Februari Sudah Jatuh 4% Lebih, Rupiah Belum Bangkit Juga

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 March 2021 09:23
Ilusttrasi Uang
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Sementara dari sisi eksternal, pelaku pasar mulai menghitung-hitung peluang kenaikan suku bunga acuan di AS. Walau Jerome 'Jay' Powell. Ketua Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) baru-baru ini menyatakan kemungkinan suku bunga acuan tidak naik setidaknya dalam tiga tahun ke depan, tetapi pelaku pasar kok kurang percaya ya...

Masalahnya, ekonomi AS terus menunjukkan perbaikan. Pada pekan yang berakhir 20 Februari 2021, klaim tunjangan pengangguran tercatat 730.000, terendah sejak November 2020. Turun drastis 111.000 dibandingkan pekan sebelumnya dan jauh di bawah konsensus pasar yang dihimpun Reuters dengan perkiraan 838.000.

"Stimulus fiskal yang diberikan pada Desember tahun lalu mulai berdampak terhadap penciptaan lapangan kerja. Jadi stimulus selanjutnya akan sangat dinanti," kata Chris Low, Kepala Ekonom FHN Financial yang berbasis di New York (AS), seperti dikutip dari Reuters.

Kemudian penjualan barang tahan lama (durable goods) pada Januari 2021 naik 3,4% dibandingkan bulan sebelumnya. Ini menjadi laju kenaikan tercepat sejak Juli 2020.

Data itu memberi konfirmasi bahwa ekonomi Negeri Paman Sam dalam jalur yang benar untuk 'tinggal landas'. Ketika ekonomi pulih, lapangan kerja terbuka lebih luas, maka permintaan akan terdongkrak sehingga menciptakan tekanan inflasi.

The Fed punya target inflasi 2%, Ukuran inflasi bagi The Fed adalah Personal Consumption Expenditure (PCE) inti, yang per Januari 2021 adalah 1,5% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY).

Baca: Inflasi Kian Redup, Februari Diramal Cuma 0,08%

Namun jika ekonomi AS semakin kuat, permintaan kian mantap, maka bukan tidak mungkin target inflasi 2% akan tercapai dalam waktu dekat. Saat tekanan inflasi mulai terasa, maka The Fed tentu akan mempertimbangkan untuk mengurangi 'dosis' stimulus moneter. Awalnya adalah dengan mengurangi nilai pembelian surat berharga di pasar keuangan (quantitative easing) dan dilanjutkan dengan menaikkan Federal Funds Rate.

"Pelaku pasar yakin terhadap laju pemulihan ekonomi AS yang cepat dan meluas. Oleh karena itu, ekspektasi bahwa pengetatan (tapering) akan terjadi sudah terbentuk. Kami memperkirakan tapering akan dimulai pada akhir 2021," sebut riset ING.

Kenaikan suku bunga acuan akan membuat aset-aset berbasis dolar AS (terutama instrumen berpendapatan tetap seperti obligasi) kembali menarik karena menawarkan cuan yang lebih besar. Ini tentu bukan kabar baik bagi pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia. Nasib rupiah jadi samar-samar.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular