini membuat calon investor di sektor panas bumi terbatas dalam menentukan harga jual listriknya. Alhasil, harga listrik yang diinginkan pembeli, yakni PLN, di bawah harga keekonomian proyek panas bumi. Pada akhirnya, minat investor untuk mengembangkan panas bumi di Tanah Air juga memudar.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Priyandaru Effendi.
Menurutnya, karena dalam menjual listrik ke masyarakat, PLN sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mendapatkan penugasan menyalurkan barang Public Service Obligation (PSO) atau subsidi, harus melayani masyarakat dan menjual listrik sesuai dengan harga yang ditentukan pemerintah.
Dengan alasan ini, PLN tidak bisa membeli listrik dari EBT sesuai keekonomian, termasuk panas bumi, ketika masih ada listrik dari sumber pembangkit energi lainnya yang lebih murah.
"Pembeli panas bumi kan hanya PLN, yang jualan ke masyarakat nggak bisa didasarkan pada keekonomian, sehingga PLN punya keterbatasan. Sementara developer ada harga keekonomian," ungkapnya dalam wawancara bersama CNBC Indonesia, Senin (01/03/2021).
Kondisi berbeda pada migas yang mana pembelian bisa didasarkan pada harga keekonomian karena pembelinya banyak dan harga disesuaikan dengan pasar.
"Panas bumi, pembelinya hanya PLN," tegasnya lagi.
Harga listrik PLTP saat ini berada di kisaran 7 sen - 13 sen dolar per kilo Watt hour (kWh). Jika dibandingkan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang saat ini harganya sudah sekitar 5 sen per kWh, PLTP masih kalah murah.
"Disparitas ini jadi tanggung jawab pemerintah. Pemerintah wajib hadir berikan solusi disparitas harga. Kalau nggak ada terobosan extraordinary, resource (sumber daya) besar dan energi sangat andal, tapi nggak bisa digunakan karena masalah harga," paparnya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, kapasitas terpasang PLTP pada 2020 mencapai 2.130,7 MW, tidak berubah dari kapasitas terpasang pada 2019. Pemerintah menargetkan adanya tambahan 196 MW PLTP beroperasi pada 2021 ini.
Bila 196 MW beroperasi tahun ini, berarti total kapasitas terpasang PLTP hingga 2021 ini akan meningkat menjadi 2.326,7 MW.
Tidak adanya tambahan kapasitas PLTP pada 2020 ini juga tak terlepas dari batal beroperasinya tiga proyek panas bumi yang seharusnya beroperasi pada tahun lalu karena adanya pandemi Covid-19.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bisnis Geothermal di Indonesia Menjanjikan Nggak Ya?
