OUTLOOK ENERGI 2021

Konsumsi Minyak & Listrik Membaik, Transisi EBT Bagaimana?

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
04 February 2021 08:15
Meteran Listrik,
Foto: Muhammad Sabki

Jika mengacu pada proyeksi perusahaan jasa minyak global Baker Hughes, permintaan energi di Indonesia berpeluang membaik pada semester II-2021. Efek restriksi sosial kemungkinan hanya akan membebani permintaan energi pada paruh pertama tahun ini.

Menghadapi kondisi demikian, PT Pertamina dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) harus menyiapkan extra cash pada semester kedua karena permintaan yang meningkat akan berujung pada pengeluaran ekstra akibat kenaikan harga komoditas energi dunia.

Sejauh ini, biaya bahan bakar menyumbang 70% dari beban produksi atau pembangkitan listrik nasional. Di sisi lain, data Dewan Energi Nasional (DEN) menyebutkan minyak bumi masih menyumbang 34,4% dari bauran energi primer (per semester I-2020).

Selama pandemi, PLN mencatatkan fenomena menarik di mana konsumsi listrik rumah tangga (yang menyumbang 47% penjualan PLN) justru melonjak 9,96%. Sebaliknya, segmen bisnis (penyumbang 17% penjualan PLN) anjlok 8,6% dan segmen industri (sumbang 29%) minus 7,5%.

qSumber: PLN

Hal ini terkait dengan perubahan aktivitas masyarakat. Kebijakan working from home (WFH) mendorong karyawan bekerja di rumah, sehingga konsumsi listrik perkantoran menurun sementara listrik rumah tangga naik.

Selama ini, pelanggan rumah tangga memang menjadi pasar utama PLN. Dengan rasio elektrifikasi mencapai 99,18%, PLN menjangkau 78,3 juta pelanggan di seluruh pelosok nusantara. Dari angka tersebut, 72 juta di antaranya merupakan pelanggan rumah tangga.

Di sisi lain, konsumsi listrik di industri turun akibat kontraksi ekonomi yang menurunkan permintaan. sehingga pabrik mengurangi produksi. Ini menjadi tantangan bagi PLN karena meski porsi pelanggan dan bisnis sangat kecil (tidak sampai 4 juta), tetapi nilai pembelian mereka mencapai dua pertiga pemasukan PLN.

Sampai dengan November 2020, PLN mencatat pertumbuhan konsumsi listrik sebesar 0,05% menjadi 221,9 terrawatt per hour (TWh). Meski melemah dibandingkan periode 2019 yang sebesar 243,1 TWh, angka tersebut masih mendingan karena ekonomi saat itu minus 3,49%.

Ini mengindikasikan bahwa permintaan listrik mulai pulih jelang penghujung tahun 2020. Dalam sebulan itu, konsumsi listrik nasional tercatat sebesar 20,9 TWh. Bandingkan dengan konsumsi listrik April dan Mei-ketika terjadi pembatasan sosial-yang hanya 19,4 TWh dan 18,6 TWh.

Oleh karenanya, tidak berlebihan jika PLN memperkirakan penjualan listrik pada tahun ini akan mencapai 255 TWh atau tumbuh 4,08% dari tahun 2020 (245 TWh). Dalam kondisi normal, pertumbuhan konsumsi listrik rata-rata sebesar 5,5%. Sebagai perbandingan, DEN memperkirakan pertumbuhan konsumsi listrik pada tahun ini akan sebesar 5%. 

(ags/ags)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular