Internasional

Mission Impossible, Kala Biden Abaikan Putra Mahkota Saudi

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
18 February 2021 14:37
Presiden terpilih Joe Biden. (AP/Evan Vucci)
Foto: Presiden terpilih Joe Biden. (AP/Evan Vucci)

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) di bawah kekuasaan Presiden Joe Biden melakukan manuver politik untuk 'menyerang' putra mahkota Arab Saudi yang juga figur sentral negara itu Mohammed bin Salman (MBS).

"Mengenai Arab Saudi, saya akan mengatakan kami telah menjelaskan sejak awal bahwa kami akan mengkalibrasi ulang hubungan kami dengan Arab Saudi," kata juru bicara Jen Psaki Selasa (16/2/2021) dari Gedung Putih sebagaimana dituliskan CNBC International.

"Rekan presiden adalah Raja Salman, dan saya berharap pada waktu yang tepat, dia akan berbicara dengannya," kata Psaki lagi saat ditanya soal posisi MBS di mata Biden.

Hal ini menjadi sebuah aksi yang mengejutkan. Pasalnya AS saat kepemimpinan Donald Trump sangat mesra dengan MBS dan menyokong negara pimpinan keluarga Al Saud itu dalam penguasaan regionalnya.

Menurut para analis, langkah ini merupakan langkah yang berani, mengingat posisi MBS sangatlah penting dalam mempengaruhi kebijakan mengenai Timur Tengah. MBS dinilai sebagai kunci utama untuk melakukan negosiasi dengan Saudi dikarenakan usia Raja Salman yang sudah tua.

"Mereka tidak bisa menyelesaikan apapun jika mereka tidak berurusan dengan MBS," kata Ali Shihabi, analis politik Saudi yang dekat dengan kerajaan seperti dikutip Politico.

"Raja berfungsi, tapi dia sudah sangat tua. Dia ketua dewan. Dia tidak terlibat dalam masalah sehari-hari. Akhirnya, mereka ingin berbicara langsung dengan MBS," tambahnya.

Hal serupa juga diutarakan analis utama MENA di Verisk Maplecroft, Torbjorn Soltvedt. Ia menilai bahwa MBS lah figur yang memegang kontrol atas kesepakatan-kesepakatan yang melibatkan negara itu.

"Raja Salman adalah kepala negara dan pada akhirnya memegang tuas kekuasaan. Tapi MBS lah yang melakukan kontrol langsung atas portofolio dan institusi terpenting kerajaan," ujar Soltvedt.

"Penghinaan terhadap MBS merupakan peringatan bagi Arab Saudi," tandasnya lagi.

Namun meski begitu, Soltvedt menilai langkah Biden ini beralasan. Pertama, Biden menilai bahwa dukungan AS kepada Arab Saudi sehubungan dengan perang di Yaman harus dihentikan.

Perang itu telah menciptakan apa yang disebut PBB sebagai krisis kemanusiaan terburuk akibat ulah manusia di dunia. Lalu, kasus pembunuhan jurnalis Saudi Jamal Khassogi yang dianggap didalangi oleh MBS juga menurut Biden telah mencederai nilai hak asasi manusia.

Alasan berikutnya adalah perang harga minyak. Di mana minyak AS sempat drop di 2020 karena Arab Saudi yang keukeuh menggenjot produksi.

"Dengan perang yang sedang berlangsung di Yaman, tindakan keras terhadap anggota terkemuka elit politik dan bisnis negara pada tahun 2017, pembunuhan Jamal Khashoggi pada tahun 2018, dan perang harga minyak tahun lalu, Biden memiliki cukup alasan dengan permasalahan itu," tambahnya.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article AS Setop Dukungan ke Arab Saudi soal Yaman, Ada Apa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular