Jokowi Cabut Aturan Miras, Begini Tanggapan Dunia Usaha

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
02 March 2021 17:08
Grand crue Bordeaux wines are seen on display at Moevenpick Weinkeller wine shop in Berlin, Germany, October 15, 2018.   REUTERS/Fabrizio Bensch
Foto: ilustrasi botol wine (Reuters/Fabrizio Bensch)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah resmi mencabut sebagian lampiran Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal khususnya yang mengatur investasi minuman beralkohol (miras). Pencabutan ini terjadi setelah mendapat suara kontra dari sebagian besar masyarakat.

Mulanya, Perpres yang khusus mengatur investasi miras ini memiliki proyeksi mengembangkan miras lokal. Pasalnya, dalam Perpres tersebut hanya empat wilayah yang mendapat izin, yakni Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua. Padahal, provinsi tersebut memiliki banyak produk miras dengan kualitas baik.

"Jika tujuan pemerintah ingin mengembangkan produk lokal yang layak dikenalkan ke turis, pada ekspatriat atau nanti dijadikan ekspor, saya rasa ini masuk akal juga karena Jepang dengan Sake-nya, Korea dengan Soju itu sudah mendunia, itu minuman tradisional. Beda tipis dengan Sopi di NTT, Cap Tikus di Sulawesi Utara, dan ada juga Arak dan brand dari Bali," kata Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi) DKI Jakarta Sarman Simanjorang kepada CNBC Indonesia, Selasa (2/3/21).

Besarnya penolakan dari masyarakat mau tidak mau membuat Jokowi kembali berpikir ulang. Pada akhirnya, langkah pencabutan menjadi opsi utama.

"Sekarang keburu sudah menolak, kemudian memberikan suatu protes, saya rasa bijak Pemerintah membatalkan daripada pro dan kontra di masyarakat jadi nggak bagus," sebutnya.

Batalnya sebagian Perpres ini membuat masuknya peluang investasi miras ke Indonesia menjadi kecil. Hal ini mendapat respon positif dari Komisaris Utama PT Delta Djakarta Tbk itu,

"Investasi di bidang miras saya rasa cukup yang ada saat ini untuk mensuplai kebutuhan wisatawan kita. Bir misal ada 4 di Indonesia, saya rasa itu cukup, nggak perlu lagi ditambah karena kebutuhan wisatawan hotel resto, ekspatriat. Kalau minol golongan A (bir) untuk bir sudah cukup 4, nggak perlu ditambah lagi," paparnya.

Tanggapan Produsen Arak Bali

Keputusan Presiden Jokowi juga mendapat respons dari masyarakat yang biasa memproduksi arak tradisional dari desa Tri Eka Buana, Karangasem, Bali, Angga Tony Masitha.

"Jujur saya baru tau. Terkait hal itu, apa yang pernah Perpres keluarkan kami sangat mengapresiasi sekali investasi penanaman modal itu, apalagi di desa saya hampir 80% masyarakat produksi arak yang masih dengan sistem tradisional dan masyarakat saya pun menjadikan ini mata pencaharian primer sebagai kelangsungan hidup mereka," kata Angga kepada CNBC Indonesia, Selasa (2/3/21).

Besarnya ketergantungan masyarakat pada industri ini sudah berlangsung sejak lama. Karena itu, adanya Perpres yang sebelumnya masih mengatur soal investasi alkohol mendapat respon positif. Pasalnya, kapasitas yang saat ada saat ini bisa meningkat dengan tambahan investasi baru.

"Sebelum Perpres itu muncul dan sekarang dibatalkan pun masyarakat kami masih bisa menjual tapi kapasitasnya lebih kecil karena pandemi. Karena ini dari dulu, nenek moyang saya sudah jual arak dari generasi ke generasi," sebutnya.

Jika jadi ada penerapannya, pada Pada Pasal 2 ayat 1 Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tersebut bidang-bidang yang dibuka untuk investasi terdiri dari bidang usaha prioritas, bidang usaha yang dialokasikan atau kemitraan dengan Koperasi-UMKM, dan bidang usaha dengan persyaratan tertentu.

Pada lampiran III Perpres investasi miras ini, diatur hanya daerah daerah tertentu yang boleh memproduksi ini. Mulai dari Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Minol Dilarang, Oplosan Makin Garang

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular