
Berdarah-Darah, Ritel di Mal Sudah Tak Sanggup Bayar Sewa!

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengusaha ritel di mal semakin kesulitan untuk membayar biaya sewa. Hal ini terlihat dari banyak peritel yang menutup gerainya di pusat perbelanjaan.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey menjelaskan biaya untuk beroperasi di mal atau pusat belanja itu tentu lebih mahal, karena ada biaya sewa dan service charge.
"Tapi jika dilihat masalah yang paling mendasar itu karena tingkat kunjungan mal yang turun. Belum lagi PSBB juga membatasi jam buka, restoran dine in juga dibatasi. Sementara orang ke mal itu untuk leasure jalan-jalan atau refreshing, makan di restoran dan lainnya," katanya kepada CNBC Indonesia, Kamis (3/2).
Menurut Roy orang datang ke mal tidak untuk berbelanja gula atau kebutuhan sehari-hari. Sementara untuk kebutuhan pokok seperti makanan ada tempat-tempat lain yang bisa juga menyediakan produk serupa. Kunjungan mall turun, pengunjung gerai ritel otomatis turun yang berimbas minimnya transaksi harian. Imbasnya biaya operasional toko juga terganggu membuat sulit untuk mempertahankan bisnisnya.
Roy melihat dari sisi pemilik mal, pusat belanja sendiri berdiri dari investasi pinjaman perbankan. Tentu kesulitan juga bakal dirasakan karena ada penundaan pembayaran dari penyewa.
"Mal-nya berdiri dari investasi pinjaman perbankan, mereka kesulitan karena penundaan pembayaran sewa, service charge harus dibayar begitu juga pajak-pajak, serta pembayaran outsourcing. Sewa untuk capital ditarik mall untuk menjalankan mal," katanya.
Ketua Dewan Penasihat Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Handaka Santosa mengatakan kondisi tahun ini lebih parah. Dengan pembatasan jam operasional yang lebih ketat membuat penjualan hanya separuh dari tahun lalu.
"Secara umum sebetulnya kita bisa bilang hasil penjualan atau sales di bulan Januari 2021 itu masih belum bisa menyamai hasil sales di tahun sebelumnya. Dan ini bukan tidak bisa menyamai, tapi hanya bisa 50% dari apa yang dicapai tahun lalu," katanya.
Dilihat dari gerai yang ada di mal saat ini memang sudah banyak yang menutup karena tidak bisa bertahan. Terlihat dari banyaknya gerai yang dipasangkan tirai di pintu masuk toko yang menandakan sedang tidak beroperasi. Imbasnya banyak pelaku usaha yang terpaksa melakukan pengurangan tenaga kerja baik dirumahkan hingga pemutusan hubungan kerja.
Dua gerai Giant yang tutup di tahun ini berada di mall, yakni di Mal Margo City (Depok) dan Plaza Kalibata (Jakarta). Adapun Matahari Department Store juga berencana menutup sekitar 6 gerai di tahun ini yang berada di fasilitas pusat belanja.
Ketua DPD Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Ellen Hidayat, mengatakan 15 % tenant retail mal sudah melakukan early termination contract, atau tidak melanjutkan sewa. Mereka ragu-ragu untuk melanjutkan investasi di masa pandemi ini. Selama 9 bulan PSBB pemilik mall juga harus berbagi dengan tenant penyewa untuk membebaskan uang sewa.
"Selama 6-7 bulan sudah digratiskan kepada tenant, bahkan belum ada insentif apapun dari pemerintah terkait pajak PPH sewa harusnya bisa diringankan 10%. Sehingga pusat belanja bisa bernapas," katanya.
Sementara tingkat kunjungan mal hanya 32% di bulan Januari. Dan beberapa mall di bulan Desember hanya 30%.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Resmi Sewa Toko Bebas Pajak, Pengusaha Sudah Nikmati Belum?