
Subsidi Biodiesel Tahun Ini Diperkirakan Masih Tinggi

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) memperkirakan subsidi biodiesel pada 2021 masih tinggi, seiring masih besarnya selisih antara harga minyak mentah (crude) dan harga minyak sawit (crude palm oil/ CPO).
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman.
Eddy mengatakan pada 2020 dana yang tersalur untuk subsidi biodiesel sebesar Rp 28,01 triliun untuk menyalurkan volume biodiesel (B30)sebesar 8,42 juta kilo liter (kl). Adapun total dana tersalur untuk subsidi biodiesel dari 2015-2020 mencapai Rp 57,72 triliun dengan total volume biodiesel tersalur 23,80 juta kl.
Tahun ini konsumsi biodiesel dalam negeri diperkirakan naik menjadi 9,2 juta kl.
"2021 telah diprogramkan rencana penyaluran BPDPKS dengan Keputusan Menteri (ESDM) 9,2 juta kl, dan diperkirakan insentif 2021 masih tinggi disebabkan karena kecenderungan harga CPO tinggi dan solar rendah," tuturnya dalam Webinar Nasional "Strategi Penguatan Kebijakan Pengelolaan Sawit Secara Berkelanjutan", Selasa (10/02/2021).
Dia mengaku, salah satu tantangan yang dihadapi dalam menjalankan mandatori biodiesel adalah ketersediaan anggaran. Pasalnya, program biodiesel tergantung pada pergerakan harga minyak sawit (CPO) dan minyak solar.
"BPDPKS diamanatkan biayai selisih harga antara harga indeks pasar biodiesel dengan solar," ujarnya.
Menurutnya, kalau harga CPO naik dan di satu sisi solar harganya turun tajam, maka subsidi yang harus dikeluarkan akan semakin banyak.
Demi menjaga keberlanjutan program biodiesel, pada 3 Desember 2020 lalu pemerintah menerbitkan aturan baru tentang tarif pungutan ekspor sawit yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 191/PMK.05/2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan No.57/PMK.05/2020 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Pada Kementerian Keuangan.
"BPDPKS bisa himpun lebih besar lagi, sehingga bisa danai program-program yang diamanatkan peraturan perundangan, berdasarkan penerimaan dari dana ekspor," jelasnya.
Dalam peraturan baru ini, tarif pungutan ekspor untuk minyak kelapa sawit (CPO) minimal sebesar US$ 55 per ton dan paling tinggi US$ 255 per ton. Tarif pungutan US$ 55 per ton dengan asumsi harga CPO berada di bawah atau sama dengan US$ 670 per ton.
Untuk harga CPO di atas US$ 670 per ton sampai dengan US$ 695 per ton, maka tarif pungutan ekspor naik sebesar US$ 5 per ton menjadi US$ 60 per ton. Namun, bila harga CPO di atas US$ 695 per ton sampai dengan US$ 720 per ton, maka tarif pungutan naik lagi sebesar US$ 15 per ton menjadi US$ 75 per ton.
Sementara pada peraturan sebelumnya, tarif pungutan ekspor dipatok tetap US$ 55 per ton tanpa membedakan harga referensi minyak sawit.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Gak Stabil, Gimana Nasib Kelanjutan Program Biodiesel?
