Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, jumlah pasien positif corona di seluruh negara per 9 Februari 2021 adalah 106.125.682 orang. Bertambah 304.166 orang (0,29%) dibandingkan sehari sebelumnya.
Sejatinya sudah ada 'senjata' dalam memerangi virus yang awalnya menyebar di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China itu. Namanya adalah vaksin, yang bisa membentuk kekebalan tubuh untuk melawan virus corona.
Dalam situasi normal, pengembangan vaksin butuh waktu hitungan tahun. Namun pandemi adalah kondisi yang tidak normal, keadaan darurat. Penelitian, pengembangan, dan pengujian vaksin anti-virus corona dipercepat agar bisa segera digunakan sebagai modal mengakhiri pandemi.
Hasilnya lumayan, berbagai vaksin anti-virus corona sudah tersedia. Ada yang buatan Amerika Serikat (AS), Inggris, China, sampai Rusia.
Inggris menjadi negara pertama yang menjalankan program vaksinasi nasional bermodalkan vaksin buatan Pfizer-BioNTech. Berikutnya menyusul AS dengan vaksin yang sama.
Dengan status sebagai negara yang memulai vaksinasi paling awal, plus predikat sebagai negara maju yang unggul dalam segala hal, Inggris dan AS melaksanakan program vaksinasi dengan impresif. Awalnya memang berjalan lambat, tetapi seiring waktu proses vaksinasi mengalami akselerasi.
Mengutip catatan Our World in Data, jumlah vaksin corona yang sudah disuntikkan di Inggris Raya (Inggris, Skotlandia, Wales, Irlandia Utara) per 7 Februari 2021 adalah 12.806.587 dosis. Rata-rata tujuh harian vaksinasi adalah 430.859 dosis per hari.
AS lebih impresif lagi. Per 8 Februari 2021, AS sudah menyuntikkan 42.417.617 dosis vaksin. Rata-rata 7 harian vaksinasi berada di 1.456.459 dosis per hari. Luar biasa...
Entah karena vaksin atau karantina wilayah (lockdown), kini kasus corona di Inggris melambat signifikan. Kurva kasus corona sudah melandai.
Inggris sudah melakukan vaksinasi sejak 20 Desember 2020, artinya tepat tiga pekan atau 21 hari. Dalam 21 hari terakhir, rata-rata tambahan pasien positif baru adalah 25.061 orang, jauh di bawah rerata 21 hari sebelumnya yang mencapai 52.560 orang per hari.
Situasi serupa terjadi di AS. Negeri Adikuasa memulai proses vaksinasi pada 21 Desember 2021, jadi sudah 20 hari.
Dalam 20 hari terakhir, rata-rata tambahan pasien positif baru di AS adalah 143.104 orang per hari. Turun drastis ketimbang rerata 20 hari sebelumnya yaitu 226.875 orang setiap harinya.
Pemerintah Inggris menargetkan seluruh orang dewasa berusia di atas 50 tahun sudah menerima vaksin pada Mei tahun ini. Mengutip riset Citi, sepertinya Inggris akan mampu mencapai target seluruh populasi orang dewasa mendapatkan vaksin pada akhir Juli 2021.
Untuk AS, Citi memperkirakan target Presiden Joseph 'Joe' Biden untuk mencapai kekebalan kolektif (herd immunity) dalam 100 hari pemerintahannya bisa tercapai. Negeri Paman Sam diperkirakan bisa mewujudkan herd immunity paling lambat akhir 2021.
"Setidaknya 233 juta penduduk atau 70% populasi AS harus menerima 365-485 juta dosis vaksin untuk membentuk herd immunity. Jika rata-rata vaksinasi bertahan di kisaran 1-2 juta dosis per hari mulai Februari 2021, maka penyuntikan 365 juta dosis akan tercapai pada Juli-Desember 2021," sebut riset Citi.
Vaksinasi akan memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian. Sebab, vaksin akan membentuk kekebalan tubuh untuk melawan virus corona sehingga masyarakat bisa lebih merasa aman dalam beraktivitas. Mobilitas akan berangsur normal sehingga ekonomi akan pulih.
Citi memperkirakan vaksinasi akan memberi tambahan 1,1 poin persentase terhadap pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini. Naik dibandingkan perkiraan yang dibuat pada November 2020 yaitu 0,8 poin persentase.
 Sumber: Citi |
Halaman Selanjutnya --> Vaksinasi di Indonesia Lambat Banget!
Bagaimana dengan Indonesia? Well, Indonesia baru memulai tahapan vaksinasi pada 13 Januari 2021, sekitar tiga pekan lebih lambat ketimbang Inggris dan AS. Indonesia menggunakan vaksin CoronaVac buatan Sinovac, perusahaan farmasi asal China.
Per 8 Februari 2021, total vaksin yang sudah disuntikkan di Indonesia adalah 985.855 dosis. Rata-rata tujuh harian vaksinasi berada di 58.702 dosis per hari.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) punya target vaksinasi sebanyak satu juta dosis per hari. Sampai saat itu, target itu masih sangat jauh dari realisasi.
Di sinilah predikat Indonesia sebagai negara berkembang begitu jomplang dibandingkan dengan AS atau Inggris. Ketersediaan alat kesehatan, tenaga medis, sampai keandalan logistik tentu jauh berbeda.
Begitu datang dari luar negeri ke Jakarta, vaksin harus didistribusikan ke ribuan kabupaten/kota yang kadang tidak mudah dijangkau. Vaksin ini harus disimpan di lemari pendingin, yang tentu membutuhkan listrik.
Masalahnya, ketersediaan listrik di beberapa daerah sama sekali berbeda dengan apa yang dinikmati di kota-kota besar. Byar-pet adalah pengalaman yang biasa di daerah, terutama di wilayah terpencil, terdepan, dan terluar.
"Bayangkan Anda punya satu lemari pendingin penuh dengan vaksin dan kemudian mati listrik. Semua vaksin itu harus masuk tempat sampah," tegas Ines Atmosukarto, ahli biologi molekuler, seperti dikutip dari Reuters.
"Mendapatkan pasokan vaksin bukan masalah. Masalahnya adalah distribusi," ujar Diah Saminarsih, Penasihat Senior Direktur Jenderal WHO, juga diberitakan Reuters.
Halaman Selanjutnya --> Ketimbang India dan Brasil, Indonesia Jauh Tertinggal
Mungkin kurang adil kalau membandingkan kinerja vaksinasi Indonesia dengan negara-negara maju yang punya segala kemewahan. Bagaimana kalau dibandingkan dengan sesama negara berkembang?
Ternyata Indonesia pun masih tertinggal. Ambil contoh di India.
Per 8 Februari 2021, total vaksinasi di Negeri Bollywood sudah mencapai 6.259.008 dosis. Rata-rata tujuh harian vaksinasi di India pun jauh lebih banyak yaitu 329.836 dosis per hari.
Contoh kedua Brasil. Per 8 Februari 2021, total vaksin yang disuntikkan di Negeri Samba adalah 3.605.538 dosis. Indonesia sejuta dosis saja belum...
Sementara rata-rata tujuh harian vaksinasi Brasil ada di 211.604 dosis per hari. Indonesia? Masih di bawah 60.000...
Oleh karena itu, status sebagai negara berkembang tidak bisa dijadikan alasan. India dan Brasil yang sama-sama flowering country bisa kok melakukan lebih baik.
Pemerintah harus memeras tenaga, pikiran, dan sumber daya lebih keras lagi. Sebab semakin lama Indonesia belum membentuk herd immunity, semakin lama pula penderitaan sosial-ekonomi akibat pandemi akan dirasakan oleh rakyat.
TIM RISET CNBC INDONESIA