Konter Jualan Pulsa Siap-siap Ya, Bakal 'Disatroni' Pajak!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
29 January 2021 12:40
Thamrin City
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merilis aturan baru soal pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) untuk pulsa, kartu perdana, token, dan voucher. Apa dampak aturan ini buat rakyat Indonesia?

Pada 22 Januari 2021, Sri Mulyani mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 6/PMK.03/2021 tentang Penghitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai serta Pajak Penghasilan atas Penyerahan/Penghasilan Sehubungan dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucer. Regulasi ini berlaku mulai 1 Februari 2021.

Selama ini jika Anda membeli kartu perdana, pulsa (fisik maupun elektronik), atau token listrik wajib membayar PPN sebesar 10%. Contoh, PT X sebagai penyedia jasa telekomunikasi menjual pulsa kepada PT Y seharga Rp 100.000. PT X memungut PPN 10 % dari PT Y, sehingga harga jual pulsa menjadi Rp 110.000.

Kemudian PT Y sebagai distributor pertama menjual pulsa itu ke PT Z sebagai distributor kedua senilai Rp 111.000. PT Y tidak memungut PPN 10% dari Rp 111.000 itu melainkan 10% dari keuntungan (pertambahan nilai) sebesar Rp 1.000. Jadi PPN yang dipungut PT Y kepada PT Z adalah 10% dari Rp 1.000 yang sama dengan Rp 100. Begitu seterusnya sampai ke tingkat konsumen, yang entah melalui berapa lapis distribusi.

Halaman Selanjutnya >> Warung dan Counter Bakal Pungut Pajak

Akan tetapi, syarat untuk memungut PPN adalah badan usaha harus sudah disahkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). Di sinilah PMK No 6/2021 bermain.

Pasal 17 PMK No.6/2021 berbunyi:

(1) Penyelenggara Distribusi Tingkat Selanjutnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sepanjang Pengusaha tersebut semata-mata melakukan penyerahan Pulsa dan Kartu Perdana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
(2) Dalam hal Penyelenggara Distribusi Tingkat Selanjutnya:
a. selain menyerahkan Pulsa dan Kartu Perdana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), juga menyerahkan Barang Kena Pajak lainnya dan/atau Jasa Kena Pajak; dan
b. memiliki jumlah penyerahan Pulsa dan Kartu Perdana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan penyerahan Barang Kena Pajak lainnya dan/atau Jasa Kena Pajak yang melebihi batasan pengusaha kecil sebagaimana diatur dalam ketentuan Peraturan Menteri Keuangan mengenai batasan pengusaha kecil,
Penyelenggara Distribusi Tingkat Selanjutnya wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, dan memungut, menyetor, serta melaporkan PPN yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak lainnya dan/atau Jasa Kena Pajak.
(3) Penyelenggara Distribusi Tingkat Selanjutnya selain wajib melaporkan penyerahan Barang Kena Pajak lainnya dan/atau Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), juga wajib melaporkan penyerahan Pulsa dan Kartu Perdana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN Formulir 1111.

Jadi, maksud dan tujuan PMK baru ini adalah memasukkan lebih banyak pelaku ekonomi ke sistem perpajakan. Bagi counter atau warung yang selama ini berjualan pulsa dengan penghitungan atau pemungutan pajak yang tidak jelas, kini coba diperjelas, diberikan payung hukum.

Nantinya, counter dan warung ini diminta untuk menjadi PKP yang berarti sudah resmi masuk ke sistem perpajakan, dalam radar pantauan Kementerian Keuangan. Namun, ini hanya berlaku bagi usaha dengan omzet di atas klasifikasi usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) yaitu Rp 4,8 miliar per tahun.

So, bagi para pemilik warung dan counter penjual pulsa/token beromzet lebih dari Rp 4,8 miliar/tahun, sebaiknya Anda bersiap diri. Pemerintah akan meminta Anda untuk menjadi PKP, melaporkan pemungutan PPN dan PPh, dan masuk dalam pantauan negara.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article Rencana Besar Sri Mulyani: Pajaki Orang Kaya & Naikkan PPN

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular