China Kesal, Logam Tanah Jarang Dihargai Murah!

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
01 March 2021 18:57
Rare earth element atau yang juga dikenal dengan sebutan logam tanah jarang (LTJ) . (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Rare earth element atau yang juga dikenal dengan sebutan logam tanah jarang (LTJ) . (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Industri China mengatakan selama ini Rare Earth Mineral atau logam tanah jarang di China dihargai terlalu rendah sebagai akibat persaingan sengit dan pemanfaatan sumber daya yang rendah, sehingga perlombaan harga kian merosok.

"Logam tanah jarang kami tidak dijual dengan harga 'langka' tetapi dijual dengan harga 'bumi' ... karena penawaran yang kompetitif, yang menyia-nyiakan sumber daya yang berharga," kata Menteri Perindustrian dan Teknologi Informasi (MITI) Xiao Yaqing, dikutip dari Reuters, Senin (1/3/2021).

Sebagai produsen logam tanah jarang teratas di dunia, China pun mengancam mengekang ekspor bahan-bahan tersebut ke Amerika Serikat, sehingga membuat Washington berebut mencari pasokan alternatif.

Ekspor logam tanah jarang China mencapai titik terendah dalam lima tahun terakhir pada 2020 lalu di tengah menurunnya permintaan luar negeri yang dilanda pandemi dan meningkatnya pasokan di industri dalam negeri.

Pada Januari, MITI mengusulkan untuk memperketat regulasi rantai industri logam tanah jarang, termasuk ketentuan bahwa importir dan eksportir mematuhi undang-undang perdagangan luar negeri dan kontrol ekspor.

"Pemerintah harus berperan dalam menjaga ketertiban pasar, melepaskan apa yang bisa dilonggarkan dan mengontrol apa yang harus dikontrol," kata Xiao.

Xiao juga mengatakan beberapa produsen memproduksi logam tanah jarang dalam jumlah berlebihan, sehingga menyebabkan masalah lingkungan dan tingkat pemanfaatan sumber daya rendah. Industri ini juga kekurangan produk logam tanah jarang tingkat tinggi, yang bertentangan dengan inovasi dan kemajuan teknologi.

"Kita harus belajar dari perusahaan Jepang dalam hal ini, karena banyak perusahaan Jepang telah melakukan banyak pekerjaan dalam produk logam tanah jarang kelas atas," tambahnya.

Kuota penambangan logam tanah jarang China pada paruh pertama 2021 ditetapkan sebesar 84.000 ton, melonjak 27% dari tahun sebelumnya.

Sementara David Merriman, ahli tanah jarang di Roskill, mengatakan pada 2020, tambang China menghasilkan 110.000 ton logam tanah jarang, yang merupakan lebih dari 55% dari total hasil pertambangan global.

"Meskipun diperkirakan akan ada sedikit penurunan produksi menjadi sekitar 100.000 ton pada 2022, produksi dari China diperkirakan akan tetap relatif datar hingga akhir dekade ini," katanya, dikutip dari Mining.com.

Merata dalam produksi dalam negeri China mulai 2022 dan seterusnya, ini akan melihat permintaan bahan baku dari beberapa pengolah tanah jarang terkemuka yang berbasis di China semakin dipenuhi oleh konsentrat mineral impor, menurut Merriman.

China memproduksi 85% produk penyulingan logam tanah jarang pada 2020, tetapi dengan penurunan produksi domestik China, impor logam tanah jarang ke China diperkirakan akan tumbuh menjadi 80.000 ton per tahun pada 2030, naik dari perkiraan 60.000 ton pada 2021.

China tidak hanya mendominasi pasokan logam tanah jarang, tetapi juga permintaan, katanya, dengan 70% produksi global dikonsumsi di pasar domestik China.

Logam tanah jarang merupakan sekelompok elemen yang secara kimiawi serupa juga digunakan secara luas di industri dirgantara, peralatan militer, dan elektronik konsumen, hingga kendaraan listrik.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Terdepan, Penjualan Mobil Listrik Cs China Tembus 2 Juta Unit

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular