Internasional

Dokumen AS Terkuak: Pangeran Arab Restui Pembunuhan Khashoggi

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
28 February 2021 11:05
Mohammed bin Salman
Foto: REUTERS/Amir Levy

Jakarta, CNBC Indonesia - Laporan intelijen Amerika Serikat (AS) menunjukkan bahwa Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) ternyata menyetujui operasi penangkapan dan pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi pada 2018.

Jamal Ahmad Khashoggi adalah wartawan Saudi, kolumnis Washington Post, penulis, dan mantan manajer umum dan pemimpin redaksi Al Arab News Channel yang disebutkan meninggal akibat dibunuh pada 2 Oktober 2018 di Istanbul, Turki.

Laporan Kantor Direktur Intelijen Nasional AS dirilis pada Jumat (26/2). Dalam laporan tersebut terungkap bawah Putra Mahkota memegang kendali dan pengambil keputusan di Arab Saudi.

Dalam laporan tersebut juga disebutkan adanya keterlibatan penasihat utama dan anggota pelindung pangeran dalam operasi yang menewaskan Khashoggi, jurnalis yang kerap mengkritik keluarga kerajaan.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada Jumat menjelaskan pihaknya telah membatasi aktivasi visa kepada 76 orang Arab Saudi yang diyakini telah mengancam para pembangangkang di luar negeri. Namun, ke-76 nama tersebut tidak dirinci lebih lanjut, karena bersifat rahasia sesuai undang-undang AS.

"Diyakini telah terlibat dalam mengancam para pembangkang di luar negeri, tidak terbatas pada pembunuhan Khashoggi," ujarnya melansir CNBC International, Minggu (28/2/2021).

Blinken mengatakan pembatasan itu adalah bagian dari 'Larangan Khashoggi' yang akan melarang visa bagi orang-orang yang bertindak atas nama pemerintah asing yang diyakini telah terlibat dalam kegiatan kontra-pembangkang ekstrateritorial yang serius.

Ketika ditanya mengapa Putra Mahkota MBS tidak termasuk di antara mereka yang menghadapi hukuman, Blinken menekankan pentingnya kepentingan AS dan tidak merusak hubungan dengan Arab Saudi.

The New York Times melaporkan bahwa pemerintahan Biden tidak akan menghukum Putra Mahkota atas pembunuhan Khashoggi. Gedung Putih memutuskan tindakan seperti itu akan berdampak terlalu tinggi pada kerja sama AS-Saudi di bidang kontra terorisme dan menghadapi Iran.

"Jadi apa yang telah kami lakukan dengan tindakan yang telah kami ambil sebenarnya bukan untuk memutuskan hubungan tetapi untuk mengkalibrasi ulang agar lebih sejalan dengan kepentingan dan nilai-nilai kami," ujar Blinken.

"Dan saya pikir kita harus memahami juga bahwa ini lebih besar daripada satu orang." kata Blinken melanjutkan.

Departemen Keuangan pada hari Jumat memberlakukan sanksi pada detail keamanan Putra Mahkota, yang dikenal sebagai Pasukan Intervensi Cepat. Itu juga memberi sanksi kepada mantan Wakil Kepala Dinas Intelijen Kerajaan, Ahmad Hassan Mohammed al-Asiri, yang dituduh sebagai biang keladi dalam plot tersebut.

Untuk diketahui, Khashoggi merupakan warga negara AS yang kerap kali menulis kolom opini untuk Washington Post dan mengkritik kebijakan Putra Mahkota MBS, dibunuh dan dimutilasi oleh tim operasi yang terkait dengan Pangeran di Konsulat Arab Saudi di Istanbul.


NEXT: Kecaman Raja Salman kepada Biden

Hubungan Arab Saudi dan Amerika Serikat (AS) berada di ujung tanduk. Kedua sekutu itu bersitegang atas laporan terbaru AS dan sanksi yang diberikan.

Pemerintah Arab Saudi yang dipimpin Raja Salman 'mengamuk' lantaran laporan AS yang mendiskreditkan Putra Mahkota, Mohamed bin Salman (MBS).

Pemerintahan Presiden Joe Biden secara resmi mengeluarkan laporan soal pembunuhan Jamal Khashoggi dan menyebut MBS 'dalangnya'.

"Pemerintah kerajaan Arab Saudi sepenuhnya menolak penilaian negatif, salah dan tidak dapat diterima dalam laporan yang berkaitan dengan kepemimpinan kerajaan," tegas Kementerian Luar Negeri dalam sebuah pernyataan dikutip dari AFP Jumat (27/2/2021).

"[Saudi] mencatat bahwa laporan tersebut berisi informasi dan kesimpulan yang tidak akurat."

Dalam laporan tersebut dikatakan bahwa Pangeran MBS menyetujui operasi Istanbul untuk menangkap atau membunuh Khashoggi. Sejak 2017, putra mahkota memiliki kendali mutlak atas operasi kerajaan sehingga sangat tak mungkin pejabat Saudi akan melakukan operasi tanpa seizin Putra Mahkota MBS.

Sangat disayangkan bahwa laporan ini, dengan kesimpulan yang tidak dapat dibenarkan dan tidak akurat, dikeluarkan sementara kerajaan dengan jelas mengecam kejahatan keji ini, dan kepemimpinan kerajaan mengambil langkah yang diperlukan untuk memastikan bahwa tragedi seperti itu tidak akan pernah terjadi lagi," kata kementerian.

"Kerajaan menolak tindakan apa pun yang melanggar kepemimpinan, kedaulatan, dan kemandirian sistem peradilannya."

Laporan itu menyebut, satu regu beranggotakan 15 orang pergi ke Istanbul dari Saudi pada Oktober. Mereka semua diyakini berpartisipasi pada pembunuhan meski tak jelas apakah tim tahu target yang dituju.

"Putra mahkota memandang Khashoggi sebagai ancaman bagi kerajaan dan secara luas mendukung penggunaan tindakan kekerasan jika perlu untuk membungkamnya," tulis laporan tersebut.

Khashoggi, yang menulis kritik tentang pangeran di The Washington Post, dibujuk ke konsulat Saudi di Istanbul untuk menyelesaikan dokumen pernikahan. Ia dilaporkan hilang oleh sang tunangan yang menunggunya di depan kantor diplomatik tersebut karena tak kunjung muncul berjam-jam.


NEXT: AS Jatuhkan Sanksi ke Arab Saudi

Sementara itu, AS juga menjatuhkan sanksi ke unit elit Arab Saudi serta mantan pejabat intelijen atas peran mereka dalam pembunuhan Khashoggi.

Kementerian Keuangan AS memblokir aset dan mengkriminalisasikan transaksi terkait Pasukan Intervensi Cepat (RIF), yang dianggap bertanggung jawab ke Putra Mahkota MBS serta mantan pejabat intelijen Ahmed Al-Assiri.

Assiri adalah orang dalam MBS. Ia telah dibebaskan dalam persidangan tertutup di Arab Saudi soal kematian Khashoggi, yang dikritik tajam oleh kelompok-kelompok hak asasi.

"Mereka yang terlibat dalam pembunuhan menjijikkan terhadap Jamal Khashoggi harus dimintai pertanggungjawaban," kata Menteri Keuangan Janet Yellen dalam sebuah pernyataan.

"AS bersatu dengan jurnalis dan pembangkang politik dalam menentang ancaman kekerasan dan intimidasi."

Sementara Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menyebut langkah AS bukan memecah belah hubungan dengan Saudi tapi menyesuaikan kembali. Ia menyebut hubungan harus sesuai nilai-nilai AS.

"Saya pikir kita harus memahami juga bahwa ini lebih besar dari satu orang. Kalibrasi ulang ini sesuai dengan kebijakan yang dikejar Arab Saudi dan tindakan yang diambil," kata Blinken ketika ditanya mengapa pangeran tidak dikenai sasaran sanksi.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular