
Uang DP KPR Mau Dilonggarkan, Apa Plus Minusnya?

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana merelaksasi aturan terhadap besaran uang muka atau down payment (DP) untuk mobil tertentu dan rumah pertama bagi para milenial. Dengan uang muka yang semakin kecil tentu diprediksi pelaku pasar akan menstimulasi industri properti tanah air.
Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Totok Lusida melihat secara permintaan bisa menstimulasi pasar properti walaupun tidak signifikan. Namun, dari REI melihat yang terpenting adalah keringanan atas profil risiko dari pengaju kredit.
"Yang kami imbau dan sudah dikoordinasikan dengan perbankan dan himbara itu filter terhadap resikoend userjangan terlalu ketat, kalau relaksasi DP udah ada bahkan sampai 0%, jadi apa yang mau di relaksasi lagi," katanya, Selasa (16/2).
Sehingga semakin banyak jumlah orang yang percaya diri mengajukan kredit rumah. Di masa Pandemi ini banyak orang yang mengajukan kredit untuk kepemilikan rumah namun ditolak oleh dari pihak bank sehingga masyarakat jadi enggan untuk mengajukan pinjaman atau KPR (kredit kepemilikan rumah).
"Jangan terlalu ketat, dulu itu misal dari 10 yang mengajukan bisa disetujui 6-10 orang, sekarang masa pandemic ini paling hanya 2 bahkan tidak ada sama sekali," menurut Totok.
Totok melihat proyeksinya jualan rumah di tahun ini dapat meningkat dari tahun kemarin. Walaupun belum bisa menggambarkan besarnya, tapi adanya program vaksinasi dan RPP dari Undang-Undang Cipta Kerja itu dapat meningkatkan minat dan permintaan properti.
Senada, Pengamat Properti Ali Tranghanda menjelaskan,ketentuan DP murah saat ini sudah bisa dinikmati dalam industri properti saat ini. Namun, permasalahannya banyak bank yang belum mau melakukannya karena risiko dari kreditor yang masih tinggi.
"Saat ini DP 0% sudah bisa di property, namun banyak bank belum mau karena masing-masing manajemen risiko," katanya kepada CNBC Indonesia, Selasa (16/2).
Ali yang juga menjabat sebagai CEO Indonesia Property Watch (IPW) ini juga meminta relaksasi ini pemerintah dapat menurunkan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan BPHTB (Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan) juga untuk satu ke depan. Jika ingin menggenjot sektor properti.
Sehingga para pengembang sudah banyak yang melakukan strategi harga tanpa uang muka. Tapi untuk PPN sendiri masih dibayarkan mahal oleh pembeli yang mencapai 10%. Ambil contoh harga rumah Rp 500 juta pembeli harus membayar PPN 10% atau sebesar Rp 50 juta.
Selain itu konsumen juga dibebankan dengan biaya lain seperti biaya BPHTB dengan tarif 5% dari nilai transaksi setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). Belum lagi dengan biaya lainnya seperti pembuatan akta dan sertifikat.
Sehingga IPW mengusulkan lebih baik relaksasi dilakukan dari pos-pos pajak seperti BPHTB menjadi 2,5% serta pengurangan PPN untuk perumahan segmen menengah, karena cukup memberatkan masyarakat.
Direktur Ciputra Development Tbk, Harun Hajadi mengatakan relaksasi pembayaran uang muka ini menguntungkan untuk industri properti, keterjangkauan dari kondisi finansial masyarakat juga masih menjadi isu utama untuk kepemilikan properti.
"Industri properti itu bicara affordability bukan supply, jadi kalau ada relaksasi soal down payment ini akan membantu, tapi kembali lagi ke bank karena kalau berikan KPR dengan DP rendah itu mereka akan anggap risikonya lebih besar, kita harus lihat bank apakah bersedia approve yang DP nya rendah," katanya.
Menurut Harun, bank juga mempertimbangkan resiko seperti kondisi keuangan kreditur serta potensi lainya yang mengakibatkan kredit macet di tengah pandemi ini seperti PHK. Sehingga itu yang menyebabkan angka penyaluran kredit di tahun 2020 kemarin rendah.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), laju penyaluran kredit perbankan per Desember 2020 terkontraksi -2,41% secara tahunan (yoy) menjadi Rp 5.481,6 triliun. Padahal ada penurunan tingkat rata-rata suku bunga kredit.
Deputi Komisioner Humas dan Logistik OJK Anto Prabowo mengatakan relaksasi ini telah disiapkan OJK dan disampaikan kepada Presiden Joko Widodo dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) bulan lalu. Aturan itu antara lain soal Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) untuk perusahaan penyedia kredit kendaraan bermotor dan ketentuan DP KPR.
"OJK sudah sejak PTIJK 15 Januari 2021 di depan Bapak Presiden sudah menyiapkan beleid baru untuk DP dan ATMR. Moga-moga dalam beberapa hari ini. Tidak hanya kendaraan bermotor tetapi juga properti khususnya untuk milenial yang akan memiliki rumah pertamanya," kata Anto kepada CNBC Indonesia, Senin (15/2/2021).
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sri Mulyani Kaji Insentif Perumahan, Apa di Sektor KPR?