
Wuih! 'Harta Karun' Sarang Walet Bikin Ekspor RI 'Terbang'

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor pada Januari 2020 sebesar US$ 15,30 miliar. Realisasi ini naik 12,24% dibandingkan dengan Januari 2020 yang sebesar US$ 13,63 miliar. Salah satu yang naik adalah ekspor sarang burung walet.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, semua sektor penopang ekspor di awal tahun ini mengalami kenaikan dibandingkan dengan Januari 2020. Mulai dari migas, pertanian, hingga pertambangan.
"Ekspor seluruh sektor secara tahunan (YoY) mengalami kenaikan menggembirakan sampai double digit," ujarnya saat konferensi pers virtual, Senin (15/2/2021).
Ia menjelaskan, salah satu sektor yang tinggi kenaikan ekspornya signifikan adalah pertanian yang meningkat 13,91% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Adapun komoditas yang paling banyak di ekspor adalah sarang burung hingga mutiara hasil budidaya.
"Komoditas yang naik secara yoy adalah sarang burung, tanaman obat aromatik dan rempah-rempah, hasil hutan bukan kayu, dan mutiara hasil budidaya," jelasnya.
Sektor lainnya adalah pengolahan yang meningkat 11,72% (YoY). Komoditas yang mendorong ekspornya adalah minyak kelapa sawit, besi baja serta televisi dan perlengkapan televisi.
Sektor pertambangan naik 16,92% (YoY) naik 16,92%. Komoditas yang naik adalah bijih tembaga dan batu kerikil.
"Sektor migas, ekspornya mengalami kenaikan 8,3%," kata Suhariyanto.
Pentingnya sarang burung walet untuk mendongkrak ekspor sudah disampaikan Mendag M. Lutfi. Ia mengatakan ekspor sarang butung walet harus dimaksimakan karena potensinya mencapai Rp 500 triliun per tahun.
"Kita ini penghasil pengekspor konon kabarnya 2.000 ton burung walet, 110 ton di antaranya sudah terakreditasi dan dijual langsung ke RRT (Republik Rakyat Tiongkok. Bisa dibayangkan dari 110 ton, 1 Kg nilainya Rp 25 juta dan sisanya kita lewati beberapa negara singgahan. Hong Kong, Vietnam, Malaysia dan ujungnya sampai juga ke RRT. Harga tersebut kita hitung kali 2.000 ton saja kali Rp 25 juta nilainya Rp 500 triliun, artinya US$3,5 billion," kata M. Lutfi.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Digitalisasi, Kerupuk Hingga Sarang Walet RI Laris di China